"Vi, pulang bareng, yuk!"
Viona baru saja keluar dari kelas. Melirik ke samping sejenak, dia berdecak. Sebenarnya tidak menengok ke samping pun, dia sudah tahu pemilik suara yang mengajaknya barusan itu siapa. "Gak, ah, Sen. Aku mau pulang sendiri aja." tolaknya ketus sembari terus berjalan menuju parkiran.
"Aku anterin aja, ya. Kamu 'kan gak bawa mobil," bujuk seorang laki-laki yang terus mengikuti langkahnya, kembali.
"Aku pulang bareng Frans."
Sendi, laki-laki itu menghentikan langkahnya. Menarik tangan Viona supaya dia juga menghentikan kakinya untuk menghindar.
"Apaan sih, Sen?" Viona melepaskan tangannya dengan paksa. Perlakuan Sendi sungguh sangat tidak disukainya.
"Kenapa kamu malah pulang sama Frans. Kenapa gak mau pulang sama aku?"
"Emangnya kenapa kalo aku pulang sama Frans? Apa urusannya sama kamu? Bukannya kamu udah gak peduli lagi sama aku, ya." Viona tersenyum meremehkan. Memang tidak mudah untuk mengindari Sendi. Terpaksa sekarang dia menghindarinya karena sejak kemarin dan sampai saat ini, dia sedang kurang mood untuk berhadapan dengannya.
"Jadi, kamu masih marah sama aku, karena kejadian kemarin, iya?"
Viona hanya diam. Mendelik jengah. Tidak mau melihat wajah Sendi yang menurutnya sangat memuakkan. Kejadian beberapa hari lalu masih teringat dalam memori. Viona sangat kesal pada Sendi.
Dihelanya napas dengan dalam. Melihat Viona yang malah mendelik, dia tahu alasan dibalik sikapnya yang berubah. "Aku minta maaf untuk kejadian kemarin. Aku gak ada maksud buat ninggalin kamu gitu aja, Vi." Wajah Sendi terlihat sangat menyesal. Dan memang dia sangat menyesal. Tidak menyangka jika apa yang dilakukannya waktu itu yang menurutnya hanya hal sepele, tetapi malah berimbas pada hubungannya dengan Viona.
Viona tidak peduli dengan permintaan maafnya dan tetap membuang muka. Dengan tega hatinya Sendi pergi meninggalkan Viona di kantin kampus begitu saja hanya demi mengantarkan seorang mahasiswi yang Viona tidak tahu siapa namanya. Bukan Viona cemburu, tapi dia hanya tidak suka ditinggalkan begitu saja. Viona juga sadar diri, dia memang tidak punya ikatan khusus dengan Sendi. Namun, seharusnya Sendi menghargainya dengan cara meminta izin atau bilang dulu jika mau pergi, bukannya malah pergi tanpa pamit seperti waktu itu.
***
"Rio, kita ke kampus putri Pratama! Rasa-rasanya aku ingin makan siang ditemani olehnya."
Asisten yang juga menjadi sekertaris itu mengangguk mendengar titahan dari majikannya. Mulai mengemudikan mobil setelah mereka sudah masuk di dalamnya.
-
Mobil berhenti di dekat parkiran kampus. Marshal tidak turun dari mobilnya. Dia hanya ingin menunggu Viona lewat dan langsung mengajaknya pulang. Karena diluar cuacanya sangat panas, jadi lebih baik dia menunggu di dalam mobil saja, pikirnya.
Setelah lama menunggu, terlihat Viona berjalan menuju parkiran diikuti seorang pria. Langkah Viona terhenti saat pria itu menarik tangannya. Terlihat mereka berdebat satu sama lain. Marshal dan Rio hanya menyaksikan dari dalam mobil tanpa menghampirinya.
Pikiran Marshal mulai bertanya-tanya, siapa laki-laki yang bersama Viona tersebut? Mereka terlihat sedang beradu argumen.
"Vi, aku minta maaf. Aku gak maksud ninggalin kamu gitu aja. Kemarin aku cuman mau nemenin dia ke perpus doang, kok, beneran! Kamu jangan marah gitu sama aku!" jelas Sendi, masih membujuk Viona dengan penuh rasa bersalah.
"Udah, deh, Sen. Aku gak mau bahas itu sekarang. Aku mau pulang."
Sendi menghela napas dalam menghadapi kemarahan Viona. Jika sedang dalam keadaan emosi, Viona terlihat banyak diam dan acuh. Sendi tidak mau berlama-lama dalam keadaan itu bersama Viona. Bagaimanapun caranya, dia harus bisa meluluhkan kembali sikap perempuan yang sangat dicintainya tersebut.
"Aku antarkan pulang, ya." Digenggamnya tangan Viona dengan erat supaya tidak berusaha menghindar. Namun, Viona tetap menghindar dan segera melepaskan tangannya dengan kasar.
"Apa, sih, Sendi? Mau apa lagi? Aku mau pulang bareng Frans."
"Ayolah, Vi ...! Jangan gini terus sama aku. Aku udah minta maaf sama kamu."
Viona tidak menghiraukannya dan kembali melangkah pergi. Sendi tidak berhenti sampai di situ. Dia segera mengikuti langkah Viona dan terus berusaha untuk membujuknya.
Mereka tidak menyadari jika gerak-geriknya tidak luput dari perhatian dua orang laki-laki yang masih berada di dalam mobil.
"Yo, pria itu siapa?" tanya Marshal pada asistennya. Dia semakin penasaran dan ingin mengetahui siapa sebenarnya laki-laki yang bersama Vioma tersebut.
Keberadaan Viona dan Sendi tidak jauh dari tempat mobil terparkir. Jadi, mereka bisa menyaksikan apa saja yang dua anak muda itu lakukan, meskipun tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Tapi, Marshal bisa menerka jika hubungan keduanya sangat dekat dan saat ini sedang ada sedikit masalah. Ekspresi wajah mereka begitu kentara menampilkan hal tersebut.
"Dia putra bungsu dari tuan Mahendra," sahut Rio dari kursi depan.
Alisnya tertaut tajam. "Putra Mahendra? Pemilik perusahaan Purwaka Grup?" tanya Marshal memastikan yang dibalas anggukan oleh Rio. "Ada hubungan apa Viona dengannya?"
"Tidak ada hubungan apa-apa, Tuan. Yang saya tahu, Sendi sangat mencintai nona. Dia selalu dekat dengan nona."
Marshal termangu mendengar penjelasan Rio. Asistennya itu bahkan sudah tahu nama dari laki-laki tersebut. "Dari mana kamu tahu tentang dia? Dan apa Viona juga mencintainya?"
"Bukankah Tuan pernah meminta saya untuk mencari tahu lebih banyak tentang nona? Dan untuk masalah cinta nona, saya tidak tahu, Tuan. Hanya sekilas pengetahuan saya tentang nona dan Sendi," jelasnya membuat Marshal kecewa karena tidak mendapat jawaban yang dia inginkan.
Sendi kembali menarik tangan Viona dengan cepat sehingga Viona terhuyung hampir terjatuh. "Kamu ini kenapa sih, Vi? Aku 'kan sudah bilang, aku sama dia gak ada hubungan apapun. Kenapa kamu masih saja marah sama aku?"
"Masalah kamu ada hubungan sama dia atau enggak, itu bukan urusan aku. Kamu mau pacaran sama dia juga gak pa-pa. Aku gak akan marah. Bukan hak aku untuk melarang kamu pacaran sama siapapun." Viona melepaskan tangannya dengan kasar. Ingin rasanya dia berlari kencang sekarang juga untuk menghindari Sendi. Teman dekatnya itu sangatlah mengesalkan. Viona ingin segera menjauh darinya sekarang.
"Aku cuma gak suka, jamu ninggalin aku gitu aja kemarin. Kamu harusnya bilang dulu sama aku kalo mau pergi. Bukannya malah ninggalin aku gitu aja tanpa alasan."
"Iya, aku tahu aku salah. Aku minta maaf! Aku cuma gak mau kamu kayak gini terus. Aku gak mau kamu diemin begini." Viona hanya mendengus kesal menatap wajah Sendi. "Aku anterin kamu pulang, Ya. Anggap aja nebus kesalahan aku sama kamu."
Viona berdecak kesal serta mee
mandangi Sendi dengan nanar. "Aku gak mau. Udah janji sama Frans mau pulang sama dia." Viona kembali melangkah untuk pergi. Muak rasanya jika terus berhadapan dengan Sendi. Tapi, langkahnya terhenti saat tubuhnya tiba-tiba berbalik karena seseorang menarik tangannya dari belakang.
Tersentak kaget saat tiba-tiba tubuhnya dipeluk oleh Sendi dengan erat. Sekuat tenaga Viona berontak, tetapi Sendi tetap tidak mau melepaskannya.
"Lepasin aku, Sen!"
"Tidak. Aku tidak akan melepaskanmu. Aku gak mau kamu giniin. Aku gak suka kamu diemin. Hatiku sakit jika kamu kaya gini. Aku sayang sama kamu, Vi. Aku gak mau kamu ninggalin aku."
Mengerjapkan mata beberapa kali guna memastikan jika apa yang dilihatnya adalah kenyataan. Marshal sampai tertegun melihat kejadian tersebut. Kenapa Sendi memeluk Viona? Dan calon istri Marshal tersebut terlihat berontak. Marshal jadi tidak yakin, jika di antara mereka tidak ada hubungan apapun. Melihat interaksi keduanya, dia yakin, mereka pasti punya hubungan.
Sebenarnya dia panas melihat hal itu. Calon istrinya dipeluk oleh laki-laki lain, jelas dia tidak terima. Ingin rasanya dia melabrak mereka dan segera membawa Viona hanya untuknya. Tapi, niatnya dia urungkan karena ingin melihat apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Rio, apa benar mereka tidak memiliki hubungan? Kenapa pria itu berani memeluknya?"
"Tidak, Tuan. Setahu saya, mereka memang tidak memiliki hubungan khusus hanya sebatas teman saja."
"Sendi, lepaskan aku!" Viona masih terus mencoba melepaskan pelukan Sendi yang semakin lama malah semakin erat. Tubuh Viona sampai terasa sesak dibuatnya.
"Aku tidak akan melepaskanmu. Aku sangat mencintaimu, Viona."
"Lepaskan atau aku akan sangat membencimu. Aku tidak akan pernah mau lagi bertemu denganmu!" ancam Viona keras. Sendi pun akhirnya menurut. Dia takut dengan ucapan Viona akan terjadi karena Viona bukan tipe orang yang suka bermain-main dengan ucapannya. Perlahan pelukannya dia lerai, namun tetap waspada karena takut Viona berlari jauh darinya.
Setelah pelukan terlepas Viona bernapas lega. Dia menatap Sendi dengan tajam serta melayangkan tangannya di udara.
PLAK!!
Sendi terbelalak mendapat tamparan manis dari Viona. Tidak percaya jika perempuan cantik tersebut berani menampar dirinya dengan begitu keras.
"Kenapa kamu malah menamparku?" Sendi memegang pipinya. Masih tidak percaya dengan apa yang barusan Sendi lakukan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 271 Episodes
Comments
👑
semangat
2020-12-16
1
OP_PRO
Semangat kak , lanjut terus ceritanya aku udah nungguin...
buat temen-temen aku kasih saran cerita yang menarik nih judulnya Mencintai bayangan dan psikopat cantik..
2020-10-10
1