"Jadi, untuk apa kamu mengajakku bertemu? Apa ada yang ingin kamu bicarakan padaku?"
Marshal sudah sangat berharap jika kedatangan Viona adalah untuk mengatakan kesediaannya menyetujui tawaran yang Marshal ajukan pada Heru.
Viona nampak ragu. Deru napasnya kembali tidak normal. "Saya," Dia menarik napasnya dalam-dalam. "saya ingin menyetujui tawaran Tuan tempo hari. Apa tawarannya masih berlaku?"
"Benarkah?" tanya Marshal dengan antusias. Dia mengangguk-anggukan kepalanya. Senang sekali rasanya. Hal yang paling dia tunggu-tunggu kini sudah mendapatkan jawabannya. "Tentu saja tawarannya masih berlaku. Jadi, kamu menemuiku untuk menerima tawarannya?"
Viona mengangguk. Membuang napas lega. Untunglah tawarannya masih berlaku dan dia bisa menyetujuinya. "Tuan bisa membantu papa saya, kan?"
Marshal tersenyum dengan senang. "Tentu saja jika kamu menyetujuinya." Marshal mengangkat gelas berisi Cappucino miliknya. Disesap sedikit lalu ditaruh kembali. Tatapan matanya tidak berhenti beralih dari wajah cantik Viona. "Berarti kamu mau menikah denganku?"
Viona mengangguk dengan yakin. Keputusannya sudah bulat demi menyelamatkan perusahaan Heru. Dia tidak bisa menghindar lagi jika ini menjadi yang terbaik. Biarlah hidupnya dia abdikan pada Marshal. Yang terpenting saat ini adalah kebaikan untuk ayahnya.
"Baiklah. Berarti kita akan menikah seminggu lagi."
"Apa?" Viona yang baru saja bernapas lega kini menatap Marshal dengan kaget. "Seminggu lagi, Tuan?"
Dengan entengnya Marshal hanya mengangguk dan tersenyum. Viona menggeleng dengan keras. "Tidak bisa, Tuan. Kenapa cepat sekali?" protesnya.
"Kenapa tidak bisa? Bukankah kamu sudah setuju untuk menikah denganku?"
Viona menelan ludahnya susah payah. Menatap Marshal tidak percaya. Bagaimana mungkin dia akan menikah dalam waktu sedekat itu. Memikirkannya saja membuat Viona kesusahan bernapas. "Tuan, saya setuju menikah dengan Anda bukan berarti saya setuju jika pernikahannya secepat itu. Saya tidak siap jika secepat itu."
Marshal menatap Viona tajam. Dia kira gadis cantik ini akan ikut saja dengan apa yang dikatakannya. Tapi, ternyata menentang juga. "Kenapa tidak siap? Kamu sudah menyetujuinya berarti kamu siap menikah kapan pun, bukan?"
Menggeleng keras. "Saya tidak mau jika secepat itu, Tuan. Saya juga masih kuliah."
"Kuliahmu sebentar lagi berakhir. Tinggal menunggu beberapa bulan lagi, kan? Tidak jadi masalah jika kita menikah lebih awal," sahut Marshal dengan tenang.
Viona hanya terdiam. Dia heran kenapa Marshal sampai tahu tentang dirinya? Apa Marshal juga mengetahui segala sesuatu tentang Viona? "Tapi Tuan, jika seminggu lagi itu terlalu cepat," sangkalnya lagi.
Dia harus memutar otak supaya pernikahannya tidak secepat itu. Viona belum siap jika pernikahannya dilaksanakan dalam waktu dekat. Dia memuutuskan hal ini saja dengan terpaksa. Ya, setidaknya tunggu sampai Viona sedikit menerimanya.
Tapi Marshal nampaknya memang serius. Apa yang harus Viona lakukan sekarang? Dia tidak mau menikah secepat itu. Apalagi Heru belum benar-benar pulih. Dan Viona ingin melihat keseriusan Marshal dulu. Apakah dia benar-benar akan membantu ayahnya atau hanya ingin menikahi Viona saja? Semuanya harus dipikirkan dulu baik-baik.
Viona merasa heran juga pada Marshal yang menentukan waktu pernikahan secepat itu. Apa dia tidak memikirkannya lebih dahulu? Viona saja sampai kelimpungan untuk menyetujui penawaran ini. Tapi, Marshal sepertinya memang sudah mempersiapkan ini jauh-jauh hari. Dan dia sudah mengira jika Viona akan menyetujuinya.
"Tuan, bisa tidak jika waktunya diundur dulu?" tanya Viona penuh harap. Dia benar-benar belum siap jika harus menikah secepatnya. Niat menikah saja belum pernah dia pikirkan dalam otaknya.
"Mau menunggu apa lagi? Pernikahan jika dilaksanakan secepatnya itu lebih baik."
"Saya ingin melihat kakak saya menikah dulu, Tuan. Saya tidak bisa melangkahinya," ucap Viona dengan serius. Akhirnya dia bisa mempunyai alasan yang kuat.
Marshal nampak terkejut. Dia tidak tahu jika kakaknya Viona akan menikah. Padahal mereka sahabatan. Kenapa Vino tidak bilang pada Marshal jika dia akan menikah? "Kapan kakakmu menikah?"
"Tiga bulan lagi. Saya ingin melihat kakak saya menikah lebih dulu. Saya tidak mau melangkahinya."
Marshal terdiam. Berpikir dengan luas. Apa dia harus menunggu sampai Vino menikah baru bisa menikahi adiknya? Tapi tiga bulan terlalu lama baginya. Dia sudah melancarkan rencana dalam waktu dua bulan untuk mendapatkan persetujuan Viona dan sekarang dia harus menunggu lagi selama tiga bulan? Itu terlalu lama. Marshal tidak bisa menunggu lagi.
Tapi, bagaimana dengan Viona? Marshal tahu Viona memang belum siap untuk menikah secepat itu. Tapi, apa Marshal harus mengalah dan menuruti keinginan Viona?
"Baiklah, kita akan menikah setelah kakakmu menikah. Setelah itu tidak akan ada lagi pengunduran waktu," putus Marshal.
Viona mengangguk dan tersenyum. Dia sangat senang mendengarnya. Setidaknya dia masih punya waktu tiga bulan untuk menikmati sisa masa gadisnya. Ya, walaupun tiga bulan itu sebentar, tapi setidaknya dia masih bisa bersenang-senang dan menyelesaikan pendidikannya.
"Tuan, bagaimana dengan pendidikan saya? Setelah menikah saya masih bisa mengenyam pendidikan?"
"Tentu saja. Aku akan menjamin pendidikanmu."
Viona mengucapkan terima kasih. Dia bersyukur ternyata Marshal orang yang pengertian juga. Tadinya dia sangat takut jika setelah menikah nanti pendidikannya akan terganggu dan Marshal akan banyak mengatur segalanya. Dia takut hidupnya setelah menikah akan terancam keras. Tapi jika melihat dari sikap Marshal saat ini, Viona rasa Marshal orang baik karena Marshal juga menuruti apa yang Viona inginkan.
***
Selesai dengan penuturan keputusannya siang ini pada Marshal, mereka pergi ke rumah sakit tempat Heru dirawat. Marshal ingin menjenguk sang calon mertua, katanya.
Setelah mengatakan beberapa hal dan negosiasi singkat antara Marshal dan Viona, mereka tidak lagi membahas hal tadi sesuai keinginan Viona. Dan Marshal hanya menuruti saja untuk tidak mengatakan apapun tentang negosiasinya pada Heru. Marshal juga berjanji pada Viona jika dia akan membantu perusahaan Heru untuk kembali tegak dalam waktu dekat. Itu bukan hal sulit bagi Marshal yang memang punya kekuasaan tinggi di bidang perbisnisan.
Setelah mengucapkan salam berbarengan, Viona terlebih dulu masuk ke dalam ruang rawat Heru diikuti Marshal dan Rio dibelakangnya.
Heru yang saat itu sedang duduk di atas ranjangnya dan meminum obat dibantu Lina, menoleh ke arah pintu.
Dia tersedak hingga obat yang baru saja masuk ke dalam mulutnya keluar kembali. Untung saja Lina dengan sigap menahannya dengan tissue. Jika tidak pasti berceceran mengenai ranjang dan tubuh Heru.
Viona yang melihat itu dengan panik mendekat. Mengusap bibir Heru yang masih basah bekas air minum dengan tangannya. "Papa kenapa?"
Heru hanya terdiam memandangi Marshal yang juga mendekat ke arahnya. Marshal tersenyum dengan hangat. "Apa kabar, Tuan?" sapanya.
Heru masih terdiam. Dia sangat terkejut melihat Viona datang bersama dengan Marshal. Pikirannya langsung berkecamuk ke sana ke mari. Apa Viona sudah menyetujuinya? Kenapa mereka bersama?
Lina pun tak kalah terkejut. Ibu dari Viona itu bahkan hampir saja menjatuhkan gelas yang dipegangnya saat melihat Marshal. Tapi dia mencoba tersenyum pada Marshal meskipun perasaannya tidak menentu.
"Dek, kamu ...?" Heru memandangi Viona dengan tatapan yang sulit diartikan. Antara marah, kaget, senang dan sedih. Semuanya menjadi satu dia rasakan. Jadi, Viona benar-benar menemui Marshal?
Viona mengerti perasaan Heru. Dia tersenyum dan membantu Heru untuk kembali meminum obatnya. "Maafin aku, Pa. Semoga Papa cepat sembuh!" ucapnya lirih.
Heru memandangi Viona dengan lekat. Dia tidak meengerti dengan pikiran anaknya sendiri. Viona rela berkorban demi membantu ayahnya dari kesusahan. Heru merasa bersalah sekali karena tidak bisa membuat Viona bahagia dan malah membuat anaknya memilih keputusan yang bahkan entah akan jadi seperti apa nantinya.
"Kenapa kamu melakukan ini?" tanya Heru dengan lirih. Mengusap wajah putrinya dengan lembut. Matanya sudah berkaca-kaca.
Viona kembali tersenyum guna meyakinkan ayahnya. "Ini yang terbaik untuk kita," jawabnya pelan.
Marshal semakin mendekat dan menjabat tangan Heru yang masih dipasang selang infusan. "Semoga cepat sembuh, Tuan. Saya janji akan membantu Anda menyelesaikan masalah ini. Secepatnya perusahaan Anda akan kembali berjaya."
Heru mengangguk dengan pelan dan mengucapkan, "Terima kasih." Selain kalimat itu, dia tidak bisa mengatakan apapun. Perasaannya campur aduk.
Setelah lama dalam kecanggungan, mereka akhirnya bisa mengendalikan diri dan memulai pembicaraan yang lebih nyaman.
Banyak hal yang mereka bicarakan. Mulai dari perusahaan dan pernikahan antara Marshal dan Viona yang rencananya akan dilaksanakan satu bulan setelah Vino menikah.
Heru memandangi Viona yang nampak sudah biasa saja. Putrinya itu terlihat tenang dan selalu menampilkan senyuman saat bertatapan dengannya. Tapi, Heru tahu jika Viona terpaksa melalakukan ini. Dia sangat menyayangkan keputusan yang Viona ambil. Tapi jika itu yang terbaik, Heru hanya bisa berdoa semoga Viona bisa bahagia setelah menikah dengan Marshal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 271 Episodes
Comments
Eska Svenska
seminggu itu cepet w.
2021-02-25
1
Michelle Avantica
susah juga sih kalo kita disuruh nikah dgn.org yg blm kita kenal banget juga blm tau gimana watak atau karakter org yg mau kita nikahin ..Krn kalo bisa Nikah itu cukup satu kali seumur hidup 🤗
2021-02-07
1
👑
💖💖
2020-12-16
1