Memento Mori ( Ingatlah Akan Kematianmu )
"Di tahun 2023 masih ada toko jaman dulu?! Pemiliknya bo*doh atau gimana sih? Jaman sekarang 'kan semua orang pada belanja ke mall. Toko kaya gini mana laku! Mana namanya aneh banget lagi, Memento Mori. Ngga banget deh!"
Aku mendengar seorang gadis berseragam sekolah menengah atas, sedang berbicara pada temannya, tepat di depan tempat usaha yang kubuka. Tempat usaha ini terletak di sebuah jalan yang terkenal, karena dipenuhi jejeran pertokoan berkonsep jaman dulu.
Sebutan toko jaman dulu tidak sepenuhnya benar, karena pada kenyataannya, tempat ini juga menjual berbagai macam barang yang modern. Namun memang benar, hampir semua pengunjung malah lebih tertarik pada barang-barang jaman dulu yang kujual daripada barang modern yang bisa mereka dapatkan dengan mudah di mana saja.
Netraku masih melihat keduanya dengan pandangan antusias, dan bertanya-tanya apakah mereka berdua akan masuk. Setelah beberapa saat menunggu dan tidak terlihat pergerakan sama sekali, aku membalikkan badan ke arah rak yang memajang banyak jajanan yang sudah jarang orang temukan di jaman sekarang.
Tring!
Suara bel yang berdenting di atas pintu menandakan jika ada masuk ke mari. Dengan pelan, aku berbalik dan menemukan dua orang gadis berseragam tadi sudah berdiri di depanku.
"Permisi Kak, toko ini ngejual apa aja ya?" tanya salah satu dari mereka.
"Apa aja," jawabku singkat.
"Maksudnya gimana ya?"
"Toko ini menjual apa aja yang pembeli cari. Kalian nyari apa?" tanyaku balik.
Keduanya sempat bertatapan sejenak sebelum mengedarkan pandang ke arah rak-rak yang memajang banyak barang. Gadis yang mengataiku bo*doh menghampiri rak berisi pajangan jajanan dan yang satu lagi terlihat tertarik melihat rak pajangan mainan.
"Ini apa ya Teh?" tanyanya memegang sebuah mainan kecil berbentuk kepala hewan lucu.
"Tamagotchi," jawabku datar.
"Cara maininnya gimana?" Gadis itu mendekat dan mengulurkan benda itu padaku.
"Maaf, saya akan tunjukin kalau barang sudah dibeli."
"Oh gitu, maaf Teh. Ini pasti mahal ya?" tanyanya lagi.
"Ngga juga. Harganya sebanyak uang yang ada di saku kamu saat ini."
Gadis itu menatapku heran sebelum merogoh saku seragam yang ia kenakan. Dengan pelan, ia mengeluarkan uang sebanyak tiga ribu rupiah.
"Cuma ada segini," sahutnya lemas. Sepertinya ia sangat ingin memiliki Tamagotchi di tangannya.
"Maka segitu pula harga barang itu." Aku masih menjawab dengan santai.
Sepasang mata di depanku menyiratkan keraguan, namun tidak lama kemudian, tangannya terulur dan memberikan uang di tangannya.
"Saya terima uangnya," ucapku lirih. "Semoga kebahagian selalu menyertai kamu."
"Terus ini gimana cara maininnya?" Gadis itu bertanya pelan.
Aku balik mengulurkan tangan dan meminta Tamagotchi yang ia pegang. "Pertama, nyalakan dulu dengan menekan tombol ini. Kamu akan mendapatkan sebuah telur, yang dalam beberapa saat kemudian akan menetas. Jika sudah menetas, sebuah hewan akan terlihat di layar kecil ini. Tugasmu selanjutnya adalah merawatnya dengan baik. Memberi makan, memandikan, dan mengobati ketika sakit. Jika kamu merawatnya dengan baik, ia akan berumur panjang. Dan jika tidak, ia akan ma*ti."
"Kalo ma*ti gimana?" tanyanya dengan nada penasaran.
"Kamu harus mulai dari awal. Dari sebuah telur."
"Oh gitu! Jadi kaya peliharaan ya?" tanyanya lagi.
Aku mengangguk mengiyakan. "Tapi, ada satu hal terpenting yang harus kamu lakukan pertama kali. Beri nama peliharaanmu, saat ia masih menjadi sebuah telur."
"Emang harus?"
Aku mengangguk mengiyakan. "Berhati-hatilah dalam memberi nama. Karena nasib orang yang namanya kamu pakai, akan sama dengan nasib hewan di dalam situ."
Sepasang mata di depanku membola selama beberapa saat.
"Masih ada waktu jika kamu mau membatalkan transaksi jual beli ini," tambahku.
"Na, udah belum?! Ayo pulang, udah mau ujan. Bawain nih tas aku!" seru teman gadis di depanku yang ternyata sudah selesai melihat-lihat.
"Bentar Viona," jawabnya. "Kak, makasi ya? Saya pulang dulu." Gadis yang dipanggil Na oleh temannya ini pamit padaku, sebelum berbalik dan meninggalkan toko milikku dengan meninggalkan suara berdenting ketika pintunya ditutup.
***
Tring!
Aku menengok ke arah pintu yang ternyata masih tertutup rapat. Senyumku mengembang setelah melihat sebuah Tamagotchi yang minggu kemarin dibeli oleh seorang gadis pelajar, tergeletak di atas meja, tempatku minum teh beberapa saat yang lalu.
"Hahaha!" Aku tertawa saat melihat kertas kecil bertuliskan 'Viona' di bagian belakang Tamagotchi.
Mataku terpejam selama beberapa saat, sebelum menyalakan Tamagotchi di tanganku. Begitu menyala, sebuah gambar telur yang menunggu untuk menetas terlihat di layar.
"Viona terlalu bagus untuk menjadi nama seekor dinosaurus," ucapku pelan diantara senyuman sebelum menghembuskan napas panjang.
***
Tring!
Mataku berbinar dari balik meja konter, saat melihat gadis pelajar yang membeli Tamagotchi memasuki tempat ini. Dengan langkah ragu, ia tersenyum canggung dan berjalan mendekat.
"Kak, maaf. Tamagotchi yang kaya waktu itu aku beli, masih ada lagi ngga?"
"Kamu mau beli lagi?" tanyaku.
"Iya. Waktu aku beli beberapa hari lalu, tadinya mau aku kasih ke adik aku yang ulang tahun. Tapi, sepulangnya dari sini, Viona ngerebut Tamagotchi itu," jelasnya.
"Viona?"
"Iya, teman yang dateng ke sini sama aku," ia berkata lirih.
"Kenapa bisa Viona merebut barang punya kamu?" tanyaku lagi.
"Viona bilang, barang sebagus itu ngga pantes buat aku."
"Terus kamu ngasiin gitu aja?" Aku menatapnya lekat.
"Ya mau gimana lagi, Kak. Selama ini aku, mama, dan adik aku tinggal di rumahnya. Mama aku ART di rumah dia. Kalau aku nolak, perlakuan buruknya bakal lebih parah lagi. Dan bukan ke aku aja, ke mama dan ke adik aku juga."
Aku tersenyum sinis sebelum berjalan menuju ke arah rak yang memajang mainan. Setelah mengambil barang yang diinginkan gadis itu, aku berbalik dan berjalan mendekatinya dengan tangan terulur.
"Wah, ternyata masih ada!" serunya girang. "Tapi ini mirip sama Tamagotchi yang aku beli kemarin ya?"
"Bisa jadi," jawabku pendek.
"Tapi ngga mungkin sih. Viona kan udah ngerebut ini. Dan waktu aku ngeberesin kamarnya setelah dia meninggal, aku ngga nemuin Tamagotchi itu di mana-mana."
"Viona meninggal?" tanyaku memancing.
"Iya Kak. Dia sakit sampe akhirnya meninggal. Cepet banget lagi, cuma beberapa hari dari pertama kali jatuh sakit."
Aku hanya diam dan menatap gadis itu lekat hingga ia salah tingkah.
"Ini harganya berapa?" tanyanya memecah keheningan.
"Seharga apa yang ada di saku belakang celana kamu."
Gadis itu mengerutkan kening, lalu merogoh saku belakang celananya. Tangannya menggenggam tiga butir permen sebelum menatapku ragu-ragu.
"Cuma ada permen," ucapnya lirih.
"Maka seharga itulah Tamagotchinya." Aku mengulurkan tangan.
Dengan pelan, tiga butir permen beralih ke tanganku, diiringin wajah berbinar gadis itu.
"Terima kasih, Kak! Saya pulang dulu," pamitnya sebelum berbalik menuju ke arah pintu.
"Tunggu!" seruku.
Ia berbalik ke arahku dan menatap heran. "Kenapa?"
"Ngomong-ngomong, nama apa yang mau kamu kasi buat Tamagotchi itu?"
Gadis itu terlihat berpikir sejenak sebelum bersuara. "Tamagotchi. Aku mau ngasi nama Tamagotchi aja."
Aku mengangguk dan tersenyum saat gadis itu melambai dan membuka pintu. Saat pintu sudah ditutup dengan diiringi suara dentingan, aku terkekeh. "Anak pintar! Sepertinya untuk beberapa waktu, Tamagotchi itu ngga akan mendapatkan mangsa baru."
Dengan perlahan aku menuju ke arah pintu, dan membalik papan yang tertempel, sehingga orang-orang diluar bisa tau, jika toko Memento Mori sudah tutup.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
mochamad ribut
up
2023-02-02
1
mochamad ribut
lanjutkan terus othor
2023-02-02
1
Septi Wulansari
lah ada disini juga memento mori..Aku malah udah baca sampai end di fb
2023-02-01
1