"Kita masuk lagi! Calon suamimu pasti sudah menunggu."
Mereka kembali masuk ke dalam gedung setelah lama berbincang, saling mengatakan semua perasaan masing-masing. Viona juga menjelaskan alasannya menikah dengan Marshal. Awalnya Indra tidak terima mendengar alasan itu. Tapi, setelah Viona mencoba meyakinkannya, jika dia baik-baik saja, Indra mulai merasa tenang. Dia sangat menyayangkan keputusan Viona. Namun, semuanya sudah terjadi, Indra hanya bisa ikut menguatkan Viona dari belakang. Dan berharap kebahagiaan akan menghampiri Viona nantinya. Ya, walaupun dalam hatinya masih berharap jika dialah yang menjadi suaminya.
Mereka menghampiri Marshal yang sedang memegang guci di tangannya. Melihat detail ukiran guci sendirian, karena koleganya sudah pamit sejak tadi. Marshal menoleh ke arah Viona dan Indra yang mendekatinya.
"Terima kasih, sudah memberikan saya kesempatan untuk bicara dengan Viona." ujar Indra.
"Oh, sudah?"
Viona mengangguk membalas pertanyaan calon suaminya.
"Kalau begitu, saya permisi dulu, Tuan." Indra berlalu setelah mendapat anggukan dari Marshal. Namun, sebelum benar-benar pergi, dia mendekati Viona. Mengusap tangan Viona lembut. "Doakan aku supaya cepat menemukan penggantimu! Menikahlah dengannya, aku sudah ikhlas." Dan dia pergi dari sana.
Marshal memandangi Viona dengan banyak pertanyaan berkecamuk dalam benaknya. "Kemari!"
Viona mendekat pada Marshal dengan bingung. Laki-laki yang menjadi calon suaminya itu memperlihatkan guci yang sedang dipegangnya pada Viona. Sangat cantik terbuat dari tanah liat dan diukir sedemikian rupa menjadi sebuah guci yang mempunyai nilai estetika yang tinggi dan bernilai mahal tentunya.
"Ini bagus tidak?"
"Bagus." Viona meneliti ukirannya. Memang sangat bagus dan terlihat mewah. Orang yang membuat guci kecil itu pasti mempunyai jiwa seni yang sudah tidak bisa dikatakan biasa.
"Suka?" Marshal kembali bertanya. Viona mengernyit memandangi Marshal dan guci bergantian. "Jika kamu suka, aku akan membawanya pulang. Nanti aku taruh di rumah kita," jelas Marshal yang menyadari kebingungan Viona.
Mengangguk untuk membalas ucapan Marshal, Viona kembali terdiam. Dia masih belum bisa merasa nyaman jika berada di dekat Marshal. Viona mengulum senyum karena Marshal benar-benar membawa pulang guci yang tadi dilihatnya. Ternyata Marshal seperti ibu-ibu, asal lihat barang bagus, langsung bungkus.
****
"Yang tadi itu siapanya kamu?" tanya Marshal memecah keheningan saat sedang berada dalam mobil menuju rumah Viona.
Duduk bersampingan dengan Marshal di kursi penumpang. Viona melirik sejenak. "Hanya kerabat jauh, Tuan."
"Benarkah, hanya kerabat?"
Viona mengangguk dengan cepat. Indra memang hanya kerabatnya, kenapa Marshal harus bertanya seperti itu? Apa dia tidak percaya padanya?
"Jawab jujur, padaku! Siapa dia sebenarnya? Aku yakin, dia bukan hanya sekadar kerabat, kan?"
Alis Viona terangkat dengan bingung. "Kak Indra hanya kerabat saya, Tuan. Beneran!"
Marshal masih tidak percaya dengan ucapan Viona. Perkiraannya, Indra bukanlah sekadar kerabat bagi Viona. Melihat tatapan Indra saat memandangi Viona penuh rasa, Marshal yakin ada sesuatu di antara mereka. "Lalu, kenapa sikapnya terlihat berbeda padamu?"
"Berbeda bagaimana, Tuan?"
Marshal berdecak. Memandangi Viona dengan tatapan penuh. "Cara dia mengutarakan perpisahan, terlihat ada sesuatu yang mungkin terasa berat. Dia juga bilang, semoga cepat mendapat penggantimu dan sudah ikhlas jika kamu menikah. Maksudnya apa?"
Viona diam. Daya telusur Marshal cukup tajam. Dia bahkan masih mengingat kalimat yang Indra katakan saat pamitan. Sekarang Viona bingung harus menjelaskannya. Tidak mungkin semuanya dia katakan pada Marshal yang belum kama dia kenal.
"Heh! Jawab aku! Jelaskan semuanya dengan jujur padaku!"
"Semuanya, Tuan?"
Pletak!
Viona tersentak kaget saat sebuah sentilan mendarat di keningnya. Dia mengusap keningnya serta meringis pelan. Ada rasa kesal pada diri Viona saat memandangi Marshal yang menurutnya terlihat menyebalkan, jika sedang banyak mengatur seperti itu.
"Jelaskan semuanya! Secara detailnya! Jangan ada yang tertutupi!"
"Secara detail?" Viona malah kembali bertanya dengan mata membulat sempurna. Marshal sampai kesal melihatnya. Satu sentilan kembali mendarat di kening Viona. Putri Heru tersebut kembali meringis pelan. Rasa kesal mulai menjalar dalam dirinya. Dengan terpaksa dia menjelaskan semuanya pada Marshal. Mulai dari perjodohannya dengan Indra yang batal karena Viona menolak untuk menikah muda serta perasaan Indra yang tidak terbalaskan olehnya.
"Tapi, jika kulihat, dia orang bermartabat. Kenapa kamu menolaknya?"
Viona menghela napas dalam. Marshal ternyata termasuk orang yang suka mengorek kehidupan orang lain. "Memangnya perasaan bisa dipaksakan, Tuan? Saya tidak bisa menerimanya karena saya tidak pernah punya perasaan padanya."
"Tapi, kamu menerimaku. Apa kamu punya perasaan padaku? Mencintaiku misalnya?" goda Marshal menaik turunkan alisnya di depan Viona yang malah memalingkan muka. Mendengus dengan kasar.
"Jika bukan karena tuntutan, saya juga tidak akan menerima Anda, Tuan," gumamnya, tetap memalingkan muka ke luar jendela.
"Kamu bilang apa barusan?"
"Tidak, Tuan. Mungkin Tuan salah dengar."
"Awas saja jika kamu memaki aku diam-diam, perusahaan ayahmu akan aku tenggelamkan."
Viona mencibir dalam hati. Sepertinya hidup Viona tidak akan mudah setelah ini. Melihat sikap Marshal yang seperti itu, dia jadi tahu, jika nantinya hidup Viona akan terkekang dengan berbagai larangan. Viona menggeleng pelan di saat pikirannya malah membayangkan kehidupannya setelah menikah. Tidak mendapat kebebasan dan terus tertekan. Hufth ... dia tidak mau. Semoga saja apa yang dia pikirkan tidak terjadi.
****
Sepulang dari pameran seni, Marshal mengajak Viona untuk makan dulu di restoran. Ingin Viona menolak, tapi dia tidak berani. Perasaan segan terhadap Marshal kini menjadi penghalangnya dalam mengeluarkan suara. Dia takut Marshal tidak suka dengan sikapnya yang berlebihan.
Saat masuk restoran, tangan Viona ditarik oleh seseorang. Viona yang kala itu sedang berjalan berdampingan dengan Marshal, menoleh dengan kaget. Namun, senyuman terbit di bibirnya saat melihat siapa orang yang sudah menariknya tersebut.
Tiga laki-laki muda serta tampan. Mereka adalah teman Viona jika sedang kuliah. Satu di antara mereka mendekat, yang tak lain adalah orang yang menarik tangannya tadi.
"Makin cantik aja kamu, Vi. Ngapain ke sini?"
"Mau makan. Kalian ngapain?"
"Nongkrong!" sahut mereka bertiga dengan kompak. Viona sampai tertawa geli mendengarnya. Dia menggeleng pelan melihat ketiga teman sekampusnya itu menatapnya dengan sejuta godaan. Mata yang berkedip nakal dan senyuman yang sangat menyebalkan.
Melihat interaksi mereka, Marshal tidak suka. Dia langsung menarik tangan Viona supaya menempel di tubuhnya. Ketiga laki-laki tersebut mengernyit dalam. Dia baru sadar jika ada seseorang di samping Viona. Mereka tersenyum ramah meskipun tidak mengenalnya.
Viona melirik Marshal dengan kesal. Menjauhkan diri dengan cepat. Dia tidak mau dekat-dekat dengan Marshal. Selain tidak nyaman, dia juga memang tidak mau.
"Siapa?" tanya Reno, salah satu dari tiga laki-laki tampan yang sedari tadi manatapnya penasaran.
Viona melirik Marshal sebentar. Dia tidak tahu harus menjelaskan Marshal sebagai siapa. Belum dia menjawab pertanyaan Reno, Marshal sudah merangkul pundaknya dengan posesif.
"Kekasihnya Viona. Kalian siapanya, ya?"
Ekspresi kaget dari tiga pemuda itu begitu kentara. Mereka memandangi Viona tidak percaya dengan mulut menganga. Viona hanya menunduk menahan malu. Kenapa juga Marshal harus bilang seperti itu? Meskipun mereka akan menikah, tetapi seharusnya Marshal tidak berkata seperti itu di depan temannya. Mereka tidak pernah tahu jika Viona punya kekasih, karena dia memang tidak pernah berpacaran. Semua mahasiswa di kampus juga tahu hal itu. Viona tidak pernah sekali pun digosipkan menjalin hubungan, keculli dekat dengan Sendi. Karena kedekatannya dengan Sendi sudah terjalin sejak masih SMA.
"Ya ampun, Sweety ... aku terkejut banget. Hatiku sakit mendengarnya. Kukira kamu masih free, makanya kami terus mengejarmu. Tapi, eh, ternyata ...." seru Banu dengan logat lebay dibuat-buat seolah dia memang patah hati yang diangguki oleh kedua temannya.
Viona semakin menunduk malu. Ingin sekali dia berlari jauh dari sana sekarang. Dia menengadah melihat pada Marshal saat tangannya digenggam oleh calon suaminya. Diteguknya ludah dengan susah payah. Viona takut melihat tatapan tajam Marshal padanya.
Ketiga pemuda tersebut masih mengoceh tidak jelas. Mengungkapkan semua rasa patah hati mereka pada Viona. Mereka memang suka mengejar-ngejar adik dari Vino tersebut. Karena Viona gadis yang cantik, baik dan punya tingkat keramahan melebihi batas normal, dengan mudah dia mendapatkan gelar primadona dari semua orang yang mengenalinya.
Banyak yang mengejarnya, bahkan tidak jarang juga yang mengungkapkan perasaannya hingga banyak juga yang mengajaknya untuk menikah. Namun, Viona tetap teguh pada pendiriannya. Dia tidak mau menjalin hubungan sebelum menyelesaikan pendidikan. Sudah banyak pemuda yang ia tolak dengan halus, namun mereka tetap mengejarnya. Viona diamkan saja selama itu tidak terlalu mengusiknya. Tapi, jika terlampau kesal, Viona juga tidak jarang menghajar mereka sampai mereka kapok dan tidak lagi mengejarnya.
"Maaf, kami tinggal dulu, ya," pamit Marshal pada ketiga pemuda yang masih mengoceh tersebut. Dia tidak peduli terhadap sekitar dan langsung menarik tangan Viona untuk mengikutinya dan menjauh dari mereka.
"Jaga pandanganmu! Jangan berlebihan jika berhadapan dengan laki-laki lain selain aku!" tegur Marshal saat mereka sudah menjauh dari temannya Viona.
Viona berdecak pelan. Kenapa Marshal sangat suka sekali mengatur hidupnya? "Mereka hanya teman saya, Tuan. Kenapa Tuan melarang saya seperti ini?"
Marshal melototkan matanya tajam. "Sudah kubilang jangan pernah membantahku! Kamu ini tidak paham-paham juga. Pokoknya aku tidak mau melihatmu berlebihan terhadap pria mana pun lagi!"
Viona mendengus kesal. Siapa Marshal sampai dia berani berkata seperti itu? Wajar saja jika dia tersenyum dan menyapa temannya, kan? Kenapa Marshal malah melarangnya, seolah dia adalah pemilik Viona. Mereka memang akan menikah, tapi menurut Viona sikap Marshal terlalu berlebihan.
Bersabarlah, Nak! Sepertinya hidupmu mulai tidak akan bisa terasa lega lagi, batin Viona menyahuti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 271 Episodes
Comments
👑
like
2020-12-16
1
DeputiG_Rahma
like datang, kembali, hadir ,lagi.....😁🖐🖐🖐🖐🖐
2020-12-12
2
Elisabeth Ratna Susanti
kudaratkan 10 like sampai sini❤️
2020-08-06
1