Episode 15

Tring!

"Duduk Silas," suruhku tanpa membalikkan badan, karena sedang merapikan rak, dekat pintu hitam.

"Aku sudah menyuruh Kayes datang ke sini setiap waktu. Bukannya menurut, dia malah mengoceh panjang lebar tentang tanggung jawabnya menjaga gunung berapi. Kamu tau sendiri, kan? Ocehannya kadang membuat telingaku sa—."

Ucapan Silas langsung terhenti, karena aku yang berjalan menghampirinya, langsung mengeluarkan pisau naga dan meno*dongnya tepat di leher.

"Apa-apaan, Zexlys!" serunya dengan suara tinggi. Pusaran angin tiba-tiba muncul dari dalam tubuhnya dan membuat tokoku luar biasa berantakan.

"Maaf, aku hanya mau pamer kalau pisau naga, sudah menyatu dengan diriku." Aku berkata santai dan memperlihatkan pisau naga yang menghilang dalam genggaman tangan. "Oh ya, mudah buatku membereskan ini. Tapi maaf, Silas. Kamu yang membuatnya seperti ini, kamu juga yang harus kembali merapikan."

Aku berjalan menuju salah satu kursi dan duduk menunggu. Masih dengan tatapan tajam menusuk, Silas menciptakan pusaran angin kedua, untuk membuat ruangan yang sudah porak poranda kembali rapi.

"Tagihan beberapa snack yang rusak akan kuhitung," lanjutku singkat.

"Aku pikir, ada alasan lain sekedar pamer, yang membuatmu menyuruhku datang."

"Memang," aku menimpali. "Apa yang dilakukan Kayes sampai Lamashtu bisa melarikan diri? Bukannya gunung berapi tempat kita mengurung Lamashtu, sangat terisolasi?"

Silas menghembuskan napas panjang. "Hanya Kayes yang tau jawabannya, Zexlys. Orvyn bilang, begitu Lamashtu kabur, Kayes mencarinya ke mana pun. Mungkin ia merasa bertanggung jawab."

Aku menatap Silas lekat. "Aku tidak mencurigai Kayes sebagai kaki tangan Lamashtu. Aku hanya ingin tau, setelah Lamashtu kabur dan mempengaruhi Siren, pihak mana yang sekarang ia ajak bekerja sama."

Silas hanya diam tanpa merespon perkataanku.

"Dan pria yang menodongku dengan pisau Gaharu ... Aku tidak bisa menemukannya di mana pun. Bukan secara kebetulan ia datang di pagi buta untuk merampok di sini. Ada sesuatu yang sedang berjalan tidak pada tempatnya, dan aku tidak tau apa itu."

"Tenanglah. Aku dan Orvyn akan membantumu mencari informasi. Bagaimanapun, sudah tanggung jawab para penguasa empat elemen bumi untuk menyegel dan memusnahkan jiwa-jiwa jahat," sambung Silas terdengar pesimis. "Kalau begitu, aku pergi."

"Jangan lupa ganti rugi untuk snack yang rusak. Aku susah mendapatkannya akhir-akhir ini," balasku datar.

"Kamu memang naga air menyebalkan, Zexlys!" Silas berseru kesal sebelum keluar dari Memento Mori dengan meninggalkan suara dentingan.

***

"Di sini menjual pisau yang besar?"

Aku menatap seorang gadis dengan wajah rupawan.

"Pisau? Kamu kira di sini toko peralatan rumah tangga?" tanyaku balik yang membuatnya salah tingkah.

"Maaf, saya tadi masuk karena ngeliat beberapa cangkir cantik di meja dekat jendela. Saya kira toko ini menjual pisau. Kalau memang ngga ada, ya sudah. Terima kasih."

"Ada," potongku yang membuat gadis itu berhenti berjalan menuju pintu dan berbalik. "Walaupun bukan toko peralatan rumah tangga. Memento Mori menjual hampir semua barang yang dibutuhkan manusia."

Aku membuka sebuah laci meja konter yang terletak paling bawah, untuk mengambil benda yang dibutuhkan gadis di depanku ini.

"Pisau sebesar ini?" tanyaku.

"Iya, kayanya cukup besar," jawabnya sambil mengamati pisau di atas meja konter.

"Cukup besar dan cukup tajam, sampai bisa digunakan untuk memotong manusia."

Gadis itu tersentak dan menatapku bingung. "Maaf?"

"Saya bercanda. Itu cuma perumpamaan untuk menggambarkan betapa tajamnya pisau itu."

"Oh, saya pikir kenapa ... Keluarga saya mau mengadakan pesta hajatan, itulah kenapa, saya butuh pisau besar untuk memotong sapi," balasnya dengan suara ragu.

Aku tersenyum mengangguk. "Sapi ya?"

Keheningan tercipta beberapa saat sampai suara berdenting mengalihkan perhatian kami dan melemparkan tatapan ke arah pintu.

"Budhe, masih lama?" tanya seorang gadis yang baru saja masuk, pada gadis yang berdiri di depanku. Gadis itu tidak kalah rupawan, dengan rambut panjang hitam yang menjuntai. Dari keluwesan tubuhnya, bisa kuterka jika ia adalah seorang penari.

"Budhe?" tanyaku santai.

"Kami sepupu, namun sepupu saya ini lebih suka memanggil saya budhe," jelas gadis di depanku tanpa diminta.

"Oh seperti itu," responku singkat sebelum kembali menatap ke arah gadis yang baru saja masuk ke Memento Mori. "Kayanya kamu penari ya? Di sebelah sana ada beberapa topeng yang biasa digunakan para penari. Siapa tau kamu ingin nyoba."

Dengan wajah berbinar gadis itu mengangguk dan berjalan ke arah yang kutunjukkan.

"Seperti kesukaan kamu. Selalu memakai topeng untuk menyembunyikan jati diri," desisku pelan.

"Kenapa?" Gadis yang dipanggil budhe bertanya dengan mengerutkan kening.

"Ngga kenapa-kenapa. Jadi, mau pisau yang ini?"

Ia mengangguk dan membuatku dengan cepat membungkus pisau yang diinginkan, lalu memasukkannya ke dalam paperbag bertuliskan Memento Mori.

"Nduk Ayodya, udah beres liat-liatnya?" tanyanya sembari menoleh ke arah gadis yang sedang mencoba berbagai topeng.

Setelah menaruh topeng di tangannya, gadis itu mengangguk dan berjalan menuju ke arahku. "Topengnya bagus, nanti lain kali saya ke sini lagi ya?"

Aku mengangguk mengiyakan. "Silakan, dengan senang hati saya tunggu."

Keduanya pergi dengan membawa paperbag berisi pisau, dan membuatku tertawa ketika pintu tertutup. "Menyenangkan sekali bertemu dengan manusia-manusia yang melakukan segala cara hanya untuk mendapat keabadian hidup."

Terpopuler

Comments

Ai Emy Ningrum

Ai Emy Ningrum

Maksud nya perempuan yg dipanggil Budhe dan nduk Ayodya itu ngelakuin sesuatu atau ritual keabadian hidup kah 🤔🤔🤔🤔

2023-01-25

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!