Sedangkan Leon berdiri lalu meninggalkan ruangan tersebut .
"DBRAK" suara pintu yang ditutup dengan keras.
"Kenapa kemarin aku tidak menolak pernikahan ini ? seharusnya aku tidak takut pada saat ia mengancam akan membunuhku, mati pun bukan hal buruk untuk saat ini. hiks" gumamnya pelan sambil menangis.
Hanya dinding saja yang dapat mendengar bagaimana gadis tersebut menangis hingga akhirnya tertidur karena lelah dengan tangisnya.
Tanpa disadari 2 Minggu sudah sejak kejadian dimana tertembaknya Ranti dan juga selama itu juga ia sama sekali tidak pernah berbicara dengan pria dingin berhati es tersebut. Walaupun setiap hari dan setiap saat pria tersebut selalu ada di dekatnya. Ya meski hanya menatap tajam kearah dirinya atau bekerja melalui laptopnya tanpa berbicara satu sama lain.
Seperti saat ini pria tersebut datang duduk lalu memainkan laptopnya diatas meja yang telah disediakan untuknya. Bagi Ranti ruang rawatnya sudah seperti ruang kerja dengan buku dan juga kertas yang ada dimana-mana.
'Apakah dia tergila-gila padaku atau apasih? bahkan jika orang melihat kami akan berpikir jika aku adalah wanita paling dicintai oleh mahkluk ini. Tetapi kenyataannya berbanding terbalik.' pikir Ranti sambil memakan buah jeruk yang ada ditangannya dan matanya yang masih menatap ke arah Leon bekerja.
Keheningan terus melanda ruangan tersebut yang ada hanya suara keyboard yang terus berbunyi.
"Tuk,tuk,tuk,tuk ... " Suara itu yang hanya terdengar ditelinga Ranti.
Wanita itu hanya dapat menghela nafas panjang dia benar-benar merasa bosan terus berada disini bayangkan saja ponsel tidak punya, teman bicara tidak ada, di ruangan ini ada tv tapi ia tidak boleh menontonnya karena menggangu konsentrasi dari Leon yang tengah bekerja.
"Aku benar-benar akan mati kebosanan." Gumamnya kecil.
Hingga akhirnya pintu terbuka dan menampilkan sosok Martin yang tengah membawa makanan yang Ranti tau pasti milik dari si singa galak itu. Tetapi saat ini Ranti juga tersenyum senang karena ada sesuatu yang ia titipkan kepada Martin untuk pria itu beli.
"Martin mana punyaku?" tanyanya dengan nada penasaran.
Martin yang pahampun segera menghampiri Ranti yang duduk diatas kasur dengan selang infus yang masih setia di tangannya.Tetapi sebelumnya ia telah meletakkan makanan untuk Leon diatas mejanya.
Sesampainya didepan Ranti Martin lalu memberikan satu bungkus plastik lainnya kepada Ranti. Tentunya Ranti tersenyum lebar mendapatkan barang yang ia inginkan. Mata gadis itu berbinar saat mendapati dua batang coklat yang berukuran besar ditangannya.
"Terima kasih Martin kaulah penyelamat hidupku dari semua kesulitan hidupku." ucapnya sedikit dramatis.
"Sama-sama kau makanlah kalau memang menyukainya." balas Martin sambil tersenyum kecil. selama beberapa hari ini hubungan mereka memang lebih akrab apalagi Martin mulai mengetahui bahwa Ranti adalah gadis yang baik dan juga lucu.
"Iya-iya pasti aku makan..." jawabnya lagi dengan lembut.
"Ehem, Martin ambilkan aku minum" Perintah Leon yang sedari tadi hanya berdiam diri saja diruangan itu.
"Baik tuan." Martin lalu menuangkan air kedalam gelas lalu memberikan kepada Leon.
'ishh padahal bisa ambil sendiri malah nyusahin orang lain.' Cerca Ranti dalam hati.
Setelah menyelesaikan acara makan tersebut keheningan kembali melanda. Sebenarnya pada saat ada Martin suasana tidak terlalu mengheningkan seperti saat ini akan tetapi setelah Martin pergi meninggalkan ruangan ini suasana hening seperti mengheningkan cipta terjadi lagi.
Ranti yang merasa muak pun mencoba untuk membuka suaranya setelah dua Minggu ia sama sekali tidak ada berbicara kepada Leon. Namun saat ini dia lebih memilih untuk mengalah dari pada mati kebosanan karena tidak ada seorangpun yang bisa diajak bicara.
'Rasa bosannya lebih tinggi dari egonya.' begitulah Ranti.
"Ehem, Tu-tuan Leon" ucapnya pelan tidak mendapat jawaban dari pria itu bahkan sekedar melirikpun tidak.
"Tu-tuan Leon." Panggilnya lagi dengan suara yang sedikit keras namun tidak ada respon dari pria tersebut.
"TUAN LEON."Kali ini Ranti sedikit berteriak karena takutnya Leon tidak mendengarkannya. Namun lagi-lagi tidak ada respon dari pria yang bernama Leon itu.
"Dasar tuli!" umpatnya.
"Siapa yang kau bilang tuli." Suara bariton itu membuat Ranti terkejut.
"Bu-bukan ti-tidak ada yang tuli i-itu maksudnya... Suara disini mantul ya...iya maksudnya itu bukan tuli." jawabnya sedikit tergagap.
Leon menatapnya dengan tajam jika saja tatapan bisa membunuhnya maka Ranti tidak bisa menghitung berapa kali ia akan mati.
'kau akan membunuhku dengan tatapanmu itu'
"Tu-tuan aku hanya ingin bertanya kapan aku boleh pulang? aku bosan disini tidak ada yang bisa kulakukan." Ucapnya sambil memasang muka lesu seperti tidak makan seratus hari.
"Sebulan lagi" jawabnya.
"Tidak bisakah sekarang, aku sudah sembuh kok." ucapnya meyakinkan sedangkan Leon tidak peduli dan kembali melanjutkan pekerjaannya.
"Tuan ayolah kita pulang saja,"ajaknya
"Tidak." Jawabnya singkat.
"aish terserah padamu saja, percuma bicara padamu." ucap Ranti sambil membaringkan badannya memunggungi Leon.
Pria tersebut melirik sejenak lalu menghembuskan nafasnya panjang.
Setelah itu Leon berjalan mendekati ranjang lalu meletakkan ponselnya diatas nakas dan juga sebuah earphone berwarna hitam.
Mendengar suara yang diletakkan di nakas samping tempat tidurnya otomatis membuat Ranti langsung mendudukkan badannya dan bertepatan dengan Leon yang tengah sedikit membungkuk untuk melihat gadis tersebut. Alhasil kini bibirnya mendarat sempurna di hidung Ranti.
"Cup" Mata Ranti membulat sedangkan Leon raut wajahnya sungguh tidak bisa ditebak. beberapa saat mereka hanya saling memandang hingga notif ponsel menyadarkan mereka berdua. Leon dengan cepat menegakkan kembali tubuhnya sedangkan Ranti masih dengan perasaan canggungnya.
"A-ada apa?tanya Ranti untuk memecah kecanggungan.
"Gunakan ponsel ku dulu agar kau tidak bosan tapi dengan satu syarat gunakan earphone" ucapnya dengan nada biasa.
Ranti melirik kearah ponsel dan juga earphone yang berada di nakas samping tempat tidur nya.
"Terimakasih." ucapnya tulus.
'Setidaknya dia sedikit peduli padaku.' ucapnya dalam hati dengan raut yang bahagia.
Sedangkan Leon segera menuju kursinya untuk melanjutkan pekerjaannya dan Ranti pun mulai memainkan ponsel tersebut . Di sana ia hanya membuka Instagram untuk melihat beberapa Vidio yang dianggapnya menarik.
"Nanti jika paket datanya habis jangan salahkan aku ya. Tapi nanti ku ganti deh jika habis ya" Ucapnya kepada Leon yang duduk di kursinya. Mendengar hal itu pria tersebut menutup mulutnya lalu mengangguk sekali. Matanya sedikit menyipit saat ia menutup mulutnya membuat Ranti memandang heran.
'Apa dia sedang menahan tawa?' akan tetapi dengan cepat dia menggelengkan kepalanya mengusir pikiran konyol dari otaknya.
Setelah kejadian tersebut suasana kembali hening mereka berdua disibukkan dengan pekerjaannya masing-masing dimana Leon yang sibuk dengan laptopnya dan Ranti yang sibuk dengan ponselnya.
"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments