"Sudahlah, Tuan! Lupakan keinginan konyol itu dan berhentilah mondar-mandir seperti itu! Pekerjaan Tuan masih banyak yang harus diurusi daripada memikirkan tawaran gila itu," ucap asistennya dengan jengah.
Dia sudah bosan melihat sang majikan dari tadi hanya mondar mandir tidak jelas di depannya. Seakan tidak peduli dengan kertas-kertas dokumen yang belum diperiksa masih berserakan di atas meja kerjanya, majikannya itu malah memikirkan hal lain yang membuatnya seperti orang gila.
"Apa tuan Pratama benar-benar tidak tertarik dengan tawaranku? Kenapa dia belum juga menemuiku, Yo? Padahal aku sudah melancarkan rencanaku untuk mengikis perusahaannya."
Membuang napasnya kasar. Sang asisten semakin jengah. Majikannya itu selalu saja membahas hal ini.
Sudah dua hari berlalu setelah dia menjalankan rencananya untuk semakin mendesak perusahaan Heru hingga merosok ke ambang kehancuran. Tapi, Heru tidak kunjung menemuinya untuk meminta bantuan. Padahal dia sudah membuat perusahaan Heru hancur dan berharap Heru akan meminta bantuannya. Dengan begitu dia bisa menikahi anaknya Heru yang sudah dia inginkan sedari dulu.
"Cukup, Tuan! Kasihan tuan Heru. Sudah, kembalikan lagi saja perusahaannya. Percuma Tuan mengikis perusahaannya sekalipun, jika anaknya tidak mau menikah dengan Tuan. Buang-buang rencana saja," gerutu asisten dengan ketus.
"Aku tidak akan berhenti menggertak sampai bisa menikahi anaknya!"
Asisten itu hanya membuang napasnya kasar. Geleng-geleng kepala. Tidak mengerti dengan pikiran majikannya yang aneh ini.
***
Viona melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dia bingung dan frustasi setelah bertemu dengan Vino.
Bukannya dapat bantuan untuk bertemu dengan Marshal, Viona justru malah beradu argumen dengan Vino yang menurutnya jadi memusingkan.
Viona pun tidak mengerti dengan sikap kakaknya. Dan sekarang pikirannya kacau. Tidak tahu harus bagaimana dan harus melakukan apa.
Dia harus bertemu dengan Marshal tapi larangan dari Vino membuatnya kembali kebingungan.
****
"Gak. Kamu gak boleh menyetujui tawaran itu!" ucap Vino.
Viona jadi bingung menghadapi sikap kakaknya. Kenapa sekarang Vino malah melarangnya untuk menyetujui tawaran itu di saat Viona sudah memantapkan hati untuk menerimanya. "Bukannya kakak yang bilang, jika kakak berada di posisi aku kakak akan menyetujuinya? Kakak juga bilang sama aku kalo yang dipertaruhkan bukan hanya keluarga kita. Jadi, aku seharusnya tidak egois, kan? Kenapa kakak jadi melarang aku seperti ini?"
Vino membuang napasnya berat. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya. "Papa udah nolak tawaran itu, Dek. Kita juga gak mau kamu jadi korbannya. Oke, kakak akui jika ucapan kakak waktu itu untuk membujuk kamu supaya setuju dan perusahaan papa selamat. Tapi itu tidak berlaku untuk sekarang. Kakak gak mau kamu terpaksa menyetujuinya."
"Kakak itu plin plan, tahu gak?" bentak Viona menatap bingung. "Jadi aku itu harus gimana? Kemarin kakak bilang aku harus meredam ego sendiri demi orang lain. Sekarang giliran aku udah setuju kakak malah menentang. Mau kakak gimana? Jadi aku harus melakukan apa?"
Membuang napasnya kasar. Vino meraup wajah dengan tangan kanan. "Terlambat, Dek. Semuanya sudah terlambat. Tinggal menghitung hari, kita akan mengumumkan kebangkrutan di depan publik. Untuk apa kamu menyetujuinya juga? Papa sudah menolak tawaran itu beberapa hari yang lalu karena papa tidak mau kamu terpaksa menikah dengannya," jelas Vino dengan lirih. Menyandarkan punggung dengan lemah pada sandaran sofa.
Viona terdiam. Sekarang dia menyesal. Seharusnya dia lebih cepat dalam memutuskan persetujuannya. Jika sudah seperti ini, apa yang bisa dia lakukan? Viona tidak mau melihat keluarganya hancur. Melihat Heru yang terbaring lemah di rumah sakit saja, hati Viona sudah terluka. Apalagi jika harus melihat semuanya benar-benar hancur.
...
Dia menepikan mobilnya. Pikirannya sangat kacau ketika pertengkarannya dengan Vino beberapa waktu kembali teringat. Dia tidak bisa fokus mengemudi di saat dirinya sedang kacau seperti ini. Pikirannya melayang ke mana-mana.
Viona menyandarkan kepalanya dibundaran setir. Apa yang bisa dia lakukan sekarang? Dia tidak mau semuanya berakhir begitu saja. Perusahaan Heru harus bisa diselamatkan. Bagaimana pun caranya.
Viona mengambil ponsel dari dalam tasnya. Mencari nomor ayahnya dan segera dia hubungi. Tapi, tidak ada jawaban sampa panggilan kelima. Viona baru ingat jika ponsel ayahnya mungkin tertinggal di rumah.
Kembali terdiam. Viona menatap lurus ke depan lewat kaca mobilnya. Jalanan terlihat lumayan sepi karena hari baru menjelang tengah hari.
Ponsel masih dia timang di tangan. Siapa yang bisa dia tanyai untuk bisa menemui Marshal? Jika menghubungi Vino, itu tidak mungkin. Tapi kakaknya sudah bilang tidak akan membantu Viona bertemu dengan Marshal karena dia tidak membolehkan Viona menyetujui tawaran itu, sesuai perintah Heru.
Tapi, Viona dengan tekadnya yang sudah bulat tetap akan mencari cara supaya bisa menemui Marshal dan mengatakan kesediaannya menerima tawaran itu. Tapi bagaimana caranya? Viona terdiam kembali. Memejamkan mata guna mencari cara.
"Handphone papa," gumamnya dan segera menyalakan kembali mesin mobilnya.
Dia akan pulang ke rumah dan mencari ponsel milih Heru guna mencari tahu tentang Marshal. Di sana pasti ada nomor Marshal. Viona bisa dengan mudah menghubunginya dan meminta bertemu sekarang juga.
....
Segera dia turun dari mobil saat baru memarkirkannya di depan rumah. Viona bergegas menuju ruangan kerja Heru yang berada di jajaran ruangan belakang lantai dasar.
"Nona, sudah pulang. Apa keadaan tuan sudah membaik?" tanya salah satu pekerja rumah tangganya begitu Viona memasuki rumah.
Viona menghentikkan langkahnya dan tersenyum. "Papa sudah lumayan pulih. Maaf, Bi. Aku buru-buru mau ke ruangan kerja papa," sahut Viona yang langsung pergi ke ruangan Heru, membiarkan pekerjanya terdiam kebingungan melihat Viona yang tergesa-gesa.
Viona segera membuka pintu ruangan kerja Heru. Ternyata tidak di kunci dan itu sangat menguntungkan baginya. Hanya ruangan itu yang Viona tuju karena terakhir kali Heru ditemukan tidak sadarkan diri di sana. Jadi, Viona rasa ponsel Heru juga ada di sana karena Heru yang sedang dalam masalah seperti sekarang tidak pernah lupa dengan ponselnya.
Dan benar saja. Setelah lama mencarinya, Viona menemukan ponsel Heru di laci samping meja kerja ayahnya.
"Yah, kok, mati." Viona segera merogoh power bank dari tas selempang yang dia kenakan guna mengisi baterai ponsel Heru.
Setelah nyala, Viona langsung mengotak atik ponselnya untuk melancarkan tujuan awalnya. Dia mengetikkan nama "Marsal". Namun, sistem tidak menemukan nama kontak tersebut.
Apa dia salah mengetikkan nama? Jika dicari satu-satu akan lama karena kontak di ponsel Heru berjumlah ratusan. Mencoba lagi dengan mengetikkan nama "Tuan Marsal".
Sistem tetap tidak menemukannya. Tapi benar juga. Jika nama "Marsal" saja ditemukan sudah pasti nama selanjutnya juga ditemukan.
"Apa papa tidak menyimpan nomornya? Atau aku salah mengeja namanya?"
Viona melihat layar ponsel Heru lagi. Jarinya mengetikkan kata "Mars" dan sistem langsung menampilkan satu nomor kontak.
Viona bernapas lega. Ternyata dia salah mengeja nama. Seharusnya "Marshal" karena di sistem tertera nama tersebut. Tapi,
Viona terdiam melihat kontak ponsel tersebut. Rasanya tidak asing saat membaca nama lengkapnya.
"Marshal Syahreza Atmadinata," gumamnya.
Dia merasa tidak asing dengan nama itu. Apa Viona pernah mendengarnya?
Ah, Viona tidak peduli. Sekarang dia harus menghubungi nomor itu. Menggunakan ponsel Heru lebih baik karena Marshal sudah pasti mengenal nomornya.
Viona mengetikkan sebuah pesan pada Marshal, jika Heru ingin bertemu secara langsung untuk membahas tawaran yang waktu itu.
Sambil menunggu balasan, Viona duduk di kursi kerja ayahnya. Pandangannya tidak teralihkan dari layar ponsel Heru. Dia sudah tidak sabar menanti balasan.
Tidak lama kemudian ponsel Heru menampilkan balasan pesan. Buru-buru Viona membukanya.
:Bisa, Tuan. Kita bertemu di restoran Karamura. Satu jam lagi saya sampai di sana.
Buang napas lega. Viona memasukkan ponsel Heru ke dalam tasnya. Takut nanti membutuhkan saat tidak bisa menemukan Marshal di restoran, pikirnya.
Viona tidak langsung berangkat ke tempat janjiannya dengan Marshal. Dia ke kamarnya dulu untuk membersihkan tubuhnya yang terlihat kacau hari ini. Setidaknya dia harus terlihat lebih segar saat bertemu orang lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 271 Episodes
Comments
Elly Desi
syukaaa
2021-01-08
1
👑
next
2020-12-16
1