Episode 5

"Yuk kita masuk? Liat di dalem sana, ada apa aja. Mama liat, mainan di dalem bagus-bagus," ucap seorang ibu pada anaknya yang berumur sekitar lima tahun, tepat di depan tokoku.

" .... "

"Kita liat-liat aja dulu. Kalau ngga ada yang Ade suka. Kita pulang lagi," lanjut sang ibu. Gadis kecil itu melihat sejenak ke arahku, lewat sebuah kaca besar dengan tulisan Memento Mori yang tercetak di sana.

Hingga akhirnya, Tring!

Sosok ibu dan anak itu sudah berdiri di ambang pintu yang terbuka. Namun mataku, justru lebih tertarik pada boneka beruang lusuh, dalam dekapan anak itu.

***

"Beberapa waktu lalu, ada tukang barang rongsok yang lewat di depan rumah, dan secara ngga sengaja ngejatuhin boneka beruang itu. Putri saya yang lagi bermain di halaman rumah, dengan segera memungutnya," ucap wanita di depanku sebelum menyesap secangkir teh yang kusuguhkan. Tidak jauh dari tempat kami duduk, putrinya sedang bermain dengan boneka beruang, tepat di kursi telepon.

"Saya gemes banget pengen ngebersihin boneka itu, tapi putri saya selalu nolak. Boneka itu selalu ia bawa ke mana aja, bahkan saat tidur dan mandi sekalipun."

Aku menatap wanita itu lekat dan menunggu cerita selanjutnya.

"Saya ngga tau kenapa, tapi hawa di rumah juga berbeda sejak boneka itu dipungut putri saya. Bukan saya percaya cerita mistis, tapi kenyataannya, saya sering kali ngeliat ada sosok anak perempuan kecil di rumah. Itulah kenapa, hari ini saya mengajak putri saya ke luar rumah, untuk mencari mainan pengganti."

"Ada keanehan dari tingkah laku putri Ibu?" tanyaku setelah keheningan tercipta selama beberapa saat.

"Ada. Putri saya sering ngomong sendiri di tengah malam. Ditambah juga akhir-akhir ini ia sering mengamuk tanpa sebab. Bukan sekali dua kali saya nyoba untuk ngebuang boneka itu, dan berkali-kali juga, putri saya bisa menemukan kembali boneka itu lalu membawanya pulang kembali ke rumah."

"Bonekanya kotor," responku singkat.

"Kotor?" tanya wanita itu tidak mengerti.

"Iya kotor. Memento Mori menyediakan layanan untuk mencuci boneka secara gratis, khusus untuk hari ini," jelasku.

"Sebenernya, saya lebih suka kalau boneka itu dibuang jauh. Bukan dicuci," balasnya lirih. "Udah cukup banyak keanehan di rumah kami sejak boneka itu dibawa pulang oleh putri saya."

Aku tersenyum simpul. "Seenggaknya, kalau bonekanya bersih, ibu ngga perlu takut anak ibu sakit."

Wanita itu kembali diam selama beberapa saat sebelum mengangguk. "Coba aja kakak tanya, mau ngga putri saya meninggalkan bonekanya di sini untuk dicuci."

"Serahin pada saya," timpalku pelan sebelum beranjak dan mendekati anak kecil yang masih mendekap bonekanya erat-erat.

"Boneka kamu perlu dimandiin karena kotor banget. Boleh kakak pinjam bonekanya? Nanti, sesudah dimandiin, kakak akan pakaikan sebuah gaun lucu untuk boneka kamu," aku bersimpuh di depan anak itu dan menatap matanya lekat. Tidak berapa lama, senyumku mengembang melihat ia dengan sukarela menyerahkan bonekanya.

***

Aku masih menggunakan gaun mandi saat beranjak untuk tidur dengan tubuh yang terasa lemas. Waktu sudah menunjukkan tengah malam, dan melingkupiku dengan keheningan yang mencekam. Netraku memindai kalender kecil tepat di atas meja samping tempat tidur dan menemukan jika lusa, gerhana bulan merah akan terjadi.

Dengan menghembuskan napas panjang, aku menaiki tempat tidur dengan perlahan. Gerhana bulan merah yang terjadi setiap 195 tahun sekali adalah saat di mana aku harus kembali ke lautan untuk memulihkan energiku. Di saat itu, aku akan kembali pada wujudku sebagai naga berekor perak, lalu menyelami lautan terdalam dan kembali ke daratan untuk menerima energi dari gerhana bulan merah hingga waktunya usai. Selama beberapa saat aku hanya berbaring gelisah di atas tempat tidur, hingga lambat laun terlelap.

***

" ... Ayo bermain."

"Ayo, ikutlah denganku ...."

Netraku membuka perlahan dan terkejut melihat penampakan sesosok gadis kecil berambut panjang, sudah duduk di atas perutku. Sosok itu menghilang setelah aku mengibaskan tangan, untuk kemudian bangkit dan duduk bersandar di tempat tidur. Tidak lama, sosok itu kembali muncul, berdiri di samping sofa, di mana aku meletakkan boneka beruang milik anak kecil yang tadi siang mengunjungi tokoku.

"Ayo, ikut aku, Kak ...."

Dengan perasaan kesal, aku turun dari tempat tidur dan mengambil boneka beruang itu. Sesuatu terasa melesak masuk ke dalam kepalaku, yang membuatku seketika terduduk di sofa. Sebuah penglihatan akan suatu kejadian, terlihat jelas di kepala seperti film yang sedang diputar.

Plash!

Seorang ibu dan anak sedang berjalan dan melihat-lihat pasar yang ramai di pinggir jalan. Sang ibu yang terlalu sibuk memilih buah yang akan dibeli, membuatnya lalai memperhatikan putrinya. Putrinya sendiri sedang tertarik melihat deretan rumah boneka yang dijual tepat di seberang jalan. Tangan kecilnya menarik baju sang ibu dan ia merengek agar diantarkan ke seberang.

Sayangnya, karena tidak sabar. Bocah kecil itu nekat menyeberang seorang diri tanpa melihat ke kiri dan ke kanan. Hal ini membuat sebuah motor yang melaju kencang, menyambar tubuh kecilnya hingga terpental jauh beberapa meter. Naasnya, dari arah berlawanan, muncul sebuah mobil bak terbuka pengangkut sayur yang tanpa bisa dicegah, kembali menyambar tubuh anak tersebut.

Anak itu tergeletak di aspal, dalam kubangan darah di antara teriakan histeris orang-orang sekitar. Tangan kecilnya masih memegang boneka beruang kesayangannya, yang lambat laun ikut tergenang oleh darah.

***

Aku berusaha menarik napas panjang karena kerongkonganku tercekat saat melihat penglihatan barusan. Awalnya, kukira ini hanyalah efek dari penglihatan, namun ternyata, sosok gadis kecil yang tadi duduk di atas perutku, kini telah mence*kik leherku dengan kencang.

Brug!

Sosok anak kecil itu terlempar dan menabrak dinding saat aku menepis tanganku kencang. Emosi mulai naik saat melihat sosok itu terkekeh mengejek.

"Tidak tau malu! Bisa-bisanya kamu menyerupai sosok anak kecil dan memanfaatkan kenangan anak yang ngga bersalah!" sentakku pada anak itu yang perlahan berubah wujud menjadi sosok nenek-nenek berambut putih acak-acakan dan bertubuh bungkuk.

Kik kik kik kik!

Tawa yang terdengar menyebalkan itu semakin membuatku kesal.

"Ikut sama nenek, Cu ...," ucapnya di sela-sela kekehan.

"Yakin nenek mau ngajak saya? Ngga akan nyesel?" Aku balik bertanya dengan nada meremehkan. "Udah berapa banyak korban nenek?" Bukan tanpa sebab aku bertanya. Dari penglihatan beberapa saat yang lalu, aku tau, jika orang yang menemukan dan menyimpan boneka beruang itu pada akhirnya akan jatuh sakit dan meninggal dunia. Kebanyakan korbannya adalah anak kecil.

Kik kik kik kik!

Bukannya menjawab, nenek menyebalkan itu malah tertawa. Namun, dengan tiba-tiba tawa itu berubah menjadi seringai, sebelum ia terbang melayang ke arahku dan kembali mence*kikku dengan kuat.

Aku terdesak mundur ke tembok di belakangku dengan napas yang mulai terengah. Dengan satu kibasan kuat, sosok nenek itu kembali terpental dan terbanting ke lantai. Sosoknya semakin mengerikan ketika ia memamerkan giginya yang tajam dan runcing.

"Keterlaluan!" teriakku mulai marah. Segumpal asap menyelimuti tubuhku diiringi dengan suara kilat yang menyambar di luar sana. Pandanganku lambat laun berubah menjadi berwarna merah, tanda emosi sudah mengisi setiap inci tubuhku. Bukannya takut, nenek itu malah semakin bersemangat untuk menyerangku kembali.

Tubuhku melayang di atas lantai diiringi suara kilat yang semakin sering terdengar.

"Atas nama penguasa alam semesta, dunia bukanlah tempat untuk jiwa-jiwa yang jahat! Enyahlah dari muka bumi! Malas animas fuge a facie terrae!" teriakku lantang sebelum sebuah kilatan petir menyambar sosok nenek itu dan memba*karnya hingga menjadi abu.

Brug!

Tubuhku terjatuh ke lantai dengan napas yang terengah-engah.

***

Tring!

Pintu terbuka dan menampilkan sosok ibu serta anak perempuan yang kemarin datang.

"Bonekanya sudah bersih," ucapku tanpa ditanya dan langsung menyerahkan boneka beruang yang sudah memakai gaun lucu.

"Wah, bonekanya udah mandi! Udah pake baju bagus juga," seru sang ibu kepada anaknya yang menerima boneka dengan mata berbinar.

"Bonekanya wangi," ucap anak itu polos yang menimbulkan senyuman di wajahku.

"Terima kasih banyak Kak, karena udah mau mencucikan boneka ini," ucap sang ibu menatapku. "Ini beneran gratis?"

Aku hanya mengangguk dan tersenyum simpul.

"Kalau begitu kami permisi," sambungnya setelah beberapa saat. "Oh iya, saya boleh mempromosikan toko Kakak ini ke beberapa sahabat?"

"Silakan aja. Tapi mulai besok, selama tiga hari, toko ini akan tutup. Saya ada keperluan ke luar kota," balasku datar.

Wanita itu mengangguk mengerti, lalu melambai ke arahku sebelum ia keluar dari Memento Mori bersama dengan anaknya, dan kembali meninggalkan suara dentingan saat pintu ditutup.

Terpopuler

Comments

Andini Andana

Andini Andana

ooowwwhhh.. bukan vampir tapi naga 🐉🐲 berekor perak 😎😚

2023-01-23

5

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!