Episode 8

Untuk mengalihkan pikiran dari Lamashtu, aku membuka Memento Mori saat langit masih gelap. Setelahnya, aku merapikan beberapa barang di dalam rak yang terletak tepat di samping meja konter panjang.

Tring!

Belum sempat aku berbalik untuk melihat siapa yang datang, langkah panjang terdengar dari belakangku, disusul dengan terasanya sebuah benda tajam dan dingin di kulit leher. Dengan tersenyum simpul, aku menunggu dalam diam.

"Jangan bergerak atau berteriak kalau ngga mau terluka! Cepet buka mesin kasir!" perintah suara berat seorang pria.

"Ngga ada mesin kasir, yang ada cuma laci tempat menyimpan uang. Kalau ngga percaya, liat aja sendiri," balasku tenang.

Sosok itu mendorongku maju untuk memeriksa laci di bagian dalam meja konter panjang dan memerintahkanku untuk membukanya.

"Langsung buka aja. Ngga dikunci kok," tambahku lagi.

Siulan pelan terdengar saat laci terbuka dengan tumpukan uang nominal tertinggi di dalamnya.

"Ternyata, toko yang ngejual barang-barang sampah, untungnya lumayan besar," lirihnya.

"Betul, itu kenapa saya memilih menjadi penjual barang-barang sampah, daripada mencuri atau merampok." Aku menimpali dengan suara datar.

"Si*al!" Makinya seraya menekan pi*sau yang sedari tadi ia to*dongkan di leherku. Dengan satu tangan, ia mengambil tumpukan uang, lalu menaruhnya di sebuah tas besar yang ia bawa.

Setelah beberapa saat, gerakan tangannya terhenti dan ia fokus menatap sebuah lampu berpendar yang berbentuk bola kristal tepat di atas meja konter. Aku tersenyum simpul dan menarik pisau yang ia pegang hingga terlepas dan jatuh di lantai.

"Lihat terus ke dalam bola itu. Lihat dan temukan kembali sosok dirimu yang dulu. Jiwa-jiwa yang tersesat, kembalilah pada kebaikan," bisikku lirih sebelum ikut melihat ke arah bola kristal yang lambat laun memberikan penglihatan masa lalu.

***

"Jangan nangis ya, Nak? Nanti kalau Ibu udah punya uang yang cukup, kita beli es krim di toko yang besar itu," ucap seorang wanita pada anak kecil laki-laki yang ia gendong di punggung.

Anak kecil itu menangis karena tergiur es krim yang dimakan anak majikan sang ibu, sesaat sebelum keduanya pulang. Selama ini, wanita tersebut bekerja sebagai tukang cuci dan setrika di sebuah rumah yang cukup besar, dengan upah mingguan yang nyatanya hanya mampu bertahan maksimal empat hari di dalam dompet karena banyaknya kebutuhan hidup.

Wanita itu kembali melangkah, karena anak dalam gendongannya sudah berhenti menangis dan merajuk. Dengan langkah tertatih karena beratnya beban di punggung, ia berjalan sejauh satu kilometer, sebelum sampai ke rumahnya.

Di sebuah rumah kecil kumuh berdinding triplek, keduanya merebahkan diri di atas sehelai tikar usang. Netra wanita itu berkali-kali menatap lembut wajah putranya yang berusia sekitar enam tahun. Napasnya perlahan berhembus, seolah berharap, jika dengan melakukan hal itu, beban hidupnya sedikit terasa lebih ringan.

Sudah dua tahun belakangan ini, ia hanya tinggal berdua dengan putranya di rumah peninggalan sang suami. Suami terbaik yang sayangnya harus menghembuskan napas terakhir karena wabah yang menyerang negeri ini hingga ke pelosok. Untuk bertahan hidup, ia melakukan pekerjaan apa saja selama halal dan bisa membuatnya mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari.

Hidup hanya berdua dengan seorang anak kecil, bukanlah perkara mudah. Ia harus bisa membagi waktu untuk bekerja sekaligus mengurus anaknya. Tidak sekali dua kali ia mendapat teguran karena kelakuan anaknya yang tidak bisa diam saat berada di rumah majikan.

Menjelang berkumandangnya adzan magrib, wanita itu membangunkan anaknya untuk mandi dan bersiap-siap sholat. Namun karena kelelahan, sang anak selalu kembali tertidur setelah berkali-kali dibangunkan. Sampai akhirnya, ia bangkit berdiri menuju ke kamar mandi sebelum kembali ke sisi anaknya yang masih tertidur lelap, untuk menggelar sajadah usang.

"Ya Allah ... Hamba tidak ingin menjadi manusia yang tidak tau diri dengan memintaMu untuk meringankan beban hamba. Tapi setidaknya, tolong kuatkan bahu hamba agar bisa mendidik serta merawat amanah terbaik dariMu," ucapnya terisak dalam doa sembari menatap wajah sang putra.

***

Aku menatap wajah pria yang beberapa waktu lalu meno*dongku dengan pi*sau dan menemukan jika air mata sudah membasahi wajahnya. Dengan kembali tersenyum, aku melirik ke arah bola kristal, di mana pria itu masih meletakkan pandangannya.

***

"Enak Nak, es krimnya?" tanya wanita itu yang dijawab anggukan dan tawa renyah dari anaknya. Tangannya dengan lembut mengusap rambut putra kesayangan dengan mata sedih. "Maaf ya? Ibu cuma bisa ngebeliin es krim yang paling murah."

Hatinya sakit ketika menyadari jika kemampuannya hanya sebatas membelikan es krim termurah. Namun, seketika ia tersentak dan beristighfar dalam hati. Ia memohon ampun karena sudah merasa tidak puas dengan apa yang sudah didapatkan. Seharusnya ia merasa bersyukur untuk hal sekecil apapun, alih-alih merasa sedih.

"Nak, tumbuhlah menjadi anak yang sehat dan kuat. Jadilah anak yang pintar agar kamu kelak bisa bermanfaat untuk orang-orang di sekitarmu. Jadilah setegar gunung, yang selalu kokoh saat kepanasan dan kedinginan. Jangan melakukan hal yang jahat sekecil apapun itu. Jadilah manusia berhati baik dan peduli pada sesama, walaupun kemiskinan mengepungmu, dan bekerja keraslah hingga dunia berada dalam genggamanmu," lirih wanita itu yang diakhiri dengan mengalirnya dua bulir air mata di wajahnya.

***

Brug!

Tubuh pria itu bersimpuh di lantai, sebelum ia menangis tersedu-sedu.

"Animas perditas redire ad bonitatem (jiwa-jiwa yang tersesat, kembalilah pada kebaikan)," ucapku lirih sembari menatapnya lekat.

Tidak berapa lama, pria itu bangkit berdiri dan berjalan pelan ke luar Memento Mori dan meninggalkan pi*saunya di sini. Aku sendiri, memungut pi*sau bergagang kayu yang terletak tidak jauh dari tempatku berdiri.

Keningku berkerut ketika tercium aroma wangi khas, dari pi*sau yang kini berada di tanganku.

'Kayu gaharu,' batinku. Kayu Gaharu dipercaya sebagian orang dapat menangkal ilmu hitam dan juga mengusir makhluk jahat yang biasa mengganggu manusia. Tidak mudah bagi manusia untuk mendapatkan kayu ini.

Dengan penuh tanda tanya, aku menatap ke luar, di mana pria itu berjalan menjauh dan berbelok di ujung jalan.

Terpopuler

Comments

Andini Andana

Andini Andana

kayu gaharu harganya mahal, baunya juga harum, bs untuk parfum

2023-01-24

7

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!