"Tarian Dewa Iblis!"
Xin Fai yang tidak sempat menghindar dan hanya bisa melindungi kepalanya dengan cepat, Tarian Dewa Iblis memiliki pola gerakan memutar kemudian menghentak. Gerakan yang lincah namun mematikan.
Saat pedang permata merah itu hampir menyentuh kepala Xin Fai, terdengar bunyi deritan yang memekakkan telinga.
Traaang!
Xin Fai mengangkat kepala ragu-ragu dan di hadapannya berdiri seorang pria yang melindunginya tanpa takut mati.
"Pejuang Liong..."
Mu Liong melirik ke belakang sebentar lalu menarik senyum. "Aku baru menyadarinya. Padahal ini tempat kelahiranku sendiri tapi kau yang rela bertarung demi tempatku ini.. aku merasa tidak berguna.."
Mendengarnya Xin Fai hanya tersenyum canggung. Mu Liong meminta dirinya menyelamatkan beberapa penduduk yang masih bertahan untuk segera dibawa ke desa terdekat selagi ia bertarung melawan pendekar hitam itu.
Xin Fai jelas menolak keras permintaannya.
"Tidak. Kau sendiri yang bilang kalau desa ini sudah dikepung oleh Manusia Darah Iblis, jika hanya kau sendiri di sini.."
"Ah tidak apa-apa, aku sudah bersumpah pada langit dan bumi untuk membela tanah kelahiranku ini."
Pertarungan antara Mu Liong dan musuhnya dimulai, Xin Fai tak kunjung beranjak dari tempatnya karena tidak ingin pria itu mati sia-sia.
Melihat hal itu salah satu pemuda yang selamat menghampirinya. "Jika kau mau, kami bisa pergi sendiri dari sini tanpa membebani dirimu."
Sambil mengangguk pelan Xin Fai menyetujui usul pemuda itu, ia bisa menebak jika pemuda tersebut memiliki kekuatan yang cukup untuk melindungi orang lain.
Setelah memastikan pertarungan Mu Liong dan musuhnya berjalan lancar Xin Fai memutuskan untuk mencari anggota Manusia Darah Iblis yang lain, dia mengendap-endap di balik rumah-rumah papan, memasuki kolong dan gang-gang kecil.
Sepanjang perjalanan yang dapat dilihatnya adalah lautan manusia yang sudah membusuk. Tanah sudah menjadi darah, jalanan menjadi tumpukan daging manusia.
Pembantaian yang begitu sadis ini membuat Xin Fai berkali-kali muntah, ia sama sekali tidak menyangka manusia akan sekeji ini. Di depan sana dia melihat satu gunungan mayat dengan tubuh dipenuhi dengan tombak, mereka adalah mayat-mayat para Pejuang.
Tak membuang waktu lagi, Xin Fai mengambil senjata milik mereka dan bersiap bertarung. Kematian para Pejuang ini harus dibayar dengan kematian juga.
Terlihat salah satu pendekar aliran hitam yang tengah berjaga-jaga sendiri. Xin Fai menarik panah yang didapatnya dari mayat tadi.
Serangan pertama meleset, pria itu mulai siaga sambil mencari-cari orang yang menembakkan panah ke arahnya. Untungnya tubuh Xin Fai kecil dan dia bisa bersembunyi di bawah kaki gerobak.
Xin Fai melepaskan panahnya lagi, kali ini pria itu melihat dengan jelas dan menepis laju anak panah dengan pedangnya.
"Ternyata di situ kau rupanya.."
Hawa pembunuh membuat kaki Xin Fai bergetar, dia keluar dari persembunyian sambil mencari tempat aman. Pria itu menarik pedangnya lalu mengejar dengan Langkah Angin.
Xin Fai berkonsentrasi untuk mengatur pernapasannya agar lebih baik, dia berusaha melindungi dirinya dengan tenaga dalam seperti yang dia lakukan di air terjun. Hasilnya serangan mematikan dari pria tersebut dapat ditahannya dengan baik.
Xin Fai balik menyerang, saat itu dia menyadari teknik menyerangnya sangat buruk. Semua serangannya dapat dibaca dengan mudah oleh musuh. Namun Xin Fai tak kehilangan ide, jika ingin menang dia tak bisa mengandalkan kekuatan menyedihkannya itu. Ia harus bertarung dengan cerdik.
Xin Fai mengangkat pedangnya tinggi-tinggi membuat celah untuk diserang, tanpa ragu musuh menyerang bagian pinggangnya.
Merasa rencananya berhasil Xin Fai memusatkan seluruh aliran tenaga dalam di pinggang membuat serangan tersebut tak bisa melukai kulitnya. Sebaliknya, Xin Fai menyerang leher pria tersebut dengan pedang.
Meskipun tak terluka begitu dalam pria tersebut dapat menyadari bahwa pedang yang digunakan Xin Fai telah dilumuri dengan racun. Ia mengutuk keras-keras dan melakukan perlawanan yang lebih ganas.
Menanggapi itu Xin Fai merasa hanya perlu melarikan diri sampai racun itu bekerja dan benar saja pria itu memekik hebat sambil memegang lehernya.
Teriakan itu membuat Xin Fai panik karena takut mengundang pendekar hitam yang lain, dia mengambil pedang pria tersebut dan hendak memotong lehernya.
Namun dirinya berhenti bergerak saat pedang itu siap menikam leher sang musuh. Rasa dilema menghantuinya. Membunuh orang dengan cara seperti ini membuatnya takut, pedang di tangannya berhenti sedangkan pria itu mengais-ngais udara berusaha menjangkaunya.
Sedetik kemudian kepala pria itu telah terlepas dari tubuhnya, Xin Fai memerhatikan cuatan darah di hadapannya dengan tatapan ngeri.
Dia tidak mengerti kenapa pedangnya bergerak sendiri namun rasa penasarannya terjawab saat sebuah suara terdengar di kepalanya.
"Bunuh yang pantas dibunuh, bukankah itu sederhana?"
"Lang? Kenapa kau-?!"
"Jika kau tidak kunjung membunuhnya nyawamu yang akan terancam, cepat pergi dari tempat ini sebelum teman-temannya melihatmu."
Xin Fai tak membantahnya, dari jarak kurang dari empat ratus meter dia bisa mendengar derap langkah kaki.
Ia melangkahkan kaki masih dengan perasaan yang sama, baginya melihat mayat di desa ini tak kalah mengerikan dengan halnya membunuh pria tersebut. Dosa-dosa yang Manusia Darah Iblis lakukan tak patut untuk dimaafkan dan di dalam hatinya Xin Fai bersumpah untuk yang kesekian kalinya membunuh manusia-manusia keji tersebut.
Langkah Xin Fai terhenti di dekat sebuah sungai kecil yang sudah dipenuhi oleh mayat-mayat yang membusuk, aliran sungai berwarna merah kecoklatan. Dia mendapati seorang kakek tua dengan tulang yang dibungkus kulit sedang merintih di sana.
Xin Fai mendekat, ia hendak menolong kakek tersebut.
"Air... Tolong berikan aku air... Atau makanan..."
Xin Fai menatap kakek itu pilu, rasa iba tumbuh dalam dirinya. Namun dia sendiri tak membawa makanan atau minuman sama sekali, kakek tersebut memasang wajah kecewa karena sudah tau dari reaksi anak kecil di hadapannya.
Kakek itu berjongkok di depan air sungai dan hendak meminumnya karena rasa haus yang sangat menyiksa, Xin Fai berusaha mencegah sekuat tenaga namun kakek itu tak peduli. Darah manusia di air itu sudah pasti sangat berbahaya, bahkan ia dapat melihat ulat-ulat mengapung di atasnya.
Xin Fai menahan mual ketika kakek itu meminumnya dengan nikmat, ia hendak menangis kala itu namun tatapan sedih kakek tersebut membuatnya berusaha tegar. Dia merasa bersalah mengapa tak membawa makanan untuk kakek ini.
"Kakek, aku akan mencari makanan untukmu, mungkin di rumah-rumah warga masih ada persediaan makanan..."
"Percuma saja..." Kakek itu menjawab dengan sisa tenaganya. "Orang-orang ini telah menahan semua jalur perdagangan kami selama beberapa bulan hingga tidak ada lagi makanan yang sampai di tempat kami..."
Mendengar pernyataan kakek itu semakin membakar hati Xin Fai.
"Kalau begitu mari ikut denganku, aku akan mengantarmu ke desa lain."
"Tidak usah. Jangan menyentuhku, aku sudah terjangkit wabah yang orang-orang itu berikan."
Orang-orang itu yang dimaksud kakek tersebut sudah pasti Manusia Darah Iblis, tatapannya kosong tanpa harapan hidup lagi. Kaki Xin Fai gemetaran menahan kesedihannya.
"Kakek... Apa yang bisa kulakukan untukmu?"
Sambil tersenyum lemah kakek tersebut mengutarakan keinginannya. "Mungkin dengan mati di tanganmu akan lebih baik daripada mati di tangan Manusia Darah Iblis."
Xin Fai terdiam membisu membuat sang kakek kembali melanjutkan perkataannya.
"Nak, kau paham bukan betapa tersiksanya aku menahan lapar dan hausku selama berhari-hari. Hidup seperti ini jauh lebih menderita daripada mati."
Meskipun baru mengenal kakek tersebut namun entah mengapa ia begitu tak tega mengambil nyawanya. Xin Fai mencengkram erat pedang dalam genggamannya.
"Aku hanya bisa membunuh yang pantas dibunuh, kakek... "
"Kalau begitu beri pedangmu padaku, aku akan melakukannya sendiri. Mati lebih baik bagiku daripada harus begini."
Xin Fai menahan ludahnya, dia akhirnya memaksa diri untuk mengambil nyawa kakek itu. Dalam satu tebasan, Xin Fai telah mengambil nyawa sang kakek dengan pedangnya.
Ia menggali kuburan untuk peristirahatan terakhir sang kakek, dalam detik-detik itu Xin Fai semakin yakin untuk membunuh orang-orang bernama Manusia Darah Iblis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 305 Episodes
Comments
Muh Nasrun
Cerita sampah, payah penulisnya.
2024-03-19
0
Bang Oleh Choiruddin
Kpn pintar nya itu Mc..?? Masa goblog Akut
2024-03-15
0
Imam Sutoto Suro
buseeet keren thor lanjutkan
2023-10-04
0