Setelah hari persetujuan itu, hidup Viona kembali seperti biasanya. Heru juga sudah dibolehkan pulang dari rumah sakit karena kondisinya yang semakin membaik. Sedangkan Marshal? Laki-laki itu tidak pernah bertemu lagi dengan Viona. Pertemuan terakhir mereka hanya hari itu. Hari selanjutnya mereka tidak bertemu lagi dan Heru maupun keluarga lainnya bahkan tidak membahas mengenai hal itu lagi.
Mungkin Heru dan Marshal sedang sibuk untuk menyelesaikan masalah perusahaan, pikir Viona.
Sedang asyik-asyiknya mengobrol sambil menemani Aness makan siang, seorang laki-laki menghampiri Viona dan menyapanya, "Selamat siang, Nona!"
Viona menoleh ke arah samping. Rio dengan senyuman manisnya sudah berdiri di sana. Viona nampak terkejut dengan kedatangan Rio yang tiba-tiba. "Kenapa Anda di sini?"
Aness mengikuti arah pandang Viona, sama terkejutnya. "Lho, dia yang waktu itu ngajakin lo, kan?" tanya Aness pada Viona.
Viona mengangguk dan kembali melihat Rio. "Kenapa di sini? Apa Anda sedang ada urusan?" Viona melirik kiri kanan Rio. Takutnya di sana juga ada Marshal.
"Saya mencari, Nona," ucap Rio membuat Viona mengernyit dengan dalam.
Untuk apa Rio mencarinya? Apa dia akan mengantarkan Viona pulang seperti waktu itu? Atau dia disuruh oleh Marshal?
"Apa Nona sedang makan siang? Saya mengganggu?"
Viona menggeleng. Rio tidak mengganggunya karena dia hanya menemani Aness. Tapi kenapa Rio mencarinya? "Apa Anda di suruh tuan Marshal dan meminta saya pergi dengannya?"
Rio mengangguk dengan cepat. Viona ternyata bisa menebak tujuannya dengan tepat. "Bisakah kita pergi sekarang?"
Viona memandangi Aness yang sedang memakan soto. Jika Viona ikut dengan Rio, Aness bagaimana? Dia tidak mungkin meninggalkan Aness sendirian. Kasian sahabatnya itu jika ditinggal, sedangkan Frans juga tidak tahu ke mana.
"Udah, gue gak papa. Nanti bisa pulang sendiri," ucap Aness seolah tahu dengan isi pikiran Viona.
Viona masih ragu. Dia mengambil kunci mobil dari dalam tas dan menyerahkannya pada Aness. "Pulang pake mobilku. Nanti kamu anterin ke rumahku, ya! Aku juga gak bakal lama."
Aness menerima kunci mobil Viona dengan bingung. Ternyata Viona bawa mobil. Lalu kenapa Rio datang menjemputnya jika Viona bawa mobil sendiri?
Aness tidak tahu jika Rio asistennya Marshal. Dia tahunya Rio itu suruhan Heru untuk menjemput Viona, seperti waktu itu. Masalah Marshal, Aness belum tahu apa-apa karena Viona tidak pernah menceritakannya.
"Gak usah, Vi. Nanti gue pulang naik taksi aja," tolaknya.
Viona tetap keukeuh supaya Aness membawa mobilnya saja. Viona tahu Aness tidak membawa mobil karena tadi pagi Aness diantar oleh kakaknya. Aness bilang lagi malas menyetir. Selalu saja begitu. Dan biasanya pulang kuliah dia numpang Frans atau Viona.
Aness membuang napasnya kasar. Kesal juga pada Viona yang tetap menyerahkan kunci mobilnya. Dia tidak mau menyetir mobil, apalagi harus mengantarkannya ke rumah Viona yang berarti dia hanya disuruh mengantarkan mobilnya saja, karena dari rumah Viona setelah mengantarkan mobil, dia harus naik taksi untuk pulang ke rumahnya. Hal itu sangat merepotkan.
Setelah urusannya dengan Aness selesai, Viona mengikuti Rio menuju mobil yang katanya, Marshal sudah menunggu di sana.
Dan benar saja. Saat sampai, Rio langsung membukakan pintu untuk Viona. Marshal sudah duduk dengan nyaman di dalam. "Siang, Tuan!" sapa Viona dibuat seramah mungkin. Padahal dia terpaksa melakukan hal itu.
Marshal hanya tersenyum dan mengangguk sebagai jawaban.
Viona kembali heran saat mobil sudah melaju. Marshal akan membawanya ke mana lagi? Dia belum tahu tujuan Marshal menjemputnya. "Kita akan ke mana, Tuan?"
"Temani aku makan siang, sekalian bertemu rekan bisnis," sahut Marshal. Dia fokus dengan ponsel di tangannya.
Viona hanya mengangguk. Perasaan canggung terhadap Marshal masih menjadi penghalangnya untuk banyak mengeluarkan suara.
"Untuk masalah perusahaan ayahmu, aku sudah menanganinya dan semoga secepatnya bisa pulih kembali," ucap Marshal pada Viona yang semula melihat ke luar jendela, kini beralih memandangnya dengan senang.
Bernapas lega saat tahu jika perusahaan Heru bisa diatasi oleh Marshal. Viona bersyukur karena dengan begitu nasib banyak orang bisa diselamatkan dan terbebas dari kebangkrutan.
"Terima kasih, Tuan."
Marshal menyimpan ponselnya. Melirik pada Viona yang ternyata sedang menatapnya. "Aku akan berusaha membantu ayahmu jika kamu menurut padaku."
Mencerna ucapan Marshal, Viona kembali terdiam. Sepertinya kebebasan Viona akan sirna jika dia harus menuruti Marshal. Semuanya sudah Viona prediksi sebelum menerima tawaran itu. Akan terasa sulit bagi Viona untuk menerima hal itu dengan sepenuh hati, karena dia belum benar-benar menerima keputusan itu dari lubuk hatinya. Semuanya Viona lakukan hanya semata-mata ingin menyelamatkan perusahaan Heru supaya nasib banyak orang terselamatkan.
Setelah sampai di restoran, mereka masuk ke ruangan khusus membuat Viona merasa heran. Kenapa harus di ruangan khusus tidak di tempat biasa saja seperti para pengunjung yang lain? Tapi, dia tidak mengutarakan keheranannya dan tetap mengikuti ke mana pun Marshal melangkah.
Mereka memesan hidangan dan menikmatinya dalam diam setelah hidangan itu datang. Hingga suara dering ponsel mengalihkan fokus mereka.
Marshal melirik pada Viona yang duduk di depannya. Diyakini itu dering ponsel Viona karena Marshal rasa ponselnya tidak berbunyi seperti itu.
Viona segera merogoh ponsel dari tasnya dan ternyata benar, ponselnya yang berbunyi. Segera dia geser panel hijau setelah mendapat izin dari Marshal. "Ya, halo!"
....
"Hm, iya."
....
"Iya, tunggu sebentar!"
....
"Oke, Bye!"
Viona memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas. Dia menatap Marshal yang masih menikmati hidangan makan siangnya. "Tuan, jika saya pamit pulang duluan, tidak apa?"
Marshal mengangkat wajahnya untuk bisa berpandangan dengan Viona. Dia mengambil tissue dan mengelap bibirnya sejenak. "Kenapa memangnya? Kita belum lama di sini."
"Saya lupa sudah membuat janji dengan teman. Jadi, saya harus pergi sekarang."
"Pergi ke mana?" Marshal mengambil gelas yang ada di hadapannya. Dia teguk airnya. Kemudian di simpan kembali di atas meja. Semua gerak geriknya tidak luput dari perhatian Viona.
Viona bingung jika harus mengatakannya. Apa Marshal harus tahu semua hal tentangnya sampai bertanya seperti itu? "Saya harus menemui teman saya, Tuan."
"Iya, ke mana?"
"Saya ada janji akan pergi Hiking, hari ini, Tuan."
Marshal menatap Viona dengan pandangan penuh. Dia lumayan terkejut mendengar Viona akan pergi mendaki. "Sama siapa?"
Marshal terlalu banyak bertanya padahal Viona sudah terburu-buru. Temannya sudah menunggu di tempat biasa dan dia belum menyiapkan apa-apa karena lupa jika jadwalnya mendaki hari ini. "Sama teman saya, Tuan. Saya izin pulang duluan, ya? Tidak apa, kan?"
Marshal menggeleng. "Tidak."
Viona yang saat itu sudah siap untuk berdiri, kembali duduk dan melirik Marshal meminta penjelasan atas larangannya. "Kenapa, Tuan? Saya sudah buru-buru. Saya harus pergi sekarang. Teman saya sudah menunggu."
"Aku sudah bilang 'Tidak'. Jadi, kamu tidak diizinkan pergi."
Viona terbelalak dengan penuturan Marshal. Siapa Marshal sampai melarangnya seperti itu? Viona sudah ditunggu teman-temannya tapi Marshal malah menahannya untuk pergi. Sungguh dia tidak mengerti dengan pikiran Marshal. "Kenapa tidak boleh, Tuan? Apa kita ada urusan lagi? Saya benar-benar harus pergi sekarang."
Marshal menatap Viona dengan tajam. Dia tidak suka dibantah dan sekarang Viona malah membantahnya. "Aku bilang tidak, ya, tidak. Kamu diam saja di sini. Memangnya sepenting apa pergi mendaki itu, sampai kamu ingin sekali pergi?"
Rasa kesal Viona mulai menjalar di saat Marshal mulai mengaturnya seperti itu. Dia tidak suka jika ada orang lain yang terlalu mengurusi hidupnya. Viona tidak mengerti kenapa Marshal jadi melarangnya seperti ini. "Maaf, Tuan. Tapi, saya harus pergi. Permisi." Viona beranjak dari duduknya tidak menghiraukan Marshal yang sudah emosi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 271 Episodes
Comments
HIATUS🖤
Hay kak😁😁😁
2021-08-11
1
Michelle Avantica
Good Viona gw suka cewek yang pemberani 👌😘
2021-02-07
1
👑
like for you
2020-12-16
1