Apa aku harus menyetujuinya?

Merenungi nasib adalah kebiasaannya dua hari ini. Dia masih enggan untuk keluar kamar bahkan untuk makan saja dia tidak mau meskipun sudah dipaksa beberapa kali oleh ibunya yang pertama mengetuk pintu. Kemudian ayahnya yang datang dan kembali meminta maaf. Juga terakhir dengan kehadiran Vino dan satu pelayan rumah tangga yang membawa banyak makanan ke kamar Viona.

Semua ajakan itu dia tolak dengan halus. Bukan makan yang dia inginkan, melainkan ketenangan dan jalan keluar dari semua masalah yang sedang dia hadapi. Kegusaran jelas terasa dalam dirinya, membuat Viona tidak merasakan yang namanya rasa lapar sama sekali. Hanya bimbang dan dilema yang terus dia resapi.

Setelah mendengar nasehat dari kakaknya, datang sedikit pencerahan dalam diri Viona. Tapi hal itu tidak membuatnya yakin untuk menyetujui. Penolakan dan rasa tidak maunya masih menghinggapi diri Viona. Dia tidak bersedia menikah dengan orang yang bahkan tidak dia kenal sama sekali. Lalu apa yang harus dia putuskan?

"Apa aku harus menyetujuinya?"

Pertanyaan yang entah sudah berapa puluh kali dia ucapkan pada diri sendiri. Viona terdiam kembali. Rasa ingin membantu ada dalam dirinya. Tapi rasa ragu untuk menyetujui masih menjadi kebimbangan besar dalam menentukan keputusan selanjutnya.

Apakah dia harus menolaknya?

Viona sudah tidak punya pilihan lain lagi. Dia juga seharusnya tidak egois dalam memutuskan sebuah harapan besar banyak orang. Ketidakrelaan menjadi tameng membuatnya gusar dan tidak tahu harus berbuat apa.

Jika dia menolak, jelas banyak nyawa dan masa depan yang akan menerima dampak terburuknya. Tapi jika dia menerima, hidupnya sudah tentu tidak akan terarah lagi. Dia harus menyerahkan hidup dan matinya pada orang bernama Marshal yang ingin menikahinya nanti.

Lalu apa yang harus dia lakukan?

Menerima tawaran, maka hidup banyak orang terselamatkan yang berarti dia harus masuk ke dalam jurang memilukan. Atau,

Menolak tawaran dan menjadikan masa depan banyak orang terabaikan yang berarti dia juga akan ikut menderita?

Jelas, pilihan pertama yang paling baik. Memang tetap akan ada yang tersakiti karena menjadi korban. Tapi, setidaknya tidak banyak dan hanya dirinya yang harus menderita.

Jika dia memilih pilihan kedua, maka tidak akan ada dampak baiknya. Memang Viona bisa terbebas dari pernikahan itu. Tapi, bagaimana dengan nasib keluarga dan karyawan papanya? Mereka akan sengsara hanya karena keegoisan Viona yang memilih untuk terbebas dari tawaran pernikahan.

Apakah dia bisa bersikap egois di saat rumit seperti ini? Jelas tidak bisa. Bukan saatnya mengutamakan diri sendiri saat ini. Jikalau pun dia menolak, sudah pasti dia akan tersiksa dan merasa bersalah pada semua orang yang ikut menderita.

Jadi, apa dia harus menyetujuinya?

Viona menjambak rambut dengan frustasi. Kenapa dia harus berada di posisi ini? Posisi yang membuatnya bingung memilih antara hidup dan mati. Posisi yang membuatnya harus menekan ego diri sendiri demi memikirkan hidup orang lain.

Kenapa? Kenapa pilihan ini harus ditujukan padanya? Apa tidak ada korban lain yang harus menderita seperti dirinya, sehingga semua keputusan berada di tangannya? Kenapa harus dia? Kenapa hanya dengan cara menikah? Tidak membunuhnya saja?

Rumit. Hidupnya menjadi rumit dalam waktu sedetik. Dia tidak tahu harus bagaimana dan harus menjawab apa.

Apa dia harus menikah dengan Marshal?

Menikah.

Memikirkannya saja tidak pernah. Tapi, tiba-tiba kata itu terucap di depannya dalam kondisi yang sangat membuatnya kelimpungan. Di saat dia sendiri masih punya banyak harapan yang ingin diwujudkan.

Bagaimana mungkin dia menikah dengan Marshal yang entah siapa dia. Viona bahkan tidak mengenalnya. Dan yang membuatnya semakin tidak terima karena menurut pemikirannya, Marshal adalah laki-laki berumuran sama dengan ayahnya.

Mereka sama-sama pebisnis, tidak mungkin ayahnya punya rekan bisnis muda yang berkuasa. Sudah pasti rekan bisnis ayahnya sudah tua dan hal itu membuat Viona tidak ingin menyetujuinya.

Tapi, bagaimana dengan nasib para karyawan Heru? Bagaimana masa depan keluarganya? Apa dia bisa bertahan dan membangun kembali keluarganya seperti semula jika kebangkrutan itu tiba?

Meskipun sudah meyakinkan diri sendiri bahwa dia bisa, tapi hatinya tetap ragu.

Bagaimana cara membangun kembali keluarganya menjadi seperti sekarang jika kemampuan Viona saja belum terlihat ahli di bidang apapun?

Dia sudah pasti tidak akan bisa membantu keluarganya merintis karir kembali meskipun kemungkinan itu ada. Tapi, sedikit peluang yang bisa dia dapatkan.

Viona bangun dari duduknya. Lebih baik dia segera berangkat kuliah daripada merenungi nasib yang entah kapan meperlihatkan hilal berakhirnya.

****

"Maaf, gue lama." Frans duduk di hadapan Aness dan Viona.

Dia baru saja keluar dari kelas membuatnya harus terlambat menemui kedua sahabatnya yang sejak satu jam yang lalu sudah menunggunya di kantin kampus.

"Iya, gak apa-apa," sahut Viona pelan. Sedang Aness, dia hanya menoleh pada Frans sebentar lalu mengalihkan pandangan pada mangkuk Mie ayam yang tinggal setengah.

Lima belas menit berlalu, Frans tidak hentinya memperhatikan Viona yang nampak banyak terdiam. Tidak seperti biasanya. Ada apa dengan anak ini? Dari tadi hanya memegang sendok yang dia siapkan untuk memakan Mie Ayam yang sudah dia pesan bersama Aness tadi. Tapi, Mie ayamnya tidak dia cicipi sama sekali. Bahkan Mie ayam punya Aness sudah ludes, sedangkan Viona hanya melihat mangkuknya dalam diam. Diajak mengobrol pun dia hanya menyahuti seadanya. Nampak aneh sekali.

"Vi, lo kenapa?" tanya Frans yang sudah dirundung keanehan sejak tadi. Viona tampak lesu sekali, bahkan matanya terlihat lelah. Ada apa dengannya?

Viona hanya menggeleng. Menyimpan sendok pada mangkuk. Dia tidak berselera makan. "Aku gak apa-apa, cuma lagi males banyak ngomong aja," timbalnya.

Aness dan Frans saling pandang. Sudah kenal sejak lama dengan Viona membuat mereka paham jika ada yang tidak beres dengan sahabatnya ini. Mereka tahu betul sifat Viona. Dan tidak biasanya Viona nampak kurang bergairah seperti hari ini. Gadis itu selalu bahagia di setiap hari, bahkan tidak pernah mengeluh. Tapi hari ini dia berbeda. Pandangannya saja terlihat sekali sedang tidak baik-baik saja.

"Lo sakit? Lo kenapa? Mukanya lelah gitu," tanya Aness mulai merasa cemas. Tapi lagi-lagi Viona hanya menggeleng dan tersenyum. "Terus kenapa gak dimakan?"

"Gak laper," ujarnya bohong. Padahal dia sendiri sudah dua hari tidak makan. Hanya minum susu segelas tadi pagi saat akan berangkat ke kampus. Itu pun dipaksa oleh ibunya.

Aness diam. Memandang Viona dengan aneh. Dia sentuh kening Viona. Lumayan panas membuat Aness jadi cemas. "Lo sakit? Kenapa gak bilang dari tadi. Yaudah, kita anterin lo pulang, ya?" Aness menatap Viona khawatir.

Frans ikutan panik. Dia nyentuh kening, pipi, dan leher Viona juga. "Lo panas. Kita pulang ya?"

Tapi, Viona malah menggeleng dan tersenyum. "Aku gak apa-apa, beneran. Kalian kenapa parno gitu? Aku cuma gak enak badan aja, dikit." Viona malah tertawa geli melihat kedua sahabatnya langsung sibuk sendiri.

Frans buru-buru berdiri. Mengambil tas Viona dari atas meja. Disampirkan ke bahunya dan langsung beranjak untuk membantu Viona bangun dari duduknya.

Aness juga ikut berdiri, langsung mapah Viona kayak orang tua yang berpenyakitan minta diantarkan ke kamar mandi. Viona tertawa lagi. Reaksi kedua sahabatnya ini terlalu berlebihan. "Aku gak pa-pa."

"Udah, gak usah banyak ngomong. Kita anterin lo pulang," sarkas Frans yang langsung jongkok di depan Viona. "Naik. Gue gendong sampe parkiran," ucapnya dengan tegas.

Viona hanya melongo melihat Frans yang berjongkok dan menepuk punggungnya sendiri untuk Viona naiki. "Frans aku gak papa."

"Naik!"

"Udah, naik aja biar Frans gendong lo. Gue tahu lo pasti puyeng kalo harus jalan," timbal Aness dengan panik.

Viona malah tertawa lagi. Memukul punggung Frans yang sudah siap untuk ditunggangi. "Aku gak papa. Bisa jalan sendiri, kali."

Frans yang udah panik serta cemas, langsung berdiri. Balik badan menghadap Viona. Tanpa bicara dia langsung gendong Viona ala bridal style. "Terpaksa. Lo gak mau nurut," ucapnya tidak menghiraukan Viona yang kaget dan langsung berontak minta diturunkan.

Tapi Frans tidak peduli. Tetap menggendong Viona sampai parkiran dan menurunkannya di kursi mobil bagian belakang ditemani Aness yang masih menampakkan wajah cemasnya.

Viona jadi kesal pada sikap mereka yang terlalu berlebihan itu. Apalagi saat berpapasan dengan mahasiswa lain ketika keluar dari kantin menuju parkiran, Viona merasa malu sekali. Mereka terus merperhatikan Viona yang berontak di dalam gendongan Frans.

****

"Aku bisa sendiri," tolak Viona pada Frans yang sudah siap di posisinya untuk menggendong Viona kembali. Membantunya turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah.

"Gak usah, Frans! Aku bisa sendiri," geram Viona. Frans masih saja tidak menghiraukan penolakannya. Dan melakukan hal yang sama seperti tadi. Langsung menggendong Viona dan membawanya masuk.

Dengan terpaksa Viona diam diperlakukan seperti itu oleh sahabat sekaligus sepupunya itu. Dia pasrah saja hingga di depan pintu, Lina menjerit histeris.

"Viona ...! Kamu tidak apa-apa?"

Viona yang baru saja turun dari gendongan Frans, menatap Lina dengan bingung. Kenapa ibunya terlihat panik seperti itu? "Mama kenapa?"

"Kamu yang kenapa? Apa yang sakit? Ini sakit? Apa kamu pusing? Mual? Lemas? Apa yang kamu rasakan, sayang?"

Viona hanya melongo. Tubuhnya diperiksa dengan tidak sabaran oleh Lina. "Mama kenapa, sih? Aku gak apa-apa, Ma."

"Sayang, kata Aness kamu sakit. Sakit apa? Apa yang sakit? Kenapa gak bilang sama Mama?" ucap Lina memeluk dan mengelus kepala anaknya dengan sayang.

Viona langsung menatap tajam pada Aness yang berada di samping Frans. Dia tidak suka dengan tindakan Aness yang berlebihan seperti itu. Dan lagi, kapan Aness memberitahukan ibunya? Kenapa Viona tidak tahu?

"Hehe, maaf, Vi. Abisnya gue khawatir. Jadi, tadi chat tante Lina." Aness cengengesan mendapat tatapan marah dari Viona. Dia jadi salah tingkah sendiri.

"Ada apa ini? Kenapa ngumpul di depan pintu?"

Mereka menoleh berbarengan melihat Heru yang akan masuk ke dalam rumah.

Frans dan Aness langsung menghampirinya dan mencium tangan Heru. "Viona sakit, Om. Makanya kami antarkan dia pulang," jelas Frans.

Heru tercengang. Jadi cemas dan langsung menghampiri Viona yang masih dipeluk oleh Lina. "Kamu sakit? Sakit apa? Udah ke dokter?" tanyanya penuh khawatir.

Viona membuang napasnya kasar. Menepis tangan Heru yang meneliti setiap tubuhnya. "Aku gak apa-apa. Jangan dengerin mereka! Aku baik-baik aja," ucap Viona jengah. Dia menatap kedua sahabatnya dengan horor.

"Bohong, Om. Viona kayaknya gak baik-baik aja. Dia bahkan gak mau makan. Dari tadi ngelamun terus. Kayaknya sakit, deh. Badannya juga panas," tutur Aness membuat kedua orangtua Viona semakin panik.

Heru langsung memerintahkan sopirnya untuk menyiapkan mobil pergi ke rumah sakit. Lina segera memanggil pelayan untuk menyiapkan perlengkapan Viona untuk ganti. Takut harus dirawat inap.

Viona harus meraup wajahnya kasar. Berteriak pada semua orang kalau dia tidak apa-apa.

"Aku baik-baik saja. Gak usah lebay, deh!" Viona melewati mereka begitu saja dan menaiki tangga dengan tergesa lalu masuk ke dalam kamarnya.

Menatap kepergian Viona dengan bingung. Mereka terdiam dengan pikiran berkecamuk heran. Hingga mereka tersadar saat sopir menghampiri.

"Mobilnya sudah siap, Tuan."

Terpopuler

Comments

Tua Jemima

Tua Jemima

iya bertele tele ceritax

2023-02-23

0

Mila Adelia Ra'e

Mila Adelia Ra'e

terlalu bertele-tele ceritanya

2021-02-26

1

Rustin

Rustin

bnyak yg aku skip....semangat thor

2021-02-25

1

lihat semua
Episodes
1 Tawaran
2 Aku harus bagaimana?
3 Apa aku harus menyetujuinya?
4 Penolakan
5 Menemui Putri Pratama
6 Mencurigakan
7 Makan siang
8 Penawaran kembali
9 Aku tidak bisa bersabar lagi.
10 Viona menyetujuinya?
11 Tidak mendapat jawaban
12 Menyampaikan keputusan
13 Menyetujui
14 Setelah Persetujuan
15 Mulai Tercekat
16 Siapa laki-laki itu?
17 Baru Calon Istri
18 Kenapa Kamu Membuatku Patah Hati?
19 Menikahlah dengannya, aku sudah ikhlas.
20 Ta'aruf
21 Minggu depan?
22 Saya meminta keadilan, boleh?
23 Bertemu Calon Mertua
24 Nikah
25 Ritsleting
26 Dia punya kekasih
27 Pikiran Konyol Nona
28 Menapaki Rumah Marshal
29 Begadang
30 Tidak percaya
31 Hanya Pelayan
32 Terlambat bangun
33 Bulan Madu?
34 Amanda?
35 Tidak marah
36 Kuli Panggul Macho
37 Guling Bernyawa
38 Tugas baru
39 Kondisi Sendi
40 Berkunjung
41 Cucu
42 Masih ada harapan
43 Terjebak sandiwara
44 Rahasia
45 Bosan
46 Ceraikan Dia
47 Diantar Pulang
48 Alasan
49 Istriku, bukan pelayan
50 Kekasih suamiku
51 Bukan saya, sungguh!
52 Itu ... Sendi?
53 Bendera Perang
54 Akan Kutunggu Jandamu!
55 Saya mencintainya, Tuan.
56 Bukan balas dendam
57 Lunch Box
58 Senang diperhatikan
59 Kesal
60 Maaf
61 Info!
62 Izin
63 Membujuk
64 Miskin
65 Apa kamu sudah mencintai Marshal?
66 Petuah
67 Hey, there! This your collections.
68 Status dan Cinta itu berbeda
69 Tidak mengerti
70 Tamparan
71 Bagaimana mau bahagia, jika cinta saja tidak ada?
72 Negosiasi
73 Perdebatan
74 Akibat mata rabun
75 Kembali tunduk
76 Berkenalan dengan Zean
77 Terlalu Rumit
78 Jatuh Cinta
79 Kejadian Tidak Senonoh
80 Zahra
81 Ditinggal ke luar kota
82 Check in Hotel
83 Bertemu Sendi
84 Patah Hati
85 Memuakkan!
86 Ketahuan
87 Pilih salah satu atau tidak dua-duanya?
88 Kacau
89 Kemarahan Kembali
90 Alasan Kebencian
91 Tanpa Sepengetahuan Marshal
92 Bersiap Mengakhiri Hubungan
93 Membujuk Michelle
94 Menginginkan perceraian?
95 Luapan Perasaan
96 Ke Persidangan?
97 Benar-benar pergi
98 Kenapa?
99 Mungkin kembali akan jadi solusi
100 Visual
101 Mulai sekarang, saya yang berkuasa.
102 Hanya satu bulan
103 Peluklah sesuka hati Tuan.
104 Kecelakaan
105 Kabar Mengejutkan
106 Tidak Berarti Apapun
107 Malah Semakin Memperburuk Hubungan
108 Seorang Marshal Mencintai Istrinya?
109 Cinta atau Obsesi?
110 Mengalah
111 Istri Keras Kepala
112 Menjenguk Sendi
113 Kamu mau nikahin seorang janda, kan?
114 Ruyam
115 Uji Coba?
116 Ternyata Hanya Obsesi
117 Menghindari untuk Memulai kembali
118 Awal Baru
119 Ratu dan Lebah Jantan
120 Takdir
121 Bertemu Lagi Dengannya
122 Harus Melupakan!
123 Khawatir
124 Aku Mencintaimu, Zahra.
125 Isi Dompet
126 Koleksi?
127 Cinta Pertama
128 Kamu Cinta Terakhirku
129 Selir?
130 Berapa istrimu sebenarnya?
131 Sikap Istri Tergantung Sikap Suami
132 Kalo Kamu Seperti Ini, Aku Pasti Gak Nyaman.
133 Pacaran Setelah Menikah
134 Keuntungan Berinvestasi
135 Suamiku Tampan
136 Undangan
137 Tidak Akan Memaksa
138 Dilabrak
139 Tidak Menyangka
140 Yang Sebenarnya ...
141 Berusaha Tegas Menghadapi
142 Manda, berhenti mengatainya!
143 Suami Berkencan, Istri Asyik Main Game.
144 Aku Mau Kamu
145 Minta dihamili?
146 Apa yang terjadi?
147 Amanda Bunuh Diri
148 Manda, Bertahanlah!
149 Menyinggung
150 Masalah Kesiapan
151 Ditinggal Lagi
152 Rahma Menangis
153 Melepaskan
154 Konsultasi
155 Manja
156 Hadiah
157 Honeymoon?
158 Viona Cemburu?
159 di Belakang Marshal
160 Membujuk Marshal Yang Sakit
161 Mau Makan Karena Ciuman
162 Bisikkan Michelle
163 Dia Tersinggung
164 Ingin Pulang
165 Sebuah Pengkhianatan
166 Membunuh Rio
167 Ada Apa Ini?
168 Rencana Berhasil
169 Dipermainkan
170 Ingin Jadi Istri Kamu Seutuhnya
171 Tibalah Saatnya
172 Keberhasilan
173 Kekesalan Viona
174 Kesal Berlanjut
175 Bukan begitu, Sayang.
176 Aku Makin Sayang Sama Kamu
177 Bersyukur Jadi Istri Marshal
178 Cukup Marshal Saja!
179 LDR-an. Melepas Rindu Lewat Sambungan
180 Kepanikan
181 Kecemasan
182 Ukiran Nama di Cincin Nikah
183 Penyebab Kebakaran
184 Gelisah
185 Pulang
186 Nyonya Pejabat
187 Malu
188 Orang suruhan nona Amanda
189 Viona Cemburu
190 Marshal Kecelakaan
191 Kekejaman Marshal
192 Penangkapan Amanda
193 Demi Kamu
194 Buronan
195 Dilema Lagi
196 Balik Lagi
197 Amanda Telah Dipenjara
198 Marshal Berbeda
199 Masalah Kecebong
200 Marshal Ingin Punya Anak
201 Membujuk Viona
202 Predator
203 Aquarium Buat Nyonya
204 Kapan Akan dipanggil Papa?
205 Membujuk Lewat Lina
206 Viona Menyosor Marshal
207 Lebih Baik
208 Semakin Manis?
209 Belanja Bareng Mertua
210 Membeli Pakaian Seksi?
211 Mau Punya Anak Seperti Zean?
212 Viona Ingin Berkencan
213 Berkencan
214 Ya ... nanti.
215 Akan Berangkat Bulan Madu
216 Melakukannya di Kamar Mandi?
217 Grand Opening
218 Nyonya Marshal Cemburu
219 Terakhir
220 Kantor Marshal
221 Nyonya Kesal, Kesal, KESAL!
222 Cemburu Viona Menyeramkan
223 Apa aku bisa menjadi seorang ibu, Chal?
224 I-iya
225 Viona yang Agresif
226 Kenapa harus dengan wanita itu?
227 Chal, aku rindu.
228 Kenapa Garmita yang menerima teleponnya?
229 Apakah Marshal masih mencintainya?
230 Viona Diculik
231 Siapa Laki-Laki Itu?
232 Semua Ide Rio
233 Kejutan yang tidak Mengejutkan
234 Negeri Sakura
235 Honeymoon Macam Apa Ini?
236 Pagi Cerah!
237 Nyonya Senang, Marshal Menang.
238 Chidorigafuchi
239 Tokyo Tower
240 Belanja Oleh-Oleh
241 Kabar Buruk
242 Berat Hati
243 Perhatian Viona
244 Viona Hilang
245 Kembali Meminta Untuk Bercerai
246 Mereka Sama-Sama Tersiksa
247 Viona Hamil?
248 Embrio
249 Rahma Siuman
250 Rujuk Uhuy!
251 Marshal Diusir
252 Sabar, Chal ...
253 di Bawah Kolong Meja
254 Bangun
255 Sabar
256 Nyonya dan Tuan
257 Si Dedek
258 Mirip Mama atau Papa?
259 Latihan Melahirkan
260 Viona Harus Ngidam
261 Rrrr ... hentikan!
262 Tidak Ingin Anaknya Mirip Marshal
263 Si Jagoan
264 Dasar gak peka!
265 Nama untuk Tuan Kecil
266 Viona Terjatuh
267 Mari Bersiap Bersama!
268 Memenangkan Perang
269 Akhir dari Sebuah Perjalanan
270 Huh, Extra Part!
271 Holaaaaaa ....
Episodes

Updated 271 Episodes

1
Tawaran
2
Aku harus bagaimana?
3
Apa aku harus menyetujuinya?
4
Penolakan
5
Menemui Putri Pratama
6
Mencurigakan
7
Makan siang
8
Penawaran kembali
9
Aku tidak bisa bersabar lagi.
10
Viona menyetujuinya?
11
Tidak mendapat jawaban
12
Menyampaikan keputusan
13
Menyetujui
14
Setelah Persetujuan
15
Mulai Tercekat
16
Siapa laki-laki itu?
17
Baru Calon Istri
18
Kenapa Kamu Membuatku Patah Hati?
19
Menikahlah dengannya, aku sudah ikhlas.
20
Ta'aruf
21
Minggu depan?
22
Saya meminta keadilan, boleh?
23
Bertemu Calon Mertua
24
Nikah
25
Ritsleting
26
Dia punya kekasih
27
Pikiran Konyol Nona
28
Menapaki Rumah Marshal
29
Begadang
30
Tidak percaya
31
Hanya Pelayan
32
Terlambat bangun
33
Bulan Madu?
34
Amanda?
35
Tidak marah
36
Kuli Panggul Macho
37
Guling Bernyawa
38
Tugas baru
39
Kondisi Sendi
40
Berkunjung
41
Cucu
42
Masih ada harapan
43
Terjebak sandiwara
44
Rahasia
45
Bosan
46
Ceraikan Dia
47
Diantar Pulang
48
Alasan
49
Istriku, bukan pelayan
50
Kekasih suamiku
51
Bukan saya, sungguh!
52
Itu ... Sendi?
53
Bendera Perang
54
Akan Kutunggu Jandamu!
55
Saya mencintainya, Tuan.
56
Bukan balas dendam
57
Lunch Box
58
Senang diperhatikan
59
Kesal
60
Maaf
61
Info!
62
Izin
63
Membujuk
64
Miskin
65
Apa kamu sudah mencintai Marshal?
66
Petuah
67
Hey, there! This your collections.
68
Status dan Cinta itu berbeda
69
Tidak mengerti
70
Tamparan
71
Bagaimana mau bahagia, jika cinta saja tidak ada?
72
Negosiasi
73
Perdebatan
74
Akibat mata rabun
75
Kembali tunduk
76
Berkenalan dengan Zean
77
Terlalu Rumit
78
Jatuh Cinta
79
Kejadian Tidak Senonoh
80
Zahra
81
Ditinggal ke luar kota
82
Check in Hotel
83
Bertemu Sendi
84
Patah Hati
85
Memuakkan!
86
Ketahuan
87
Pilih salah satu atau tidak dua-duanya?
88
Kacau
89
Kemarahan Kembali
90
Alasan Kebencian
91
Tanpa Sepengetahuan Marshal
92
Bersiap Mengakhiri Hubungan
93
Membujuk Michelle
94
Menginginkan perceraian?
95
Luapan Perasaan
96
Ke Persidangan?
97
Benar-benar pergi
98
Kenapa?
99
Mungkin kembali akan jadi solusi
100
Visual
101
Mulai sekarang, saya yang berkuasa.
102
Hanya satu bulan
103
Peluklah sesuka hati Tuan.
104
Kecelakaan
105
Kabar Mengejutkan
106
Tidak Berarti Apapun
107
Malah Semakin Memperburuk Hubungan
108
Seorang Marshal Mencintai Istrinya?
109
Cinta atau Obsesi?
110
Mengalah
111
Istri Keras Kepala
112
Menjenguk Sendi
113
Kamu mau nikahin seorang janda, kan?
114
Ruyam
115
Uji Coba?
116
Ternyata Hanya Obsesi
117
Menghindari untuk Memulai kembali
118
Awal Baru
119
Ratu dan Lebah Jantan
120
Takdir
121
Bertemu Lagi Dengannya
122
Harus Melupakan!
123
Khawatir
124
Aku Mencintaimu, Zahra.
125
Isi Dompet
126
Koleksi?
127
Cinta Pertama
128
Kamu Cinta Terakhirku
129
Selir?
130
Berapa istrimu sebenarnya?
131
Sikap Istri Tergantung Sikap Suami
132
Kalo Kamu Seperti Ini, Aku Pasti Gak Nyaman.
133
Pacaran Setelah Menikah
134
Keuntungan Berinvestasi
135
Suamiku Tampan
136
Undangan
137
Tidak Akan Memaksa
138
Dilabrak
139
Tidak Menyangka
140
Yang Sebenarnya ...
141
Berusaha Tegas Menghadapi
142
Manda, berhenti mengatainya!
143
Suami Berkencan, Istri Asyik Main Game.
144
Aku Mau Kamu
145
Minta dihamili?
146
Apa yang terjadi?
147
Amanda Bunuh Diri
148
Manda, Bertahanlah!
149
Menyinggung
150
Masalah Kesiapan
151
Ditinggal Lagi
152
Rahma Menangis
153
Melepaskan
154
Konsultasi
155
Manja
156
Hadiah
157
Honeymoon?
158
Viona Cemburu?
159
di Belakang Marshal
160
Membujuk Marshal Yang Sakit
161
Mau Makan Karena Ciuman
162
Bisikkan Michelle
163
Dia Tersinggung
164
Ingin Pulang
165
Sebuah Pengkhianatan
166
Membunuh Rio
167
Ada Apa Ini?
168
Rencana Berhasil
169
Dipermainkan
170
Ingin Jadi Istri Kamu Seutuhnya
171
Tibalah Saatnya
172
Keberhasilan
173
Kekesalan Viona
174
Kesal Berlanjut
175
Bukan begitu, Sayang.
176
Aku Makin Sayang Sama Kamu
177
Bersyukur Jadi Istri Marshal
178
Cukup Marshal Saja!
179
LDR-an. Melepas Rindu Lewat Sambungan
180
Kepanikan
181
Kecemasan
182
Ukiran Nama di Cincin Nikah
183
Penyebab Kebakaran
184
Gelisah
185
Pulang
186
Nyonya Pejabat
187
Malu
188
Orang suruhan nona Amanda
189
Viona Cemburu
190
Marshal Kecelakaan
191
Kekejaman Marshal
192
Penangkapan Amanda
193
Demi Kamu
194
Buronan
195
Dilema Lagi
196
Balik Lagi
197
Amanda Telah Dipenjara
198
Marshal Berbeda
199
Masalah Kecebong
200
Marshal Ingin Punya Anak
201
Membujuk Viona
202
Predator
203
Aquarium Buat Nyonya
204
Kapan Akan dipanggil Papa?
205
Membujuk Lewat Lina
206
Viona Menyosor Marshal
207
Lebih Baik
208
Semakin Manis?
209
Belanja Bareng Mertua
210
Membeli Pakaian Seksi?
211
Mau Punya Anak Seperti Zean?
212
Viona Ingin Berkencan
213
Berkencan
214
Ya ... nanti.
215
Akan Berangkat Bulan Madu
216
Melakukannya di Kamar Mandi?
217
Grand Opening
218
Nyonya Marshal Cemburu
219
Terakhir
220
Kantor Marshal
221
Nyonya Kesal, Kesal, KESAL!
222
Cemburu Viona Menyeramkan
223
Apa aku bisa menjadi seorang ibu, Chal?
224
I-iya
225
Viona yang Agresif
226
Kenapa harus dengan wanita itu?
227
Chal, aku rindu.
228
Kenapa Garmita yang menerima teleponnya?
229
Apakah Marshal masih mencintainya?
230
Viona Diculik
231
Siapa Laki-Laki Itu?
232
Semua Ide Rio
233
Kejutan yang tidak Mengejutkan
234
Negeri Sakura
235
Honeymoon Macam Apa Ini?
236
Pagi Cerah!
237
Nyonya Senang, Marshal Menang.
238
Chidorigafuchi
239
Tokyo Tower
240
Belanja Oleh-Oleh
241
Kabar Buruk
242
Berat Hati
243
Perhatian Viona
244
Viona Hilang
245
Kembali Meminta Untuk Bercerai
246
Mereka Sama-Sama Tersiksa
247
Viona Hamil?
248
Embrio
249
Rahma Siuman
250
Rujuk Uhuy!
251
Marshal Diusir
252
Sabar, Chal ...
253
di Bawah Kolong Meja
254
Bangun
255
Sabar
256
Nyonya dan Tuan
257
Si Dedek
258
Mirip Mama atau Papa?
259
Latihan Melahirkan
260
Viona Harus Ngidam
261
Rrrr ... hentikan!
262
Tidak Ingin Anaknya Mirip Marshal
263
Si Jagoan
264
Dasar gak peka!
265
Nama untuk Tuan Kecil
266
Viona Terjatuh
267
Mari Bersiap Bersama!
268
Memenangkan Perang
269
Akhir dari Sebuah Perjalanan
270
Huh, Extra Part!
271
Holaaaaaa ....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!