Manusia Darah Iblis dikenal sebagai organisasi pembunuh paling tersohor, berasal dari aliran hitam dan mengandalkan siluman dalam menggerakkan anggota. Bukan hanya di Kekaisaran Shang, mereka juga melakukan pemberontakan besar-besaran di seluruh dunia persilatan. Tak heran, jika mereka mendapat banyak musuh.
Namun organisasi mereka tumbuh dengan sangat cepat, banyak pendekar hitam bergabung dengan atau tanpa paksaan hingga organisasi ini semakin kuat membuat organisasi aliran putih pun jika digabungkan akan sulit menaklukan mereka. Dua tahun lalu, di tengah pertempuran mati-matian yang berlangsung di Ibukota Shang, seorang Pendekar Agung nomor dua di Kekaisaran mengembuskan napas terakhirnya di tangan pimpinan Manusia Darah Iblis, Liu Fengying.
"Bunuh mereka hingga tak bersisa!"
Xin Wao memasuki rumahnya dengan raut wajah buruk, ia menggendong Xin Xia lalu memberinya kepada istrinya. "Jaga mereka, selagi aku menahan kaburlah secepat yang kau bisa!"
Istrinya, Li Wei menitikkan air mata lemah tak sanggup berkata apa-apa. Dilihatnya Xin Fai yang gentar, namun tak segera mengikutinya.
"Fai'er, kita harus lari..."
"Tidak! Aku tidak mau!" Xin Fai tetap keras kepala.
"Ayah ingin kau tetap hidup," pinta Ibunya sambil mengangkat kain lusuh berisi keping perunggu. "Jadilah pendekar, Fai'er."
Xin Fai tak sadar dirinya telah menangis, dia menatap sekitar dan mendapati dua pria dengan pedang bercahaya merah berdiri di depan Ayahnya.
"Serahkan nyawamu! Kami tidak akan mengampunimu!"
Xin Wao berlutut. "Kumohon ambil saja nyawaku, jangan istri dan putra putriku..."
"Kalian semua yang hidup di sini harus mati!" Pria dengan pedang bercahaya merah itu menebas leher Ayahnya tanpa belas kasihan.
"Ayah!"
Xin Fai menjerit melihat Ayahnya terkapar dengan darah mencuat liar dari lehernya membasahi lantai, dia mendongak menatapi wajah pembunuh dengan senyuman iblis itu. Ekspresi yang tidak akan Xin Fai lupakan seumur hidup, saat Ayahnya yang bodoh itu mati di tangan Manusia Darah Iblis. Xin Fai menggerutukkan giginya dengan wajah basah karena air mata.
"Aku akan membunuhmu!"
"Heh? Jadi kau anaknya? Siap-siap lehermu kupotong!"
"Jangan! Kumohin Jangan!" Li Wei menghadang, ia berdiri gemetaran. "Kau boleh bunuh aku."
Li Wei menoleh ke belakang, "Fai'er, dengar kata ibu. Kau harus menjadi pendekar seperti keinginan Ayahmu. Janji, kau harus menjaga Xin Xia tanpa kami. Suatu saat nanti... Kau pasti menjadi pendekar, ibu yakin itu. Jika saat itu telah tiba aku ingin kau menemukan Daratan Yang."
Sebuah kalung permata biru menyala dilemparkan ke arahnya, Xin Fai menangkapnya.
"Itu akan menuntunmu, sekaligus menyelamatkanmu dari marabahaya."
Seakan tak menunggu Li Wei berbicara lagi, pria di hadapannya segera mengangkat tinggi-tinggi senjatanya. Li Wei tersenyum lemah memandangi putra dan putrinya.
"Lari!"
"Ibuu!" Xin Xia menjerit, seketika itu juga Xin Fai menggendong adiknya untuk berlari. Mereka melewati setiap pembantaian dengan segenap rasa takut, sedih, marah, benci dan dendam. Dia bersumpah dalam hatinya ia akan membunuh siapapun itu yang bernama Manusia Darah Iblis.
Kemarahan dalam diri Xin Fai semakin menjalar ganas, ia berniat membunuh semua orang yang membunuh orang tuanya. Bahkan, rakyat desa yang dikenalnya kini dibantai satu per satu di depan matanya membuat Xin Fai merapatkan gigi penuh marah.
"Aku akan membunuh kalian semua!!"
Dalam satu teriakan itu membuat pasukan Manusia Darah Iblis langsung mengarahkan anak panah ke arahnya. Xin Fai semakin termakan emosi, tanpa sadar ia berlutut sambil berteriak menentang langit.
"Aku akan membunuh kalian! Semuanya! Tanpa terkecuali! Bunuh! Bunuh! Bunuh!"
Xin Fai menjerit lagi, sebuah panah busur bergerak dalam kecepatan tinggi dan tanpa dia sadari telah menembus jantung adiknya, Xin Xia.
"Hei, dia hanya anak kecil." Seorang pendekar yang terlihat paling lemah menggerutu.
"Pimpinan menyuruh kita membunuh semua orang di sini."
"Bukankah Pendekar Fengying hanya ingin membunuh pendekar aliran putih di sekitar sini?" Pria satu lagi berkomentar.
"Kudengar Pendekar Fengying ingin membunuh siapapun yang berasal dari aliran putih beserta keluarga, kerabat dan orang sekitarnya."
Xin Fai yang saat itu seperti kesurupan akhirnya berhenti melolong, dia melihat ke samping dan mendapati Xin Xia dalam keadaan tak bernyawa membuatnya kembali berteriak sekuat tenaga.
"Arrrgh!!!"
"Ah sebaiknya kita tinggalkan dia sendiri untuk meratapi kematian adiknya. Hahaha!" Pria itu tertawa lantang, berbalik badan bersama temannya. Xin Fai menggeram sampai bibirnya bergetar.
"Aku akan membunuhmu!"
Berulang kali Xin Fai merasa dendam dalam hatinya seperti terasa membakar dadanya. Ia tak peduli lagi, setelah gagal menepati janjinya menjaga Xin Xia ia bersumpah akan membunuh dua pemanah itu.
"Dia sudah hilang kewarasan sepertinya."
"Kau bunuh saja dia!"
Xin Fai berlari kencang ke arah keduanya, ia melesat tak tentu arah membuat dua pria dewasa itu sulit mengarahkan anak panah. Meskipun berbadan kecil dan kurus namun tubuh Xin Fai tergolong lincah untuk anak seusianya dikarenakan Xin Fai sering berlatih selama pergi ke gunung, berenang di laut lepas, mengangkat kayu bakar dan menghindari binatang buas, dia melakukan semuanya tanpa sepengetahuan Ayahnya yang kini telah tiada.
Api kobaran dari rumah-rumah warga membuat dua pemanah itu bisa melihat jelas Xin Fai, tanpa menunggu lama salah satunya melepas panah yang meleset namun menggores lengan anak itu.
Xin Fai mengambil ranting kayu lalu melompat tinggi dengan perut pemanah itu sebagai pijakan, dia menancapkan ranting itu di kedua mata sang pemanah membuat musuhnya menjerit kesakitan.
"Aarggg!" Pria itu terkapar berguling-guling.
"Beraninya kau!" teriak pemanah yang satu lagi.
"Aku akan membunuhmu!"
Sadar tak sadar, setiap kali mengatakan hal itu dada Xin Fai semakin terbakar. Ia tak peduli lagi, saat jaraknya dengan satu pemanah itu dekat Xin Fai segera mengangkat tangannya.
Namun tanpa disadari pria itu mengeluarkan pisau kecil dari sakunya, lalu menghujamnya di jantung Xin Fai.
"Ahhhkkk!"
Pria pemanah itu mundur tiga langkah sambil memandangi anak kecil yang kini meregang nyawanya. Ia menggelengkan kepala saat mendapati luka goresan di tangannya.
"Lumayan juga."
Saat hendak meninggalkan tempat itu, tangan Xin Fai berhasil meraih kakinya.
"Ada yang ingin kau sampaikan sebelum kematianmu?"
"Aku..."
Xin Fai tak sanggup bersuara, darah memenuhi tenggorokannya.
"Aku akan membunuhmu! Setelah kematianku sekalipun!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 305 Episodes
Comments
Ani Sumarni
Dalam membaca awal cerita ini
Diawali dengan satu kulawarga kecil sederhana dn kehidupan sehari-harinya dengan mendengar obrolan Sang ayah dan kedua putra putrinya terasa perih dn sakit hati
semenjak putranya Xai fai melihat seseorang pirasatnya mengatakan
akan ada sesuatu terjadi pada klwrganya???? 😭😭
Semangat dn berusaha terus berjkarya maju terus pantrang menyerah
Salam sehat sukses selalu Aamiin
2023-12-07
1
Akira
baru pertama baca, dgn awalan cerita yg cukup tragis, semoga menarik dgn jalan cerita nya ke depan nya,,
2023-10-28
0
Imam Sutoto Suro
lanjutkan thor
2023-10-04
0