"Lho, Tuan. Kita akan pergi ke mana? Ini bukan jalan menuju rumah saya? Anda mau membawa saya ke mana?" tanya Viona dengan panik.
Mobil yang ditumpanginya itu tidak melewati jalan yang seharusnya untuk ke arah rumah Viona. Kemana Marshal akan membawanya pergi? Viona semakin panik saat Marshal tidak kunjung menjawab. "Tuan, kita akan ke mana? Siapa Anda sebenarnya? Anda mau menculik saya?"
Marshal tetap tenang melihat ke arah depan. Dia tidak berniat menjawab ucapan Viona.
"Tuan mau bawa saya ke mana?" Viona sudah benar-benar panik. Melirik Marshal dan Rio bergantian.
"Tenang, Nona! Kita akan makan siang dulu," sahut Rio dengan santai.
Viona menatap tajam pada Rio yang masih fokus menyetir. "Kenapa jadi makan siang? Bukankah tadi mau mengantarkan saya pulang?"
"Temani dulu aku makan siang, nanti aku antarkan pulang," sambar Marshal dengan tenang.
Viona alihkan pandangan pada Marshal. Kecurigaannya terhadap Marshal semakin besar. "Siapa Anda, Tuan? Anda mau berbuat jahat pada saya?"
Marshal tersenyum miring mendengarnya. Gadis yang ingin dia nikahi ini ternyata bukan orang yang mudah di hadapi dengan diam. "Reza. Namaku Syahreza Atmadinata," ucap Marshal dengan pelan. Dia masih fokus melihat ke depan.
Viona mengernyit. Nama itu tidak pernah dia dengar. "Mau apa Anda menemui saya, Tuan?"
Marshal membuang napasnya kesal. Viona terlalu banyak bertanya membuatnya jengah. "Aku hanya akan mengantarkanmu pulang. Tapi, sebelum pulang kita makan siang dulu."
Viona memincingkan matanya. Dia tidak percaya dengan ucapan Marshal karena dua laki-laki yang membawanya ini terlalu mencurigakan. "Anda bukan orang jahat, kan?"
Pertanyaan bodoh itu Viona utarakan. Kalaupun Marshal orang jahat, sudah pasti dia akan menjawab "bukan". Kenapa juga Viona malah mengajukan kalimat retoris seperti itu?
"Aku rekan bisnis ayahmu. Kami kenal dengan sangat baik, aku tidak akan mencelakaimu." Marshal tersenyum pada Viona. Dia geleng-geleng kepala melihat sifat Viona yang tidak mudah dibohongi itu.
"Apa buktinya?" tantang Viona. Marshal sampai menatapnya tajam. Dia kira Viona akan berhenti bicara. Tapi, ternyata masih belum percaya dengan ucapannya.
Viona semakin yakin jika mereka orang jahat karena Marshal hanya terdiam saat di mintai bukti. "Turunkan saya sekarang!" pinta Viona dengan tegas. Dia sudah harap-harap cemas jika dibawa oleh orang yang tidak dikenalnya. "Tuan, berhentikan mobilnya! Turunkan saya sekarang juga!"
Tidak ada yang menggubris ucapan Viona. Marshal maupun Rio masih terdiam. Namun Marshal segera bergerak cepat saat Viona merogoh ponsel dari tas selempang miliknya. "Mau apa kamu?"
"Menghubungi polisi, apalagi?" sarkas Viona dengan tatapan nyalang. Di sudah habis kesabaran. Nyawanya dalam bahaya saat ini. Tidak mungkin jika hanya diam saja dibawa oleh orang yang tidak dikenalinya.
Marshal terkejut dan langsung merebut ponsel dari tangan Viona. "Jangan menghubungi polisi! Aku bukan orang jahat."
Viona semakin panik. Entah apa yang dia rasakan sekarang. Perasaannya tidak menentu dan dia mulai ketakutan. "Buktikan kalau Tuan bukan orang jahat!"
"Baik," ucap Marshal dengan enteng. Dia segera mengambil ponsel miliknya dari dalam saku jasnya. Membuka layar dan mencari nomor yang tersimpan di sana. "Lihat! Ini nomor ayahmu, kan?" Marshal menunjukan layar ponselnya di depan Viona. Di sana terlihat sedang menghubungi nomor dengan nama Heru Pratama di atasnya.
Viona membeliakan mata saat dia mengingat beberapa angka nomor ayahnya.
"Halo, Assalamu'aikum, Tuan?"
Viona tertegun saat panggilan tersambung dan karena di loudspeeker, Viona langsung bisa mendengar suara Heru.
Marshal tersenyum miring melihat reaksi Viona. "Waalaikumsalam, Tuan. Anda di mana sekarang?"
"Em, masih di kantor. Kenapa memangnya, Tuan?"
"Dua jam lagi saya akan ke rumah Anda. Sekalian mengantarkan putri Anda pulang."
Hening beberapa lama. Tidak ada sahutan dari Heru di seberang sana. Mungkin Heru terkejut dengan ucapan Marshal. Hingga Marshal kembali bicara, "Apa saya harus meengantarkan putri Anda langsung ke rumah?"
Terdengar helaan napas kasar. "I-iya, Tuan. Saya juga akan pulang ke rumah sebentar lagi," sahut Heru dengan gugup.
Marshal kembali tersenyum pada Viona. Dia menaikkan alisnya memastikan jika Viona benar-benar menyimak. "Tapi saya izin makan siang dulu, putri Anda juga saya ajak, tidak apa?"
Lama Heru tidak menjawab. Hanya deru napas gusar yang terdengar. Namun, Heru juga menyahuti setelah lama hening. "Ya, Tuan. Asalkan Viona baik-baik saja," ucapnya dengan lirih.
Setelah meyampaikan terima kasih dan mengucapkan salam, Marshal langsung menutup panggilan dan memasukan ponselnya kembali ke dalam saku jas. Ponsel Viona yang sempat dia rampas juga dia serahkan kembali pada sang empunya.
"Bagaimana? Masih mau mengira aku orang jahat?" tanya Marshal pada Viona yang masih terdiam. Dia bahkan tidak berpaling memandangi gerak gerik Marshal.
Pikiran Viona berkecamuk. Meskipun obrolan Heru dan Marshal terdengar aneh dan kurang nyambung, tapi Viona jadi tahu jika mereka memang saling kenal. Dia jadi bingung sendiri dan sedikit menyesal karena telah menuduh Marshal yang tidak-tidak. Tapi dia enggan meminta maaf dan malah segera mengalihkan pandangan ke samping. Melihat jalanan di luar jendela dengan perasaan yang tidak menentu.
Marshal hanya bisa tersenyum. Tapi dua juga sangat bersyukur karena Heru tidak banyak berbicara saat di hubungi secara dadakan dan menutupi rasa terkejutnya saat tahu jika Viona sudah bersama orang yang beberapa hari lalu menawarkan untuk menikahinya. Padahal yang sebenarnya,
"Kenapa Viona bisa bersama tuan Marshal? Apa yang tuan Marshal lakukan padanya?" Heru mondar mandir dengan panik.
Dia teramat cemas mendengar jika Viona ada bersama Marshal. "Apakah tuan Marshal akan memaksa Viona untuk menerima tawarannya? Atau bahkan Viona diancam sup-tidak-tidak. Viona pasti baik-baik saja."
Heru tidak tenang di kantornya. Urusan kantor sejenak dia lupakan karena pikirannya tertuju pada Viona. Dia tidak mau Viona menyetujui tawaran Marshal jika terpaksa karena Heru juga sudah tidak berharap Viona menerimanya. Dia tahu Viona pasti tidak akan bersedia. Heru sudah pasrah akan nasibnya. Dia sudah ikhlas jika sebentar lagi perusahaannya akan hangus dan keluarganya hidup luntang lantung.
Tapi, bagaimana dengan Viona saat ini? Heru takut Marshal akan memperngaruhi Viona hingga menyetujui tawarannya dengan terpaksa. Sungguh, Heru tidak bisa bersikap tenang di saat anaknya sedang bersama Marshal.
****
"Kamu tidak mau makan?" tanya Marshal pada Viona yang hanya fokus pada ponsel ketimbang melihat Marshal yang sedang menikmati hidangan makan siangnya.
Viona menggeleng dan tersenyum pada Marshal. "Tidak, Tuan. Saya tidak lapar," ucapnya sudah kedua kali dia utarakan pada Marshal.
Viona hanya memesan jus alpukat. Dia tidak berniat untuk makan siang karena memang dia tidak merasa ingin makan dan merasa canggung saat bersama Marshal. Mereka baru kenal dan Viona merasa tidak nyaman. Apalagi saat mengingat kejadian tadi saat Marshal dan Rio yang sangat mencurigakan dan sempat membuat Viona suudzon. Mengingatnya saja membuat Viona merasa malu.
Sesuai perkataan Marshal, setelah makan siang mereka akan mengantarkan Viona pulang. Viona teramat lega mendengarnya. Dia memang ingin segera sampai di rumah dan menjauh dari orang-orang yang baru di kenalnya itu.
Selama perjalanan menuju rumah Viona, di dalam mobil tidak ada yang berbicara lagi. Marshal fokus pada ponsel di tangannya, Rio fokus menyetir dan Viona tergelam dengan pikirannya sendiri, hingga dia tidak sadar saat mobil sudah memasuki halaman rumah Heru, saat sebelumnya pintu gerbang dibukakan oleh satpam yang menjaga gerbang.
"Nona?" tegur Rio dengan lembut pada Viona yang masih saja duduk di dalam mobil. Padahal pintu mobil sudah di bukakan oleh Rio dan Marshal sudah turun dari mobil beberapa saat yang lalu.
Viona tersadar dari lamunannya. Dia melihat sekeliling. Betapa terkejutnya dia saat menyadari jika mobil yang dia tumpanginya sudah terparkir di halaman rumah milik ayahnya.
Viona tersenyum ramah pada Rio dan segera turun dari mobil. Berjalan menuju pintu utama rumahnya. Di sana sudah ada Heru yang berdiri di depan pintu dan tersenyum pada mereka. Tapi, raut wajah Heru terlihat tidak tenang membuat Viona bertanya-tanya dalam hati.
Menghampiri Heru dan mengucapkan salam bersamaan, mereka masuk ke dalam setelah dipersilakan. Sebelum masuk Viona tidak lupa juga untuk memeluk Heru dan saling mencium pipi bergantian.
"Cepat istirahat! Kamu masih belum sehat," ucap Heru pada Viona.
Viona hanya tersenyum. Masuk ke dalam rumah dan langsung pergi ke kamarnya di lantai atas, sedangkan Heru mengajak Marshal dan Rio untuk ke ruang tamu.
Meskipun masih terkejut dan tidak tenang dengan pikiran heran yang bertanya-tanya, Heru tetap bersikap ramah pada Marshal dan segera memanggil pekerjanya untuk menyiapkan suguhan untuk tamu dadakannya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 271 Episodes
Comments
Shaila
ceritanya bagus, aku suka😊
2021-01-14
1
👑
like like like like
2020-12-16
0
Yana Picisan
Semangat kak🌸🌸🌸
Mampir yuks ke CEO Pemaksa🌸🌸🌸
2020-07-18
2