Episode 11

Tring!

"Permisi Kak, mau liat-liat dulu boleh?" Salah satu dari tiga orang gadis yang datang, bertanya padaku.

"Silakan," jawabku datar.

Mereka berpencar dan melihat ke arah yang berbeda. Satu dari mereka, menuju ke rak yang berisi buku-buku dan barang-barang bekas, yang umurnya sudah lumayan tua.

"Ini apa Kak?" tanyanya tidak lama kemudian, dan mendatangi meja konter dengan membawa sebuah papan kayu bertuliskan abjad dan angka, serta kata 'YA' dan 'TIDAK'.

"Papan Ouija." Aku merutuk dalam hati, karena ceroboh menaruh benda itu di tempat yang bisa dijangkau pembeli.

"Papan Ouija? Fungsinya buat apa?" tanyanya lagi.

"Untuk ritual permainan memanggil hantu," jawabku lirih. Rasa was-was mulai menyelinap ketika melihat gadis di depanku ini tersenyum.

"Kaya boneka jalangkung?"

"Ya. Seperti itulah kira-kira," aku menjawab dengan nada ragu.

"Berapa harganya?"

"Maaf, barang itu ngga dijual. Bisa saya ambil?" tanyaku dengan tatapan tajam.

"Yah, aku kira dijual." Ia memberikan papan itu padaku, dan berbalik menghampiri kedua temannya.

Aku menaruh papan tersebut di rak barang-barang, tepat di dekat pintu hitam. Setelahnya, aku membantu mereka mengambilkan beberapa barang yang letaknya cukup tinggi.

Lumayan lama waktu yang mereka perlukan untuk melihat-lihat, sampai akhirnya setumpuk barang-barang sudah teronggok di meja konter. "Berapa semuanya, Kak?"

Aku menghitung harga barang satu persatu sebelum menjawab, "Tujuh puluh ribu."

Bukan uang yang kudapatkan, melainkan tatapan tidak percaya. "Yang bener, Kak? Masa tujuh puluh ribu?"

"Lima puluh ribu kalau gitu," balasku lagi. "Maaf, saya ngga bisa ngurangin harga lagi."

Setelah membayar, mereka bertiga keluar dengan beberapa paperbag bertuliskan Memento Mori, diikuti suara berdenting saat pintu tertutup, dan berjalan menjauh seraya berbisik satu sama lain.

"Di dunia ini ngga ada yang sempurna ya? Cantik-cantik tapi bo*doh. Padahal kita heran karena harganya terlalu murah. Eh, sama dia malah dimurahin lagi."

Seketika aku tersenyum lebar mendengar pembicaraan mereka. "Yap, kalian benar. Di dunia ini ngga ada yang sempurna," ucapku lirih sembari menatap ke arah rak barang-barang, di mana papan Ouija yang tadi kuletakkan, sudah tidak ada.

***

Menjelang sore aku menutup toko dan langsung menuju ke ruang bawah tanah, setelah menelepon beberapa suplier barang agar mengirimkan stok yang sudah menipis ke tokoku. Aku ingin rehat sejenak, karena tau, sesuatu yang melelahkan akan terjadi nanti malam.

Sambil duduk di sofa kesayanganku, aku menyesap pelan segelas air delima berwarna merah pekat dan membayangkan berulang-ulang jika itu adalah darah. Ada sisi liar dalam diriku karena terlahir sebagai hewan buas. Sisi itu yang membuatku kadang kala ingin mengecap kental dan hangatnya darah sungguhan.

Tok tok tok!

Telingaku menangkap bunyi ketukan tepat di pintu toko, sekitar jam tujuh malam. Karena ingin membuat kesal siapapun yang mengetuk pintu, aku menaikkan kakiku ke atas sofa dan kembali menyesap air delima sampai beberapa saat kemudian. Saat suara ketukan berubah menjadi gedoran, saat itulah aku tau jika aku harus membuka pintu.

Netraku menatap tajam tiga orang gadis yang berwajah pucat pasi. Ketiganya merangsek masuk dan membuatku terdorong ke samping.

"Papan itu sebenernya apa, Kak? Kenapa dari sejak kami memainkannya, ada sosok pengantin yang selalu ngikutin kami terus?" tanya ketus salah satu dari mereka.

"Hanya satu yang salah. Kalian ngebawa papan itu keluar dari sini tanpa seijin saya. Bukannya itu sama dengan mencuri?" balasku tajam seraya duduk di kursi minum teh.

Ketiganya saling tatap dengan gugup. Tanpa disadari, mereka sudah mengaku jika mereka memang membawa papan tersebut tanpa ijin.

"Jangan sembarangan, Kak! Semahal apapun papan itu, aku sanggup beli kok!"

"Saya percaya. Tapi apa kamu yakin kamu mau beli papan itu? Sekarang aja kalian diikutin sosok yang nyeremin, 'kan?" Aku bertanya santai dan melipat tangan di depan dada.

Ketiganya sontak menggeleng, lalu bersikap salah tingkah.

"Papan Ouija terkenal sebagai papan yang bisa memanggil makhluk halus. Saat udah terpanggil, kalian bisa bertanya apa aja. Namun, ada hal yang harus diingat. Permainan belum selesai, kalau terputus di tengah jalan. Kalian harus memastikan makhluk halus yang kalian panggil, pergi. Kalau ngga, ia selalu ada bersama kalian, dan mendampingi terus ke mana pun kalian pergi," jelasku.

"Tolongi, Kak. Kami takut," lirih gadis yang pertama kali menemukan papan Ouija.

"Taruh papannya di meja, dan terus bermain sampai akhir," suruhku. "Tanyakan apa saja yang ingin kalian tau. Tapi, pastikan kalau kalian udah tau jawabannya. Jadikan ini hanya sebagai permainan aja. Jangan bertanya hal yang ngga-ngga. Dan nanti, kalau saya udah ngasi tanda, segera akhiri permainan."

Mereka mengangguk dan mulai menaruh papan, lalu membaca mantera pemanggil yang entah dari mana mereka dapatkan.

Aku berdecak kagum dalam hati saat melihat ketiga gadis itu memainkan papan Ouija. Papan tersebut berasal dari jaman dulu. Itulah kenapa, cukup mengherankan jika ketiga gadis modern ini bisa tau bagaimana cara memainkannya.

Setelah beberapa saat, aku memberi tanda pada mereka untuk mengakhiri permainan. "Sekarang," bisikku.

"Cassie, kami udah capek. Kamu pulang dulu ya?"

Uang logam yang mereka bertiga tunjuk bergerak pelan, dan berhenti di kata 'TIDAK'.

"Tapi kami mau istirahat. Ini udah malam, pulang ya?"

Uang logam tidak bergerak dan tetap diam di atas tulisan 'TIDAK'

Wajah mereka bertiga terlihat tegang.

"Cassie, pulang ya? Kami ngantuk."

Perlahan namun pasti, wajah tegang ketiga gadis itu berubah lega saat uang logam bergerak perlahan, untuk kemudian berhenti di atas kata 'YA'.

Aku menunjuk sebuah kalimat di bagian bawah papan Ouija yang harus mereka baca agar tidak ada makhluk halus lain yang masuk. Sesudahnya, mereka bertiga menghembuskan napas panjang penuh kelegaan.

"Kakak bisa dapet barang kaya ginian dari mana, sih?" tanya gadis yang duduk paling dekat denganku. Gadis ini, adalah gadis yang menemukan papan Ouija.

"Dari toko barang antik."

"Kakak bisa ngeliat sosok Cassie ngga?"

Aku menatapnya sejenak, lalu menggeleng.

"Sedih banget ya? Tragis gitu deh kisah cintanya. Suka sama penduduk pribumi, dan cuma papanya yang mendukung. Tepat di saat mau menikah, papanya malah meninggal. Akhirnya, pernikahan gagal dilaksanakan karena keluarga besar, dan ibu Cassie menentang habis-habisan. Akhirnya, perempuan bergaun pengantin itu malah lompat dari jembatan."

Kedua temannya mengangguk pelan dalam keheningan. Aku sendiri masih menatap mereka satu persatu dengan lekat.

"Eh, udah malem. Kalian pulang deh. Aku mau beli beberapa barang lagi," ucap gadis itu lagi pada kedua orang temannya yang terlihat mengantuk. Keduanya menuju ke arah pintu dan menimbulkan suara dentingan khas ketika pintu dibuka dan ditutup kembali.

"Mereka udah pulang. Cepet! Kamu mau cerita apa? Abis cerita, segera enyah kalau ngga mau binasa!" sentakku melihat ke arah gadis itu.

"Kakak tau?" tanyanya menyeringai.

"Kamu pikir saya bo*doh, apa? Saya jelas tau! Di papan Ouija hanya tertulis angka, abjad, kata 'YA' dan 'TIDAK'. Dan makhluk halus yang dipanggil, hanya bisa menjawab singkat pertanyaan yang dilontarkan, bukan menceritakan kisah hidup secara lengkap. Saat kamu bercerita hal itu, saya tau, kalau kamu sudah merasuki gadis ini."

"Salah gadis ini dan teman-temannya. Mereka dengan seenaknya memanggil saya. Jangan salahkan saya jika tidak mau pulang sekarang," balasnya yang membuatku sebal.

"Lihat dirimu! Jadi makhluk seperti ini hanya karena cinta," sindirku pedas.

"Diam!"

Di luar dugaan, sosok itu marah dan bangkit, lalu mengacak-acak isi Memento Mori. Aku sendiri menutup mata dan mengusap keningku tanda putus asa. Selama beberapa saat, aku hanya diam melihatnya menjadikan tokoku selayaknya kapal pecah.

"Kamu pikir kisah hidup saya lelucon? Biar saya tunjukan apa lelucon yang sebenarnya!" Dengan cepat, ia berlari ke meja konter dan mengambil gunting.

Aku mengibaskan tangan saat gunting itu hampir mengenai lehernya, sehingga membuat gunting itu terjatuh. Dan kibasan selanjutnya, membuat gunting tersebut menjauh darinya.

"Jangan membawa anak manusia dalam dendammu. Sudah cukup kamu menyakiti dirimu sendiri. Jangan jadi jahat dengan mencelakai orang lain!" sentakku kesal.

"Argh!" Ia membalas sentakanku dengan berteriak kencang, serta membuat semua barang-barang di Memento Mori berterbangan lalu mengenaiku. Kepalaku pening karena terhantam buku yang cukup tebal. Seolah belum cukup, meja dan kursi juga terangkat dan menimpa tubuhku.

Posisiku cukup sulit. Aku ingin membalas, tapi sosok itu masih berada di dalam tubuh gadis tersebut. Jika aku melukainya, tubuh gadis itu pasti akan ikut terluka.

Di tengah kebimbangan, sebuah gunting melayang dan menukik tajam ke arahku. Walaupun sudah menghindar, tak ayal, tanganku tergores cukup dalam. Cairan bwrwarna hijau terang menetes dan meninggalkan jejak di lantai.

Saat aku berusaha menahan luka, sesuatu di balik jaket menyadarkanku akan keberadaannya. Tanpa berpikir panjang, aku mengeluarkan pisau Gaharu dan mendekati sosok gadis itu.

Dengan cepat, aku menghantam bagian gagang pisau ke telapak tangan gadis itu, sehingga membuat tubuhnya seketika luruh di lantai, dan meninggalkan sosok wanita berambut pirang bergaun pengantin dengan bercak darah memenuhi kepala dan wajahnya, di belakangnya.

Cassie terlihat marah dan membuat beberapa barang kembali melayang, sedangkan aku hanya bisa menatapnya tajam.

"Tidak ada tempat untuk jiwa-jiwa yang jahat. Atas nama penguasa alam semesta, meleburlah menjadi abu, dan enyah dari dunia ini. Malas animas fuge a facie terrae (enyahlah jiwa-jiwa jahat dari muka bumi)!" teriakku bersamaan dengan kilatan petir yang menyambar sosok Cassie hingga terbakar.

Secara cepat, barang-barang yang tadinya melayang langsung berjatuhan, ketika sosoknya hilang dan berganti menjadi abu.

"Makhluk merepotkan!" Aku memaki seraya mengibaskan tangan, dan membuat semua barang yang tergeletak tidak beraturan, kembali ke tempat semula. Setelah rapi, aku berjalan ke arah meja telepon dan menghubungi polisi, untuk memberitahukan mereka jika ada seorang gadis yang pingsan di Memento Mori.

Terpopuler

Comments

Andini Andana

Andini Andana

ho oh.. enak tinggal kibasin tangan beres, cobak kl beresin manual, encok pinggang 😂

2023-01-25

5

Ai Emy Ningrum

Ai Emy Ningrum

Ga di mana mana jurig 👻 mah emang ngerepotin yah..untung aja dgn sekali kibasan tangan ..jd rapih lg deh toko Memento Mori nya ga kek kapal pecah ....

2023-01-25

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!