*•••••••⊰❁❁🦋Kalam Hikmah 🦋❁❁⊱••••••••*
Saudaraku, betapa banyak orang-orang yg telah durhaka kepada Allah Ta'ala. Dan rela bercape-capean, berletih-letihan sampai terwujud dosa-dosanya. Mereka mencari Neraka, tetapi rela untuk capek dan letih. Lantas kenapa para pencari Surga itu tidak rela utk capek & letih untuk mendapatkan rahmat, ampunan dan ridho dari Allah Ta'ala..!!?
Untuk mendapat kesuksesan dunia saja harus tertatih dan merasakan kelelahan yang luar biasa. Mungkinkah Surga bisa didapatkan dengan berleha-leha !? Yang nilai dunia "dibandingkan" Surga seperti setetes air dengan seluasnya lautan....??
__sᴛᴏʀɪᴇs ᴏғ ᴛʜᴇ ᴅᴀʏ__
•••••••••••••••••••••⊰❁❁🦋❁❁⊱••••••••••••••••••••
Malam itu, akhirnya Hidayah, memutuskan untuk berlatih sendirian dibelakang pondoknya. Dan tampak sekali ia begitu gigih dalam berlatih ilmu bela dirinya, yang sudah ia pelajari, beberapa hari ini dari Siddiq. Walaupun yang ia baru mempelajari dasar-dasarnya saja. Namun itu tak mengendorkan semangatnya untuk mempelajari ilmu bela diri. Dan disaat ia sedang fokus memperlancar gerakannya tiba-tiba terdengar suara seseorang memanggil namanya dari dalam pondoknya.
"Dik! Dik Nisah? Kamu dimana Dik?"
Mendengar panggilan tersebut, Hidayah pun langsung menghentikan gerakannya. Dan dengan spontan ia pun langsung berlari masuk ke dalam pondoknya sambil menyahut panggilan tersebut, yang ternyata itu panggilan dari suaminya.
"Iya Ustadz! Ana disini Ustadz!" sahut Hidayah, tampak nafasnya masih ngos-ngosan, akibat ia habis berlatih, ditambah ia berlari-lari saat memasuki pondoknya. Membuat Siddiq yang terlihat baru menutup pintunya langsung mengerutkan dahinya.
"Kamu dari mana Dik? Kenapa nafas kamu tersengal-sengal begitu, hm?" tanya Siddiq tampak penasaran.
"Eh, itu Ustadz, tadi Ana habis berlatih ilmu bela diri dibelakang, Ustadz," jawab Hidayah, berkata apa adanya.
Siddiq pun langsung tersentak setelah mendengar jawaban dari Hidayah, dan seketika ia teringat pada janjinya, yang katanya mau melatih Hidayah dimalam itu.
"Aah.. maaf ya Dik? Tadi di mesjid kedatangan bayan, jadi saya harus ikut musyawaroh. Dan ini baru saja selesai," jelas Siddiq, merasa bersalah pada istrinya.
"Oooh begitu rupanya? Ya sudah nggak papa ustadz. Kan masih ada hari esok lagi? Jadi Ustadz jangan merasa bersalah begitu dong, oke?" balas Hidayah dengan lembut. Seraya ia menyunggingkan senyum manisnya, membuat jantung Siddiq yang melihatnya tiba-tiba berdetak kencang.
"Eh.. hmm.. terima kasih ya Dik," ucap Siddiq, seraya ia mengelus dadanya yang dibagian kirinya. Tampaknya, ia sedang berusaha menenangkan jantungnya.
"Hmm.. terima kasih buat apa Ustadz?" tanya Hidayah, dengan memasang wajah polosnya. Membuat Siddiq yang melihatnya menjadi gemas. Dan ia pun dengan perlahan berjalan mendekati Hidayah.
"Terima kasih atas pengertiannya, Dik," katanya sambil tersenyum lembut dan sambil menoel pucuk hidungnya Hidayah. Lalu ia pun berlalu menuju ke arah dapur.
Sedangkan Hidayah, yang melihat kelakuan suaminya, langsung tertegun, sambil membulatkan matanya, "Hah? Benarkah itu Ustadz Siddiq? Tapi kemana wajah datarnya ya? Biasanyakan dia selalu memasang wajah datar, atau wajah dinginnya sajakan?" gumam Hidayah terdengar lirih, dengan pandangan yang terlihat masih mengarah ke dapur. Namun tiba-tiba saja Hidayah tersenyum tipis.
"Hm.. tapi senyumannya Ustadz, ternyata manis ya? Membuat wajahnya tambah tampan," sambung Hidayah terdengar lirih, dan sambil tersenyum-senyum sendiri. Hingga ia tak menyadari kalau Siddiq ternyata sedang memperhatikannya.
"Kamu kenapa Dik? Kenapa kamu senyum-senyum sendiri begitu, hm?" tanya Siddiq, sambil ia melipatkan kedua tangannya dan ia letakkan di bawah dadanya.
DEGH! Seketika jantung Hidayah, berdetak kencang, saat mendengar suaranya Siddiq dan dengan spontan ia menatap wajah Siddiq. Dan lagi-lagi jantungnya Hidayah kembali berdetak tak menentu, saat melihat wajah Suaminya yang terlihat sedang basah. Karena sepertinya ia baru saja dari kamar mandi. Apalagi saat melihat, pakaian suaminya yang ternyata telah berganti dengan kaos oblong berwarna putih. Sehingga bentuk tubuhnya yang perfect, tergambar begitu jelas. Membuat Hidayah melihatnya begitu canggung.
"Kenapa diam? Dan kenapa kamu memperhatikan saya sampai seperti itu, hm? Apakah kamu mulai terpesona melihat ketampanan suami kamu, hm?" ujar Siddiq, saat melihat kediamannya Istrinya. Dan hanya memperhatikan dirinya saja.
Mendengar perkataan suaminya Hidayah langsung tersentak, "Eh! Nggak ada papa kok Ustadz! Hmm.. ternyata Ustadz narsis juga ya orangnya? " balas Hidayah, seraya ia membalikkan tubuhnya, untuk menghindari rasa canggungnya. Lalu ia berjalan menuju ke sebuah meja yang berada diruang tamu, dan langsung duduk di karpet yang ditengah-tengahnya terdapat meja kecil tersebut.
Mendengar perkataan Hidayah, Siddiq pun langsung tersenyum, seraya ia berjalan menuju ke ruang tamunya juga, "Emangnya ada larangannya ya? Kalau seorang suami itu narsis pada istrinya sendiri?" katanya, lalu ia pun langsung duduk di karpet yang sama, tepat dihadapannya Hidayah. Dan hanya terhalang oleh meja kecil tersebut.
Mendengar perkataan suaminya, detakan jantungnya Hidayah, semakin nggak menentu. Dan hal itu membuat ia jadi salah tingkah, apalagi saat ini, tatapan suaminya sedang mengarah ke wajahnya. Membuat wajah jadi terasa begitu panas.
"Eh! A-apaan sih Ustadz! D-dan jangan menatap saya seperti itu Ustadz! Sayakan jadi malu!" protes Hidayah, terlihat begitu salah tingkah.
"Kenapa baru sekarang malunya hm? Bukankah tadi siang, saat mencium pipiku kamu tidak merasa malukan?" balas Siddiq, yang tampaknya ia sengaja mengingatkan Hidayah, pada peristiwa tadi siang. Membuat wajah Hidayah langsung memerah.
"Eh! Iiis..Ustadz! Ke-kenapa jadi ingat itu sih? Lagian, nggak ada larangan jugakan, bila seorang istri mencium suaminya sendiri?" ujar Hidayah, yang tampaknya ia sudah mulai berani, juga. Membuat Siddiq, semakin ingin menggodanya.
"Nggak ada sih! Malahan halal-halal aja kok. Jadi nggak papa juga dong ya? Kalau seorang suami, mau mencium istrinya juga, halalkan?" balas Siddiq, seraya ia menaik-turunkan kedua alisnya. Melihat mata Hidayah langsung membulat sempurna.
"Hah? Apaan sih Ustadz! Udah akh! Sebaiknya kita makan malam saja!" kata Hidayah, yang wajahnya terlihat begitu memerah. Dan untuk menutupi salah tingkahnya ia pun langsung membuka tudung saji yang menutupi makanan yang ia masak tadi. Melihat makanan yang terlihat masih utuh, membuat Siddiq, tampak mengerenyitkan dahinya.
"Loh kamu belum makan Dik?" tanyanya terlihat penasaran.
"Belumlah Ustadz, Nisahkan nungguin Ustadz," balas Hidayah apa adanya.
"Astaghfirullah.. maaf Dik Nisah, saya sudah makan di mesjid. Lain kali kalau jam segini, saya belum pulang. Itu artinya ada Musyawarah, dan pastinya akan ada makan bersama di sana Dik. Jadi lain kali kamu tidak usah menunggu saya ya? Kalau lapar langsung makan saja ya, Dik?" ujar Siddiq, tampak ia jadi merasa bersalah kepada istrinya.
"Ooh.. lalu gimana dengan makanan ini Ustadz? Kan kasian," balas Hidayah, tampak kecewa.
"Haiis.. ya sudah, kalau saya makan lagi deh," ujar Siddiq terlihat pasrah. Dan akhirnya mereka pun makan bersama, dengan penuh hikmat.
"Alhamdulillah.. betapa banyak rezeki yang engkau limpahkan pada hamba ya Rabb. Sampai perut hamba jadi kepenuhan..ukh.." ucap Siddiq dengan lirih, sambil memegang perutnya yang kenyangan. Hidayah yang mendengarnya langsung tersenyum lucu. Namun juga ia merasa kasian.
"Hmm.. ya sudah kita jalan-jalan yuk Ustadz? Biar perutnya tidak sebeh lagi," ajaknya.
...❁❁🦋❁❁...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Siti Zuriah
udh mulai nih pd bucin,kedatangan mertua dan mantan calon nya sidiq dan mertua udh ngasih restu beruntung jg ya bwt sidiq bs mulai membuka hati nya bwt dayah
2023-02-28
1
Pujiastuti
ciiieeee saling goda nih 😁😁😁😁
lanjut kak semangat 💪💪💪💪
2023-02-27
0
mudahlia
ciyeeee benih cintrong mulai tumbuh
2023-02-27
0