Esok paginya Xin Fai terbangun ketika keributan terjadi di depan penginapan, di sana terlihat Walikota Huo yang menangis karena putri tercintanya hilang sekejap mata dalam semalam.
Beberapa orang berusaha menguatkan pria dengan tubuh gempal itu namun air matanya terus saja mengalir. Ia amat menyayangi putri satu-satunya itu.
Lang mengintip di balik tirai bersama Xin Fai, tubuh berbulu serigala itu menutupi jendela. Xin Fai sampai bersusah payah menggesernya.
Setelah bisa melihat dengan jelas Xin Fai menerka-nerka apa yang terjadi dan menghubungkanya dengan kejadian semalam. Jika benar dugaannya, maka gadis cantik malang itu adalah putri Walikota Huo.
"Apa kau tahu sesuatu tentang kejadian ini?"
"Ehm..." Xin Fai menopang dagu sembari berpikir keras, untuk sekarang dirinya tak mau mengambil langkah gegabah. Dia memutuskan untuk mencari tahu informasi tentang wanita bergaun biru itu.
"Aku ingin mengelilingi kota sebentar, kau tidur saja di sini."
Lang mengerutkan dahi merasa dirinya mulai terhina. Seekor serigala paling buas dengan keindahan tak terkira itu harus berakhir ketenarannya karena seorang bocah dengan tertidur seperti kucing di kamar.
Tempat ramai adalah pilihan paling tepat untuk mencari seseorang, Xin Fai berlari kecil di sekitar wilayah perdagangan. Namun percuma saja dia tak menemukan apa-apa. Ia memutuskan untuk pergi ke kedai terdekat sambil bersiul-siul pelan.
Namun belum sampai beberapa meter dari kedai itu Xin Fai dihadang oleh tiga bocah kecil dengan pakaian yang menunjukkan bahwa mereka adalah golongan bangsawan. Salah satu dari mereka yang merupakan kakak tertua menunjuk dengan sombong.
"Lihatlah orang miskin ini, sangat tak sopan berjalan di depan kami!"
Xin Fai berhenti melangkah dengan raut wajah tersinggung, tak membohongi juga dirinya membenci orang-orang seperti bangsawan yang selalu menindas orang dengan derajat lebih rendah.
"Maafkan jika aku lancang," sekuat mungkin Xin Fai menahan egonya, ia memutuskan untuk menyingkir dan membiarkan mereka lewat.
"Jangan harap kau bisa bebas setelah mengotori jalanku! Pengawal! Pukul dia!"
Dua pengawal di belakang bocah-bocah itu nampak enggan melakukannya, mereka sudah paham watak Li Changyi dan adiknya bagaimana.
"Cepat pukul dia! Atau kuminta Ayahku untuk memecat kalian semua!"
Xin Fai mundur tiga langkah masih dengan wajah tersinggung, ia mengepalkan tangan erat. "Maafkan aku Tuan jika menyinggung Anda."
"Tidak ada kata ampun dalam kamusku!"
Seraya menghela napas beberapa kali Xin Fai mengangkat wajahnya, namun kali ini tak berusaha sopan lagi.
"Aku sudah berusaha menahan kesabaranku."
"Cih, rakyat jelata sepertimu tak bisa berbuat apa-apa. Kalian hanya budak! Lihat saja pakaianmu itu, jelek, bau dan kumal lagi!" ocehnya sembari menutup hidung.
Adik-adik Li Changyi menertawai Xin Fai dengan puas, mereka menganggap lelucon tentang orang tak punya seperti Xin Fai adalah hiburan yang menyenangkan.
Salah satu adik Li Changyi berkata dengan nada mengejek. "Aku yakin dia sedang mencari sampah untuk dimakan. Kau lihat tubuhnya? Kurus tak terawat, seperti kucing dibuang."
Ketiga bersaudara itu kembali tertawa terbahak-bahak dan di hadapan mereka Xin Fai hanya bisa merapatkan gigi emosi.
Xin Fai memilih pergi tanpa mengucapkan apapun karena merasa sudah cukup dirinya dihina.
Xin Fai teringat sosok Ayahnya yang sangat menghormati orang-orang yang berstatus bangsawan, namun kenyataannya mereka memperlakukan rakyat jelata seperti ini. Hal itu membuat hati Xin Fai begitu sakit.
Xin Fai merasa dirinya tak perlu menanggapi anak-anak manja itu. Ia menjauh pergi dari mereka. Dalam hati dirinya bersyukur dibesarkan di keluarga yang miskin. Ia bisa belajar mandiri, tak memandang orang dari status sosial, sekaligus menghormati sesamanya.
"Hei! Lancangnya kau pergi begitu saja! Pengawal! Tangkap dia!"
Kedua pengawal itu mengejar Xin Fai, saat mereka memegang pundak anak itu tiba-tiba tekanan udara merosot tajam. Mereka membelalak dengan kaki gemetaran tanpa sebab. Li Changyi menatap kedua pengawalnya yang mematung sambil mendekat.
"Hei apa yang terjadi? Kalian ingin kulaporkan pada Ayahku?!"
"Tuan, kami..."
Xin Fai kembali melangkahkan kakinya tak peduli, salah satu pengawal yang sempat bertatapan dengannya jatuh terduduk. Ia menggelengkan kepala ketika orang-orang bertanya kenapa.
Di dalam bola mata Xin Fai, pengawal tersebut bisa melihat kematian yang begitu mencekam. Sorot mata yang bagaikan lorong kematian itu berhasil membiusnya. Dirinya merasakan ancaman yang besar ketika mengusik seorang bocah kecil berwajah lugu itu.
Li Changyi menyatukan alis sambil melipat kedua tangannya, sosok Xin Fai masih menjadi pertanyaan besar di kepalanya.
Meskipun jarak mereka tadi terbilang jauh, Li Changyi bisa merasakan hawa pembunuh yang lebih menyeramkan daripada pembunuh bayaran ternama yang pernah disewa oleh Ayahnya sekalipun.
"Aku tidak akan melaporkan kalian pada Ayah jika kalian melakukan bisa sesuatu untukku."
"Kami bersedia Tuan." Kedua pengawal menjawab serentak.
Li Changyi berkata tanpa mengalihkan perhatiannya dari arah perginya Xin Fai. "Cari tahu tentang anak itu."
To Mu melambaikan tangannya riang saat mendapati Xin Fai memasuki kedai, rasa tertariknya pada bocah itu masih belum hilang juga. Ia menyodorkan beberapa makanan yang dia pesan sebelumnya kepada Xin Fai.
"Makanlah."
Alis Xin Fai berkerut dalam.
"Ah... Sepertinya aku terlalu lancang, maksudku jika kau belum makan, makan saja makanan ini. Lihat, kau jadi lebih kurus dari sebelumnya."
Ia membulatkan mulutnya seolah mengerti maksud To Mu, Xin Fai tidak sadar selama latihan dua minggu di goa kelelawar membuat berat badannya turun drastis. Namun ia bisa merasakan staminanya jauh lebih banyak dari sebelumnya karena sudah memiliki tenaga dalam.
"Ngomong-ngomong kau sudah dengar tentang Fen Yin yang menghilang semalam?"
"Siapa itu Fen Yin?"
"Kau tidak mengenalnya? Ah dasar kau! Dia adalah Putri Kelopak Bunga! Itu julukan yang diberikan padanya karena parasnya yang sangat cantik." To Mu menceritakan dengan semangat.
"Dan yang tak kalah cantik ibunya itu.. ah membayangkan wajah dan tubuhnya saja aku seperti berada di surga."
Nama mereka tentu saja asing di telinga Xin Fai, untung saja ia memiliki kenalan bernama To Mu ini, lelaki tersebut memiliki sifat ceria dan suka bercerita. Sangat mudah mendapatkan informasi darinya.
"Aku ingin tahu tentang ibunya. Bisa kau jelaskan lebih rinci?"
To Mu menaikkan alisnya heran, "ternyata selera bocah sepertimu adalah tante-tante. Aku begitu terkejut, hahaha!"
Mendengar ejekan itu membuat Xin Fai hanya bisa tersenyum pahit. Pria itu telah salah paham.
"Biar kuberi tahu," jelas To Mu dengan air muka serius. "Ibu Fen Yin sudah sangat terkenal karena keanggunan dan keindahan tubuhnya! Siapa lagi kalau bukan Jia Li!"
To Mu melanjutkan ceritanya dengan antusias, "Setiap kali dia lewat kau bisa mencium harum bunga bermekaran."
"Ehm.. aku ingin tahu ciri-cirinya saja bukan kelebihannya "
Meskipun agak tak suka ceritanya dipotong To Mu tetap menjelaskan dengan tenang. "Jia Li menyukai warna biru langit, dengan rambut disanggul indah."
Masih banyak lagi ciri-ciri yang disebutkan To Mu dan yang paling mengejutkan bagi Xin Fai adalah wanita itu merupakan istri walikota Huo.
Setelah Xin Fai mengatakan bahwa penjelasan To Mu sudah cukup ia pamit tanpa lupa mengucapkan terimakasih, To Mu yang tadinya dengan semangat bercerita akhirnya mendengus lama.
"Aih baru kali ini aku bercerita tentang Jia Li dan ada satu bocah yang tidak tertarik. Dasar bocah, seleranya aneh sekali."
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 305 Episodes
Comments
Imam Sutoto Suro
mantap thor lanjut
2023-10-04
0
Made Raponk
maaafkan aku
2022-12-06
0
Hana Aini
lielikelikeee👍👍👍
2022-11-17
0