Senyuman terbit di bibir Marshal kala melihat kejadian tersebut. Sungguh luar biasa! Apa yang Viona lakukan barusan sangatlah tidak bisa dipercaya. Marshal tidak menyangka jika gadis cantik dan baik seperti Viona bisa meringankan tangannya di hadapan seorang laki-laki. Dia jadi semakin penasaran terhadap jiwa Viona. Apa yang dia lewatkan selama ini? Seingat Marshal, Viona adalah gadis kecil yang imut dan lucu. Murah senyum dan sangat aktif. Di luar sepengatahuannya, ternyata Viona juga punya jiwa tegas.
"Berani sekali dia menamparnya, Rio?"
Asistennya itu hanya tersenyum. Sama-sama tidak percaya dengan tindakan Viona. "Setelah melihat hal ini, saya rasa sepertinya nona bukan gadis yang mudah dirayu, Tuan."
Marshal bergumam. Senyuman tidak berhenti terbit di bibirnya. Dia sangat setuju dengan ucapan Rio.
"Jangan pernah kamu berbuat seenaknya padaku, Sen! Aku memang memberikan kesempatan padamu untuk berbagi kasih. Tapi, bukan berarti kamu bisa berbuat seenaknya padaku," lugas Viona disertai tatapan tajamnya.
"Aku minta maaf, Vi. Aku gak mau kehilangan kamu. Aku sangat sayang sama kamu. Kamu tahu sendiri 'kan, aku sangat mencintaimu." Sendi memegang tangan Viona untuk mencoba membujuknya. Namun, Viona hanya diam saja karena masih kesal padanya.
"Mari kita pulang, Nona!" Rio tiba-tiba menghampiri mereka.
Dua manusia yang sedang berdebat itu menoleh. Sama-sama terkejut melihat kehadiran asistennya Marshal.
"Lho, Tuan? Kenapa Tuan ada disini?" tanya Sendi dengan heran.
Viona mengernyit memandangi Sendi. "Kamu kenal dia?"
Sendi menganggukkan kepalanya. "Dia Rio, 'kan, sekertarisnya tuan Marshal."
Viona semakin dibuat heran. "Kenapa kamu bisa kenal sama dia?"
"Tuan Marshal rekan bisnis papa aku. Mereka sangat akrab."
Viona mengangguk paham. Lalu kembali menatap bingung Rio. "Kenapa Anda di sini?"
"Saya hanya ditugaskan untuk menjemput Anda, Nona."
Viona mengernyit menunjuk diri sendiri. "Menjemput saya?"
"Iya, Nona. Tuan yang meminta. Jadi, Mari kita pulang!"
Viona celingukan melirik sekeliling tempat itu. Di sekitarannya tidak terlihat keberadaan Marshal sama sekali. "Tuan Marshal menyuruh Anda untuk menjemput saya?" Rio hanya mengangguk.
Sendi jadi ikut heran pada Viona yang berinteraksi dengan akrab pada Rio. "Kamu kenal tuan Marshal juga, Vi?" Hanya anggukan yang Viona berikan karena tatapan Viona kembali pada Rio.
"Mari, Nona, kita pulang sekarang!"
Viona terdiam sejenak. Dia ragu untuk ikut dengan Rio. "Tidak. Saya tidak mau pulang dengan Anda, Tuan. Saya akan pulang dengan Sendi." Merangkul tangan Sendi tiba-tiba, sehingga orang yang sedari tadi berdebat dengannya itu jadi tertegun.
Jelas Sendi merasa heran. Tadi Viona menolak ajakannya untuk pulang, tetapi kenapa sekarang Viona malah merangkul tangannya dan bilang akan pulang dengan Sendi? Pikiran Sendi jadi berkelana. Sepertinya ada yang Viona tutupi darinya sampai sikap Viona berubah seperti itu. Ada apa dengan Viona sebenarnya?
"Tidak bisa, Nona. Nona harus pulang diantarkan oleh saya, sekarang!"
Viona terdiam memandangi Rio dengan gamang. Dia harus mencari alasan untuk menolak ajakan Rio, karena saat ini, Viona tidak mau bertemu dengan Marshal. Lupakan dulu masalahnya dengan Sendi!
Sekarang dia sangat membutuhkan bantuannya untuk menghindar.
Diliriknya Sendi sebentar, Viona tersenyum dan kembali melihat pada Rio. "Tidak, Tuan. Terima kasih, sudah mau menjemput saya. Tapi, saya akan pulang dengan Sendi. Jadi lebih baik Tuan kembali saja." Melangkahkan kaki serta menarik tangan Sendi. "Yuk Sen, kita pulang!"
Meskipun masih bingung, Sendi tetap menurut. Hatinya bersorak girang karena akhirnya Viona mau pulang diantarkan olehnya. Sendi harus berterima kasih pada Rio. Susah payah dia membujuk Viona dari tadi, tetapi tidak bisa dan malah mendapatkan tamparan di pipinya. Tapi, berkat kedatangan Rio yang memaksa Viona, gadis itu jadi berlindung padanya dan malah mengajaknya untuk pulang.
Belum tiga meter mereka beranjak, tubuh Viona terhuyung ke belakang saat tangan kiri yang tidak menggandeng Sendi, terasa ditarik oleh seseorang. Langkah mereka terhenti dan menoleh ke belakang berbarengan.
Mata Viona membulat sempurna melihat orang yang baru saja menarik tangannya. "Tu-tuan?" Viona gelagapan dengan terkejut melihat Marshal. Dengan cepat melepaskan Sendi dan memberanikan diri untuk berhadapan dengan calon suaminya.
"Mau kemana kamu?"
Marshal mengeratkan genggamannya di tangan Viona. Calon istrinya itu hanya terdiam dengan wajah yang masih terlihat kaget. Tidak menunggu Viona bersuara, Marshal langsung menariknya menuju mobil. Tidak menghiraukan Sendi yang terbengong antara terkejut dan bingung, kenapa Marshal malah membawa Viona?
Dengan langkah terseret, Viona menurut mengikuti langkah Marshal. Tidak berontak saat Marshal menyuruhnya untuk masuk dan duduk di kursi belakang, bersampingan dengan calon suaminya.
Lebih bisa mengendalikan diri, Viona berani menatap pada Marshal. "Kenapa Tuan ada di sini?"
"Aku sengaja menjemputmu karena aku peduli padamu. Aku tahu kamu hari ini tidak membawa mobil, kan?"
"Tapi, Tuan, saya akan pulang dengan Sendi."
"Dengan pria yang tadi sudah berani memelukmu?"
Viona mengangguk dengan wajah polosnya. Eh, tapi? Dia membelalakan mata. "Kenapa Tuan tahu Sendi memeluk saya?"
Dengusan pelan terdengar dari Marshal yang mendelik jengah. Jika mengingat kejadian tadi, dia sangat tidak suka.
"Ada hubungan apa kamu dengannya?Apa dia itu kekasihmu? Jadi kamu masih berhubungan dengan pria lain? kamu itu calon istriku. Kamu sudah tidak boleh berhubungan dengan pria manapun! Sekalipun dia itu temanmu tapi tetap kamu tidak boleh dekat dengan pria lain!"
Kini Viona yang mendelik mendengar ocehan Marshal. Seperti dugaan Viona sebelumnya, setelah menyetujui penawaran itu dan melihat sikap Marshal yang melarangnya pergi mendaki, dia jadi tahu jika hidupnya akan semakin diatur oleh Marshal. Tidak bisa memperoleh kebebasan sesuka hati lagi. Belum menikah saja sudah seperti ini, bagaimana nantinya jika pernikahan itu sudah terjadi?
"Aku hanya ingin mengingatkanmu," Marshal terlihat serius. Menyampingkan duduknya tepat menghadap Viona. "sekarang, kamu sudah menjadi calon istriku. Seharusnya tidak dekat lagi dengan laki-laki mana pun karena aku tidak suka. Apalagi tadi aku melihatmu berpelukan dengannya," Marshal menggelengkan kepalanya. "aku sangat-sangat tidak suka. Jadi, mulai sekarang, jangan dekat lagi dengan laki-laki mana pun, paham!"
Viona melongo melihat Marshal. Apa harus sampai seperti itu Marshal mengaturnya? Dia tidak menyangka jika Marshal juga akan merenggut kebebasannya dalam bergaul. "Tuan ... saya mohon, Tuan jangan semakin ikut campur urusan saya! Masalah saya mau dekat dengan siapapun, itu hak saya. Urusan saya. Tuan tidak berhak ikut campur urusan saya. Tuan ini bukan siapa-siapa bagi saya. Jadi, saya mohon Tuan jangan mengatur hidup saya seperti ini!" tutur Viona mencoba selembut mungkin karena kesal merasa tertindas saat ini.
Mata Marshal melotot mendengar keberanian dari Viona yang membantahnya. "Heh, kamu ini calon istriku. Sudah sepantasnya aku mengatur hidupmu. Aku punya hak untuk melarang-larang dirimu. Kita sebentar lagi akan menikah dan kamu tidak bisa membantahku seperti itu, melainkan harus menuruti semua kemauanku! Kenapa kamu ini susah sekali diatur, huh?"
Batas kesabaran Viona runtuh. Emosinya sudah tidak bisa dibendung lagi. Satu hal yang paling tidak Viona sukai dalam hidupnya, yaitu dikekang. Dia suka kebebasan. Sekarang dia merasa geram pada sikap Marshal yang semakin seenaknya.
"Tuan, saya ini baru calon istri Tuan. Baru CALON ISTRI, belum jadi istri Tuan. Kenapa Tuan sudah mengatur hidup saya? Maaf, jika saya tidak sopan. Tapi, saya sangat tidak suka dikekang berlebihan seperti ini. Kita memang akan menikah dan menjadi suami istri. Tapi, bukan berarti Tuan juga bisa melarang saya untuk berteman. Saya jug-" Viona tidak sempat menyelesaikan kalimatnya karena jari telunjuk Marshal sudah menempel di depan bibirnya yang otomatis mengatup.
"Sst ... jangan membantahku!" Marshal menatap tajam Viona. "Kamu tidak suka dikekekang, bukan? Maka, menurutlah padaku, karena aku juga tidak suka dibantah!"
Dengan wajah kesalnya Viona terdiam. Apa maksud ucapan Marshal barusan? Kalimatnya memiliki makna tersirat, tetapi Viona tidak bisa mengira apa maksud sebenarnya dari kalimat tersebut.
Tatapan sinis Viona pancarkan untuk menembus pandangan Marshal. "Kita belum menikah, tapi Tuan sudah mengatur hidup saya. Kenapa? Kenapa Tuan sampai bersikap seperti ini pada saya? Saya juga manusia yang butuh kebebasan, Tuan."
Alis Marshal bertaut dalam. Viona benar-benar berani padanya. Dia kira, Viona akan mudah dikendalikan karena setahunya Viona gadis yang baik dan ramah, juga penurut terhadap orangtuanya. Tapi, kini ... gadis yang dia ingin nikahi ini sepertinya punya sifat yang sedikit keras kepala. Sedikit kemungkinan untuk Marshal bisa mengendalikannya dengan cepat.
"Apa kamu lupa sedang berhadapan dengan siapa? Kamu mau menuntut kebebasan padaku, di saat nasib banyak orang berada di tanganku?" Marshal menyeringai melihat tubuh Viona menegang. Dari reaksi Viona barusan, dia akhirnya tahu di mana kelemahan Viona supaya bisa menurut padanya.
Rio masuk ke dalam mobil. Duduk di balik kemudi setelah keheningan lama menemani Marshal dan Viona di dalam sana. Mobil mulai melaju setelah Marshal memberikan perintah.
"Ingat, jangan pernah membantahku dan juga jangan pernah meninggikan suaramu di hadapanku!"
Vion yang semula melirik ke luar jendela, langsung menoleh pada Marshal saat suara bisikan penuh penekanan itu masuk indera pendengaran.
"Semuanya akan aman di tanganku, jika kamu menuruti semua kemauanku!"
Viona kembali mengalihkan pandangan dengan emosi yang tertahan. Sungguh malangnya nasibmu, Viona! Sirnalah sudah kebebasan hidupnya. Dia akan terjerat dengan Marshal dan terkekang olehnya.
Marshal pasti akan mengatur hidupnya lebih dari saat ini. Perjalanan Viona masih panjang. Apakah dia bisa bertahan jika harus terus berdekatan dengan Marshal? Apalagi nanti mereka akan menikah dan tinggal dalam satu atap. Pasti sangat sulit bagi Viona untuk menjalaninya.
Tapi, tak apa. Perlahan Viona memang
harus mengikhlaskan semuanya. Dia melakukan semua ini demi menyelamatkan banyak orang. Demi kebahagiaan keluarganya juga. Meskipun terpaksa, tapi Viona berharap ini akan membawa kebahagiaan di akhirnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 271 Episodes
Comments
Michelle Avantica
Haiiissh Marshal ini emang terobsesi sama Viona sejak kecil ya...sabar viona ngadepin Bos yg seenak jidatnya kek Marshal
2021-02-07
1
👑
semangka
semangat kakak
2020-12-16
1