Hari yang sangat mengesalkan bagi Viona, karena Marshal mengajaknya untuk datang ke sebuah pameran Seni. Marshal selaku pemegang saham terbesar dari perusahaan seni tersebut menjadi tamu agung yang sangat dinantikan oleh mereka.
Sebenarnya Viona malas untuk ikut, tetapi dia tidak bisa menolak karena lagi-lagi Marshal mengingatkannya untuk tidak membantah. Dia hanya bisa pasrah dengan keadaan. Hidupnya benar-benar jadi terkekang. Untuk sekadar menolak pun dia tidak bisa.
"Jika ada yang disuka, kamu bilang padaku! Nanti aku berikan padamu."
Viona mengangguk saja pada Marshal dan terus mengikuti langkahnya melihat-lihat berbagai barang yang dipamerkan. Semua barang yang ada di sana sangatlah bagus-bagus. Mulai dari guci, lukisan, dan banyak lagi barang lain yang mempunyai nilai seni yang tinggi. Dia memang senang melihat barang-barang mewah dan cantik. Tapi entah mengapa, saat ini dia tidak bisa menikmatinya. Hanya perasaan bosan yang dia rasakan dan ingin segera pulang dari sana.
"Sebenarnya masih banyak lukisan yang tidak di expose di sini, Tuan. Di galeri saya, masih banyak karya-karya yang sengaja saya sembunyikan, karena saya rasa belum saatnya untuk di pamerkan," ucap kolega Marshal yang sedari tadi bersama mereka.
Marshal menganggukan kepala. "Karya yang bagus memang tidak boleh terlalu di expose. Takutnya banyak yang menirukan sebelum karya asli terkenal."
Viona hanya terdiam mendengarkan mereka berbincang. Dia sudah sangat bosan. Apalagi jika bertemu dengan rekan bisnis Marshal, Viona selalu saja merasa jengah karena diperkenalkan sebagai calon istri Marshal pada mereka. Meskipun kenyataannya begitu, tapi dia tetap malu dan tidak mau. Rasanya masih tidak percaya jika dia sudah punya calon suami, padahal pacaran saja tidak pernah.
"Hei, Viona!"
Mereka menoleh ke belakang saat suara laki-laki memanggil nama Viona. Marshal dan koleganya mengernyit dalam, karena tidak tahu siapa laki-laki tersebut. Berbeda dengan Viona yang nampak berbinar dengan ceria.
Marshal melotot saat Viona tiba-tiba mendekat dan memeluk laki-laki yang barusan memanggilnya tersebut. Mereka berpelukan erat seperti meluapkan kerinduan yang mendalam. Pikiran Marshal jadi bertanya-tanya, siapa laki-laki itu?
"Kak Indra? Apa kabar?" Viona melepaskan pelukannya. Senyuman manis tercipta di bibirnya. Dia tidak menghiraukan orang lain yang sedang menyaksikannya dengan bingung.
"Kabarku baik. Bagaimana denganmu?"
"Aku baik, Kak." Senyuman manis Viona tidak pernah terlepas dari bibirnya sama halnya dengan Indra. Mereka terlihat sangat akrab dan bahagia bisa bertemu di tempat itu.
"Kenapa kamu di sini? Bersama om Heru?" Indra celingukan melihat sekeliling Viona mencari keberadaan Heru, tetapi tidak terlihat sama sekali.
"Aku ke sini tidak bersama papa."
Indra menganggukkan kepala serta menggumamkan kata, "Oh."
Marshal segera menarik Viona untuk mundur. Dia tidak suka diacuhkan oleh calon istrinya sendiri. Viona memandangi Marshal dengan kaget, namun sedetik kemudian dia tersenyum dan mengenalkan Indra pada calon suaminya.
"Tuan, ini kak Indra, kerabat saya."
Marshal mengangguk paham. Mengulurkan tangan pada Indra serta tersenyum ramah padanya. Indra menerima uluran tangan tersebut dengan bingung. "Dia siapa?"
"Dia ...." Viona ragu untuk bicara. Tidak tahu harus menjelaskannya sebagai siapa.
"Marshal Syahreza Atmadinata, calon suaminya Viona," ucap Marshal dengan cepat dan penuh penekanan.
Indra tercengang mendengarnya. Meskipun tidak percaya, dia tetap memperkenalkan dirinya juga. "Indra Patyadhika." Mereka melepaskan jabatan tangan. Indra memandangi Viona meminta penjelasan karena dia sangat terkejut mendengar ucapan Marshal barusan.
"Senang berkenalan dengan Anda," ucap Marshal dengan ramah. Indra hanya tersenyum canggung dan kembali memandangi Viona.
"Jadi, dia calon suamimu? Kenapa aku tidak tahu?" Senyuman pahit terukir di bibir Indra. Hatinya berdenyut nyeri di saat Viona menjawab pertanyaannya dengan anggukan kecil. "Selamat jika begitu, aku turut bahagia mendengarnya."
Viona memandangi Indra dengan tidak enak. Bisa dilihat dari ekspresi Indra, jika laki-laki itu merasa terluka. Dia hanya tersenyum menanggapi ucapan Indra. Laki-laki itu tidak tahu saja, jika Viona begitu tersiksa dengan pernikahannya nanti. Dia belum bisa menerima hal tersebut sampai saat ini.
"Kamu hebat, harapanku saja belum menapaki tangga pertama, tapi kamu sudah membuatku merasakan sakit akibat terjatuh sebelum bisa menaikinya."
Viona mengernyit mendengar ucapan Indra yang sangat berbelit dan susah dipahami itu. Apa maksudnya, kenapa Indra berkata seperti itu?
"Mari, Tuan! Apa kita akan melanjutkannya?" ujar Kolega Marshal sopan menghentikan mereka untuk kembali berbincang.
Marshal tersadar dari bingungnya dan mengangguk pada koleganya tersebut. Mereka kembali melanjutkan langkahnya untuk kembali melihat karya-karya yang di pamerkan di sana. Namun, langkahnya kembali terhenti di saat menyadari jika Viona tidak mengikutinya. Dia menoleh ke belakang. Viona masih bersama dengan Indra. Mereka melihat Marshal dengan tatapan yang sulit diartikan.
Indra memberanikan diri untuk mendekati Marshal. "Maaf Tuan, bolehkah saya bicara dulu sebentar dengan Viona?" izinnya penuh ragu.
Marshal terdiam sesaat untuk melihat Viona yang memandanginya penuh harap. Akhirnya dia mengangguk, mengizinkan Indra bicara dengan Viona.
Setelah mengucapkan, "Terima kasih." Dengan segera Indra membawa Viona keluar dari aula. Mengajak calon istri Marshal duduk berdua di kursi panjang yang ada di taman, tepat di depan gedung tempat pameran diselenggarakan. Mereka hanya terdiam merasakan semilir angin yang berembus menyongsong badan. Keduanya sibuk menyelami pikiran yang sangat sulit untuk diartikan bagaimana keadaannya sekarang.
"Viona ...." panggil Indra dengan lirih. Pandangan matanya ke depan. Memandangi indahnya taman yang ditanami berbagai jenis pohon dan bunga yang sudah bermekaran, mampu menyejukkan mata siapa pun yang melihatnya.
Viona duduk di sampingnya. Menoleh dengan alis terangkat. Tidak tahu kenapa, perasaan canggung begitu terasa di antara mereka.
Indra tersenyum kecut. Tetap memandang ke depan. "Apa harapanku tidak akan pernah terbalaskan?"
Viona menghela napas dalam. Sejak awal dia tidak pernah memberikan harapan pada siapa pun, tetapi Indra masih saja berharap padanya. Padahal sudah jelas dia tidak akan pernah bisa membalasnya. "Sepertinya seperti itu, Kak."
"Kenapa?" Indra menoleh ke samping.
"Kenapa?" Viona ikut bertanya. Dia tidak tahu Indra bertanya untuk hal apa.
"Kenapa kamu membuatku patah hati?"
Viona menunduk. Memainkan jemari di atas pangkuan. "Aku tidak berniat seperti itu, Kak. Semuanya terjadi karena tiba-tiba."
"Tiba-tiba?" Alis Indra terangkat. Tidak paham dengan kalimat yang Viona lontarkan barusan. Dia hanya merasa jika Viona sudah mematahkan harapannya. Padahal sudah lama dia menyukai Viona dan bersabar untuk menunggunya lulus kuliah. Tadinya, dia akan melamarnya setelah Viona lulus kuliah nanti. Karena adik dari Vino tersebut tidak mau menikah sebelum dia menyelesaikan pendidikannya.
Namun, kabar pahit harus ditelannya bulat-bulat. Penantiannya selama ini tidak bisa terbalaskan karena ternyata Viona lebih dulu akan menikah dengan orang lain. Sia-sia sudah harapannya selama ini. Dia sakit hati mengetahui jika Viona akan menikah secepat ini. Di mana janji Viona yang hanya akan menikah setelah lulus nanti? Kenapa dia malah mempermainkannya?
Mereka kenal sudah lama. Bahkan sejak Viona masih kecil. Keluarga mereka pernah menyatakan jika mereka dijodohkan. Lambat laun, Indra punya perasaan terhadap Viona karena gadisnya Heru tersebut sangatlah menarik perhatian. Bukan hanya parasnya yang cantik, Viona juga mempunyai hati yang begutu mulia.
Setelah Viona lulus SMA, Indra ingin melamarnya untuk membuat sebuah ikatan. Namun, Viona menolak dan mengatakan belum siap untuk berkomitmen dengan siapa pun. Dia ingin menyelesaikan pendidikannya dulu, baru akan memikirkan sebuah hubungan. Akhirnya Indra bersabar untuk menunggu Viona lulus kuliah. Mereka tinggal berjauhan karena Indra harus menekuri pekerjaannya sebagai pengusaha mengikuti jejak ayahnya di kita yang berbeda dengan Viona.
Tiga tahun mereka terpisah. Hanya sesekali bertemu, jika ada acara tertentu. Indra tetap setia menunggu Viona. Tidak disangka, jika Viona ternyata malah memilih untuk menikah dengan orang lain. Indra patah hati. Harapannya yang tertimbun selama tiga tahun lebih itu kini tidak mendapat balasan, melainkan pengkhianatan.
"Jadi aku harus mengubur harapanku ini?"
Viona mengangguk pelan. Dia juga tidak tahu sedalam apa perasaan Indra padanya. Yang dia tahu, Indra pernah mengatakan jika dia mencintai Viona dan berjanji akan menikahinya. Viona belum pernah menerima perasaan Indra, karena dia sama sekali tidak pernah punya perasaan yang sama padanya. Tapi, Indra sepertinya memang sudah menaruh harapan lebih, meskipun dia sudah sering menolak dan bahkan perjodohan di antara keluarga mereka sudah dibatalkan.
Indra membuang napasnya dengan gusar. Kecewa jelas terlihat di wajahnya. "Baiklah ... semoga pernikahanmu bahagia nantinya. Kita memang tidak berjodoh, ya. Mau tidak mau aku harus mengikhlaskanmu, meskipun aku tidak tahu butuh waktu berapa abad untuk melakukan itu ...."
Perasaan tidak enak Viona rasakan. Dia tidak bisa melihat wajah Indra yang terlihat kecewa seperti itu. Viona tidak menyangka jika Indra akan terluka mengetahui hal ini. Viona juga tidak tahu jika Indra masih menyimpan perasaan padanya. Lama tidak bertemu, dia kira Indra sudah punya kekasih di luar sana.
"Hahaha ... lucu sekali," Indra tertawa hambar. Memandang kosong ke depan. "tiga tahun aku hanya menunggu jodoh orang lain. Membuang-buang waktu saja, ya."
Viona hanya terdiam. Perasaannya semakin tidak karuan. Sampai saat ini dia juga masih belum percaya jika dirinya akan segera menikah. Karena keterpaksaan. Jika bukan karena tuntutan, Viona tidak mungkin mau melakukan sebuah pernikahan di usianya yang masih terbilang muda.
Viona hanya bisa meminta maaf karena tidak bisa membalas perasaan Indra. Ada alasan kuat di balik semua keputusannya tanpa Indra tahu apa yang terjadi sebenarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 271 Episodes
Comments
Michelle Avantica
Emang bener nungguin jodoh org itu sangatlah menyakitkan 😭
2021-02-07
2
👑
lanjut Thor
2020-12-16
1
👑
lanjut
2020-12-16
1