*•••••••⊰❁❁🦋Kalam Hikmah 🦋❁❁⊱••••••••*
Cobaan musibah yang Allah ﷻ beri itu adalah tanda dari Allah sebagai kafarat penghapusan dosa untuk mengangkat derajat keimanan kita. Ambil hikmahnya agar supaya Allah ﷻ mengubah keadaan menjadi yang lebih baik.
Berdamai dengan Allah dulu, bertaubat kepada Allah dulu, mohon agar Allah merahmati diri kita dan hamba-hambanya yang lain. Mohonlah agar dijauhkan dari segala bala bencana. Kita tidak tahu mungkin doa kita akan dimakbulkan oleh Allah s.w.t menjadi asbab terselamatnya hamba-hambaNya yang lain dari bala musibah yang turun."
__sᴛᴏʀɪᴇs ᴏғ ᴛʜᴇ ᴅᴀʏ__
•••••••••••••••••••••⊰❁❁🦋❁❁⊱••••••••••••••••••••
Setelah mendengar kesediaan dari Hidayah. Ibrahim pun langsung memanggil para Ustadz, dan para santri yang yang berada di padepokan, tersebut. Agar mereka menjadi saksi saat Siddiq mengijab Hidayah. Karena memang Ibrahim tak ingin menunda-nundanya lagi. Sehingga dihari itu juga Ibrahim sendirilah yang menikahkan Hidayah dan Siddiq. Dan kini keduanya sudah resmi menjadi suami istri.
"Alhamdulillah, akhirnya kalian sudah resmi menjadi suami istri. Jadi mulai besok kamu sudah bisa mengikuti pelatihan bersama Ustadz Siddiq dan ingat berlatih dengan giat. Tapi jangan lupa juga untuk selalu mengasah hafalannya, kamu pahamkan, Nak?" ujar Ibrahim, setelah acara ijab qobul telah selesai.
"Na'am kyai, Insya Allah Dayah, akan selalu ingat pesan Kyai," balas Hidayah dengan lembut.
"Alhamdulillah.. eh, tumben manggil Ustadz Kyai? Biasanyakan panggil Ustadz?" tanya Ibrahim lagi.
"Eh, itu Ustadz Siddiqkan manggil Ustadz, Kyai. Jadi sudah seharusnya Dayah manggil Ustadz Kyai juga," balas Hidayah, terlihat sedikit canggung saat menyebut nama suaminya.
"Aah.. kalau Kyai mah, di panggil apa saja ya monggo. Asal jangan manggil nama binatang sajalah," ucap Ibrahim, seraya ia tersenyum lembut ciri khas dirinya.
"Hehehe.. kyai ada-ada saja," ujar Siddiq seraya cengengesan karena ia merasa lucu mendengar ucapan sang Kyainya, "Oh iya, Kyai nginap disinikan? Biar saya menyiapkan ruangan untuk Kyai," lanjut Siddiq lagi.
"Aah, tidak Nak. Kyai harus pulang, soalnya tadi Kyai, tidak ngomong sama Nyai kamu. Jadi takutnya Nyai nunggu-nunggu lagi," balas Ibrahim, seraya ia bangkit dari duduknya.
"Eh, tapi ini sudah malam Kyai, dan penurunan bukit juga sangat jauh. Pasti Kyai juga sangat lelah karena pendakian tadi," kata Siddiq lagi. Yang tampaknya ia mencemaskan gurunya itu.
"Tidak papa Nak. Lagian Kyai jugakan sudah terbiasa. Ya sudah kalau Kyai pamit ya? Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatu,"
"Baiklah Kyai hati-hati di jalan ya? Wa'alaikumus salam warahmatullahi wabarakatu,"
Setelah mendapatkan balasan dari Hidayah dan Siddiq. Ibrahim pun langsung meninggalkan padepokan tersebut. Dengan ditemani oleh asisten juga selaku supirnya. Setelah gurunya sudah tak terlihat lagi, Siddiq mengalihkan pandangannya pada Hidayah.
"Mari Dik Nisah, ke pondok Saya," ajak Siddiq, dan hanya di anggukan oleh Hidayah, dengan canggung.
Setelah melihat anggukan dari Hidayah sidikbun melangkah keluar pendopo. Dan di ikuti oleh istrinya dari belakang. Keduanya terus berjalan menuju kebelakang pendopo. Dan ternyata disana terdapat beberapa pondok-pondok yang lumayan kecil dan berjarak lumayan berjauhan. Dan tampaknya pondok-pondok tersebut dikhususkan untuk para Ustadz-ustadz yang mengajar di sana.
Berbeda dengan pondok untuk para santri, yang bangunannya lumayan besar karena para santri bergabung ditempat itu. Sedangkan pondok untuk para Ustadz lebih kecil karena mereka tidur secara berpisah. Siddiq terus berjalan, padahal sudah beberapa pondok yang ia lewati. Hingga akhirnya mereka berhenti di sebuah pondok yang posisinya lebih berjauhan dan lebih dekat dengan hutan dan persawahan.
"Maaf ya Dik Nisa, pondok saya sedikit jauh, dan kecil. Tempatnya juga didekat sawah-sawah begini," ujar Siddiq, merasa tidak enak hati.
"Nggak papa kok Ustadz, saya malah suka, karena sepertinya tempatnya sangat nyaman kok," balas Hidayah sambil ia melihat sekeliling pondok tersebut.
"Alhamdulillah, kalau kamu suka. Ya sudah mari masuk Dik," ajak Siddiq lagi lalu ia pun membuka pintu pondok tersebut, "Maaf ya Dik, tempatnya kecil, dan kamarnya cuma satu. Tapi kamu jangan khawatir, karena saya nanti akan tidur di mesjid kok," katanya lagi sambil ia meletakkan tas ransel milik Hidayah disalah satu kursi kayu yang berada di sana.
Hidayah sedikit terkejut saat mendengar perkataan suaminya yang hendak tidur di mesjid, "Eh! Kok tidur Mesjid Ustadz? Apa kata para Ustadz yang lain nanti? Lagian Kitakan sudah suami istri. Jadi nggak papakan tidur satu kamar?" balasnya tanpa ada beban sedikitpun. Membuat Siddiq yang mendengarnya begitu terkejut.
"Eh! Ng-nggak papa sih! Cu-cuma Saya, takut Dik Nisah, merasa terbebani. Soalnyakan kita masih baru.." ujar Siddiq sedikit tergagap, sehingga Hidayah yang mendengarnya agak jengah dan akhirnya ia pun langsung memotong perkataan suaminya.
"Sudahlah Ustadz! Santai aja lagi. Lagian Nisah nggak mempermasalahkannya juga kok. Soalnya bagi Nisah selagi kita masih berada di jalur syariat-Nya. Insya Allah Nisah tidak akan protes, dan akan ikhlas menjalani rumah tangga kita kok Ustadz. Jadi Nisah berharap Ustadz juga akan begitukan?"
DEEGH!!
Seketika jantung Siddiq berdetak begitu kencang, saat ia mendengar kata-kata dari istrinya itu. Dan seketika itu juga perasaan, merasa bersalah pun menyeruak dihatinya. Pasalnya niat ia menikahi adik sahabatnya itu, hanya bermaksud untuk melindunginya saja selama ia belajar disana. Dan tidak bermaksud untuk yang lebih. Sebab ia sudah memiliki calon istri. Akan tetapi ketika Hidayah menyinggung kata syariat-Nya. Itu tandanya Hidayah, sudah menganggap pernikahan mereka, adalah pernikahan yang sebenar-benarnya.
"Dik, bisa kita bicara sebentar?" tanyanya terdengar lembut.
"Loh, inikan kita memang sudah berbicara Ustadz," balas Hidayah, terlihat heran.
"Oh..um.. itu Dik, maksudnya, saya ingin berkata jujur pada kamu. Jadi apakah kamu bersedia untuk mendengarkannya Dik?" ujar Siddiq terdengar gugup.
"Silahkan, katakan saja Ustadz,"
"Begini loh, Dik. Sebenarnya saya menikahi Adik, hanya berniat melindungi Adik, selama disini. Dan tak bermaksud untuk memiliki adik dengan sebenar-benarnya. Karena, saya sudah memiliki calon istri Dik. Jadi saya harap, adik jangan terlalu berharap sama Saya ya? Dan katakan pada saya kalau, Adik sudah memiliki seseorang yang..." ujar Siddiq yang akhirnya ia mengungkakan kebenarannya. Namun lagi-lagi Hidayah langsung motongnya.
"Ooh..gitu! Oke Ustadz saya mengerti kok! Jadi Ustadz tidak perlu khawatir, saya tidak akan mengganggu hubungan Ustadz sama calon istrinya. Tapi Ustadz, jangan pernah berharap, ada seseorang lagi yang akan datang pada saya! Karena bagi saya Ustadzlah Suami saya dunia akhirat!" balas Hidayah, seraya ia melangkah menuju ke kamar yang berada di pondok itu.
Sedangkan Siddiq terlihat begitu kaget mendengar kata-kata terakhirnya Hidayah, "Eh! Astaghfirullah.. ya Allah, apa yang telah aku lakukan? Kata-katanya Dik Nisah, seakan mencekik leher Ana! Ya Allah tunjukkan yang terbaik untuk Ana" batin Siddiq, seraya menatap pintu kamarnya itu.
...*•••••••••••⊰❁❁🦋❁❁⊱••••••••••••*...
Jangan lupa tinggalkan jejaknya ya guys dukung author terus yaa, Syukron 🙏🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
HARTIN MARLIN
benar apa di katakan Nisah
2023-05-08
0
Wanda Wanda i
oh got...
2023-04-01
0
embun99
awesome daya
2023-02-09
0