Episode 3

Tring!

"Permisi Kak, telepon di ujung sana bisa dipakai? Baterai ponsel saya habis," tanya seorang pemuda dengan napas terengah-engah.

Aku melirik untuk sesaat ke sudut yang ia maksud sebelum mengangguk. "Bisa, tapi kadang suka ada gangguan koneksi. Coba aja dulu."

Dengan segera, ia melangkah tergesa-gesa ke depan meja kecil dengan telepon hitam tua di atasnya, lalu menepuk dahi kencang sebelum kembali ke depanku.

"Saya lupa nomor telepon yang mau saya hubungi. Bisa ikut numpang mengisi daya, Kak? Tapi saya juga lupa bawa charger."

Tanpa bertanya aku mengulurkan tangan untuk menerima ponsel pemuda itu, lalu berjalan menuju pintu hitam, masuk ke dalam ruangan pribadiku.

Pemuda itu sendiri memilih duduk di meja minum teh dan menatap sekeliling tempat ini. Dengan segera, aku memutuskan membuat teh untuknya.

"Diminum dulu, sambil nunggu," kataku sembari menaruh secangkir teh.

"Terima kasih, Kak. Maaf ngerepotin," balasnya lirih. "Besok peringatan satu tahun meninggalnya papa saya, dan saya lupa ngasih kabar ke mama, kalau saya ngga bisa datang."

Tanpa berkata apa-apa, aku ikut duduk di salah satu kursi terdekat. "Kamu sibuk kerja?"

"Bisa dibilang gitu, Kak. Saya merantau dua tahun yang lalu. Dan sejak bekerja di kota ini, sekali-kalinya saya pulang ke kampung, waktu papa saya meninggal. Itu juga terlambat, karena saya cuma bisa ngeliat pusaranya aja. Padahal, banyak yang mau saya sampaikan pada beliau."

"Kamu bisa cerita ke saya, kalau kamu mau. Sambil menunggu ponsel kamu terisi," ucapku menyandarkan punggung.

Pemuda itu hanya tersenyum dan menyesap tehnya pelan. "Papa saya itu adalah seorang papa yang keras pada anak-anaknya. Beliau mengajarkan kemandirian dari sejak saya, serta adik dan kakak saya kecil. Kami dibiasakan untuk mengurus diri kami sendiri. Bahkan, papa menuntut kami untuk bisa mengerjakan pekerjaan rumah sederhana untuk membantu mama, di saat anak yang lain sibuk bermain. Ucapan beliau adalah perintah yang ngga bisa dilanggar."

"Galak?" tanyaku.

"Bisa dibilang begitu. Waktu itu saya pikir beliau galak dan juga kejam. Beliau ngga ragu memu*kul atau mencubit betis kami kalau kami ketahuan bolos mengaji, atau bercanda waktu lagi sholat berjamaah di mushola.

Beliau juga sering marah, kalau kami pulang bermain dalam keadaan menangis karena dipukul oleh temen. Papa bilang, kalau ada yang memukul, balas! Tapi, jangan mulai duluan." Pemuda itu menghembuskan napas panjang.

"Saya sempet nanya dalam hati, kenapa papa ngga seperti papa teman-teman saya yang keliatan sayang pada anak-anaknya. Papa jarang banget memeluk dan mencium kami. Bahkan waktu kami jadi juara kelas, papa cuma senyum dan mengusap kepala kami, tanpa memeluk atau mengucapkan selamat. Pokoknya papa saya berbeda dari papa kebanyakan."

Aku tersenyum simpul dan menatap pemuda itu lekat. "Ngga semua orang tua bisa dengan gampang mengekspresikan atau menunjukkan kasih sayang ke anak-anak mereka. Kadang, beberapa terlihat seperti ngga peduli. Tapi, saat anak-anak mereka dalam keadaan yang sulit, para orang tua ini biasanya yang pertama turun tangan untuk melindungi."

"Iya Kak, dan saya baru sadar itu sekarang, waktu saya harus merantau jauh dari keluarga. Didikan papa yang keras membuat saya bisa menempatkan diri di manapun. Saya ngga kaget lagi dengan kehidupan yang keras. Saya bisa mandiri, dan ngelakuin semuanya sendiri tanpa harus tergantung pada orang lain. Saya pengen banget bilang terima kasih ke papa, tapi sayangnya saya terlambat."

Kriiing!

Suara telepon yang terdengar nyaring menyela pembicaraan kami berdua. Denga pelan, aku bangkit dan berjalan ke arah sudut ruangan.

"Halo ...?" sapaku ketika sudah meletakkan gagang telepon di telinga.

" ... "

"Baik, tunggu sebentar," balasku.

Aku kembali berjalan menuju ke arah pemuda itu. "Ada yang mau ngomong tuh."

Wajah di depanku ini sontak terkejut untuk beberapa saat. Namun pada akhirnya, ia berdiri dan melangkah pelan menuju ke arah telepon.

"Halo?" sapanya sembari duduk di kursi kecil tepat di depan pesawat telepon. Netraku dengan jelas melihat begaimana napas pemuda itu tercekat dengan wajah shock. Ia terdiam selama beberapa saat.

"Papa? Ini Papa ...?" tanyanya berusaha meyakinkan.

" ... "

Mata pemuda itu menatapku lekat, yang kurespon dengan anggukan.

"Pa, gimana kabarnya? Angga kangen sama Papa. Maap, Angga terlambat pulang untuk menemui papa," ucapnya terbata-bata.

"Pa, papa bener. Dunia ini terlalu keras buat Angga. Kehidupan di luar sini ternyata kejam. Angga sekarang tau susahnya nyari uang, susahnya menahan lapar di waktu Angga ngga punya makanan, susahnya bergaul dengan orang-orang baru, bahkan susahnya bertahan diantara orang-orang sekitar yang meremehkan Angga.

Tapi ... Karena ajaran dan didikan papa, pada akhirnya Angga bisa mengatasi semua ... Angga baru sadar, didikan keras papa selama ini, justru untuk kebaikan Angga sendiri. Angga sekarang ngga pernah melalaikan waktu sholat, dan ibadah yang lain. Angga ngga pernah ambil pusing kalau ada yang mengganggu Angga di kantor, ngga seperti waktu dulu Angga digangguin temen-temen bermain. Angga bahkan bisa membela diri Angga sendiri, sewaktu banyak pihak yang menyudutkan Angga. Dan itu semua karena papa ... Berkat papa, Angga bisa menjadi pribadi yang tangguh." Pemuda itu mengusap matanya pelan.

"Maaf, Angga terlambat dateng buat ketemu papa. Angga cuma mau bilang makasi banyak, buat semua yang udah papa lakuin ke Angga. Papa sering nyubit Angga waktu Angga melalaikan sholat dan mengaji, itu karena Papa ngga mau Angga melalaikan perintah Allah. Papa ngga pernah memuji atau bertingkah berlebihan saat Angga jadi juara kelas, itu karena papa ngga mau Angga jadi anak yang sombong. Papa selalu marah dan nyuruh Angga ngebales orang yang udah nyakitin Angga, itu biar Angga bisa membela diri sendiri. Dan papa menempa Angga agar mandiri dari kecil, itu agar Angga bisa mengurus diri Angga sendiri. Angga baru sadar sekarang, setelah jauh dari papa."

Aku masih menatap datar pemuda itu yang kini telah berlinang air mata.

"Makasi banyak Pa, buat semuanya. Makasi udah membuat Angga menjadi pribadi yang ngga mudah menyerah, yang bisa melakukan semua sendiri, yang bisa bertahan hidup di tempat asing, yang bisa tegak berdiri di dalam badai. Makasi banyak Pa.

Maafin Angga, belum bisa bikin papa bahagia. Maafin Angga kalau dari kecil cuma bisa nyusahin papa. Maafin Angga kalau udah bikin papa khawatir selama ini. Andaikan Angga bisa dilahirin kembali, berapa kali pun Angga tetap ingin menjadi anak papa. Makasi banyak pa, buat semuanya. Angga sayang papa." Pemuda itu menaruh gagang telepon, lalu menutup wajahnya sebelum menangis tersedu-sedu. Aku sendiri bangkit menuju ke ruang pribadiku, dan kembali dengan membawa ponsel yang sudah terisi setengah.

"Makasi, Kak," sahutnya ketika aku menyodorkan ponsel yang bergetar karena ada panggilan masuk.

"Halo Ma? Iya ... Angga pulang kok. Ini mau ke terminal. Tunggu ya, Ma? Angga pulang ...," ucapnya lirih sebelum menutup telepon.

"Jadinya mau pulang aja?" Aku memancing.

"Iya Kak ... Saya sekarang cuma punya satu orang tua. Saya ngga mau nyesel lagi. Sejauh apapun jarak, selama masih di dunia, masih bisa diusahain untuk bertemu. Saya ngga mau nyesel lagi seperti waktu papa meninggal. Saat ini, secanggih apapun transportasi, sebanyak apapun uang yang saya punya, tetep aja ngga akan bisa bikin saya bertemu dengan papa saya lagi."

Aku hanya tersenyum dan mengangguk.

"Makasi ya Kak. Udah dibolehin numpang di sini. Ternyata saya dapet kejutan luar biasa," sambungnya bangkit berjalan, dan mengambil tasnya di meja minum teh. "Saya pamit dulu."

"Hati-hati di jalan," balasku singkat sebelum ia melambaikan tangan dan berjalan ke luar. Dentingan bel di atas pintu, mengisi indera pendengaranku saat sosok pemuda itu berjalan menjauh dari Memento Mori dan berbelok di ujung jalan.

Terpopuler

Comments

Ai Emy Ningrum

Ai Emy Ningrum

💞💕💞💕♥️♥️♥️♥️

2023-01-23

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!