Pelajaran terakhir adalah matematika, Rain memilih membolos saja karena kepalanya yang pusing. Padahal tadi dia sudah makan pedas untuk menghilangkan rasa peningnya. Rain keluar dari kelas, Rean yang melihat itu hanya geleng kepala saja. Adiknya masih saja selalu bolos di jam matematika.
Rain menuju ke taman yang berada di belakang sekolah. Di sana memang sangat sepi karena jarang di lewati para murid-murid. Rain duduk di salah satu bangku taman. Menghirup udara segar sambil memejamkan matanya sebentar.
"Lo bolos sekolah?" tanya seorang lelaki.
Rain membuka matanya, dia menoleh ke arah lelaki yang telah duduk di sebelahnya.
"Lo siapa?" tanya Rain.
Lelaki itu terkejut dengan gaya bicara Rain, sedetik kemudian dia tersenyum, "Jadi Lo beneran amnesia?" tanya lelaki itu.
Rain hanya mengangguk saja.
"Ya udah kenalin, gue Radit. Kakak kelas Lo." Lelaki itu mengulurkan tangannya.
Rain membalas uluran tangan Radit sambil tersenyum. Dia seperti melihat seorang pangeran, ketampanan Radit telah membuatnya terhipnotis.
Mata sipit, hidung mancung, tinggi dan berkulit putih. Bahkan Kenan saja kalah.
"Oh, jadi kakak ini kelas berapa? Kenapa ada di sini?" tanya Rain. Dia tidak menaruh curiga sama sekali.
"Kelas tiga, gue nggak sengaja lihat Lo di sini. Jadi ... Ya gue samperin aja." Radit tersenyum, menambah kesan tersendiri saat lelaki itu tersenyum.
"Kakak nggak masuk kelas?"
"Kosong."
Rain mengangguk, kemudian dia menatap ke depan. Pikirannya sedang kacau, ingin sekali memecahkan semua misteri tentang kehidupan Rain asli. Apa yang sebenarnya Ella punya sehingga bisa membuat Rain asli menyerah.
"Rain, kok bengong?" tanya Radit. Sejak tadi lelaki itu menatapnya.
Radit memang sudah lama menaruh rasa pada Rain. Hanya saja gadis itu pernah menolaknya karena sudah bertunangan dengan Kenan.
"Nggak apa-apa. Ngomong-ngomong sebelumnya kita pernah deket nggak sih?"
"Emmmm ...." Radit nampak berpikir sebentar. Menimbang apakah dia harus jujur atau berbohong.
"Apa?"
"Pernah, hanya sebatas kenal aja. Gue juga pernah Lo tolak!" ujarnya.
Kedua mata Rain membola, dia tidak percaya dengan ucapan Radit. Bagaimana bisa Rain asli menolak lelaki setampan Radit dan malah memilih Kenan yang jelas-jelas biasa saja.
"Gue nolak Lo? Ya ampun, kayaknya gue cewek terbodoh deh yang nolak cowok setampan Lo!"
Mendengar ucapan Rain, membuat Radit tertawa. Lelaki itu merasakan jika ada perubahan pada diri Rain. Dulu gadis itu hanya akan banyak bicara pada Kenan. Sementara padanya hanya cuek dan tidak sehumoris sekarang. Rain yang sekarang lebih asyik di ajak bicara.
"Lo masih punya Kenan jadinya nolak gue," jawab Radit santai.
"Gue bodoh ya dulu mau aja ngejar Kenan yang jelas-jelas cintanya sama orang lain. Kalau boleh milih sekarang mendingan Kak Radit yang jelas ganteng kemana-mana."
"Emang ... Lo mau jadi pacar gue?"
Rain tersenyum, "Mau banget, tapi kalau Kak Radit tajir sih. Kalau enggak ya udah gue tolak lagi."
Radit merasa gemas dengan jawaban Rain. Dia ingin bahagia tapi takut jika Rain hanya bercanda.
"Lo mau apa gue beliin deh," kata Radit yang tentu saja itu hanya sekadar candaan. Radit tidak mau terbuai dengan kata-kata Rain. Takut jika itu hanya omongan belaka.
"Bener ya? Pulang sekolah jajanin gue sebanyak mungkin. Habis itu kita pacaran."
Radit dibuat melongo. Dia tidak percaya jika yang ada dihadapannya ini adalah Rain. Gadis yang selama ini dia sukai. Meski dulu cupu bagi Radit tetap saja cantik. Entah mengapa sikap Rain yang cuek dulu membuatnya jatuh cinta. Bahkan dengan perubahan Rain yang sekarang, membuat Radit semakin cinta.
"Calon istri gimana? Lo lulus gue nikahin. Jadi nanti sambil kuliah Lo udah jadi istri gue."
Tawaran macam apa ini? Tidak ada romantisnya sama sekali.
"Deal?" Rain mengulurkan tangannya.
Radit tidak percaya ini. Apakah ini sebuah mimpi? Radit mencubit pipi Rain. Takut jika ini hanya mimpi, dia ingin segera bangun dari mimpi indah ini.
"Aw ... Sakit, bego!" pekik Rain.
"Heh, Lo nyata?"
"Astaga! Lo pikir gue setan apa!" Rain menggembungkan pipinya karena kesal.
Menambah kesan menggemaskan dimata Radit.
"Jadi Lo serius mau jadi calon istri gue? Sebelum Lo lulus kita pacaran. Lo mau?"
"Jajanin yang banyak, beliin gue baju, laptop sama ponsel baru hari ini juga. Maka gue terima tawaran
Lo!" Rain menyeringai. Tentu saja dia tidak mau menolak kesempatan emas ini.
Berpacaran dengan cowok tampan dan tajir adalah impiannya saat dulu menjadi Lea. Lalu dia akan meminta apapun yang dia inginkan. Soal cinta urusan belakang. Dia hanya ingin dicinta daripada harus mencintai. Hidup bagi Lea adalah sesimpel itu.
"Baiklah, apapun yang Lo mau gue kabulin. Sepulang sekolah tunggu gue diparkiran."
"Oke, Sayang," sahut Rain santai.
Namun, membuat jantung Radit berdebar tidak karuan. Selama ini dia menunggu Rain berubah pikiran, tapi ternyata sekarang saat dia berubah pikiran sesimpel itu syarat yang dia berikan.
"Jadi ... Sekarang kita resmi pacaran?"
Rain mengulum senyum. Dia menatap lekat lelaki itu. Ada binar kebahagiaan yang terpancar dari kedua matanya. Rain yakin jika Radit sangat mencintainya. Dia akan memanfaatkan Radit untuk membalas dendam. Meski harus mengorbankan perasaan. Biarlah dia jalani apa adanya dulu, agar Ella tidak lagi mengganggunya. Sampai Rain mendapatkan apa yang Ella simpan.
"No! Sebelum Lo belikan apa yang gue mau."
Radit menghela napasnya. Pasrah saja sama apa yang Rain katakan, yang jelas Rain akan menjadi miliknya. Jika sudah menjadi miliknya maka selamanya akan menjadi milik Radit. Dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu.
"Lo milik gue, sampai kapanpun! Jadi jangan pernah Lo deketin cowok lain. Ngerti?"
Rain memutar kedua bola matanya. "Posesif! Asal Lo nurutin apa yang gue mau, maka gue bakal nurut sama Lo. Tapi beneran kan Lo tajir?"
Radit tertawa. Matre juga si Rain. "Radit Dirgantara, Lo bisa cari tahu siapa lelaki yang bernama Hans Dirgantara," jawab Radit.
Rain tidak tahu saja siapa Radit. Bahkan jika di suruh membeli supermarket dan mall sekalipun akan dia belikan hanya untuk Rain. Kekayaan Radit tidak bisa diragukan lagi. Dia adalah sultan yang sesungguhnya.
"Gue nggak punya ponsel, mau cari pake apaan? Daun? Apa telepati?"
Ponsel Rain asli sebenarnya tidak rusak hanya saja sudah ketinggalan zaman. Laptopnya yang rusak, Rain asli tidak pernah perduli dengan barang elektroniknya. Dia memang lebih suka kesenyuian. Tidak suka diganggu oleh siapapun.
"Nanti gue beliin, apapun yang Lo mau. Sekaligus sama pabrik ponsel juga bisa gue beli."
Rain mencubit hidung Radit yang menggoda sejak tadi. Sementara Radit memegang tangan Rain. Tatapan mereka saling bertemu. Ada desiran aneh yang mengalir dalam darah Rain. Sementara jantung Radit sudah berdebar tidak karuan.
"Sorry, sengaja. Soalnya hidung Lo kayak prosotan!" ujar Rain, dia langsung mengalihkan pandangan.
Sesaat hanya keheningan yang hadir diantara mereka. Radit sedang menata debaran di jantungnya. Sementara Rain menahan rasa malu. Hingga suara bel terdengar, memecah keheningan itu.
"Bel pulang berbunyi, Lo tunggu gue di parkiran. Jangan pergi sebelum gue dateng."
"Iya bawel!"
Radit pergi meninggalkan Rain menuju ke kelas. Sementara Rain tersenyum, dia merasa bahagia menemukan sosok lelaki yang selama ini hanya ada di dunia novel khayalannya.
Rain telah menunggu Radit di parkiran, seperti yang dijanjikan tadi saat dihalaman belakang.
"Ayo, Rain," ujar Rean.
Rain menggeleng, "Gue lagi nungguin pacar!" sahut Rain santai.
Mia yang kebetulan lewat pun tertegun mendengar ucapan Rain.
Pacar katanya, sejak kapan Rain punya pacar selain Kenan? Sementara Kenan sudah ada di samping Rean.
"Pacar yang mana?" tanya Rean menatap Kenan dan Rain bergantian.
Mia hanya diam menyimak. Gadis itu menduga pasti akan ada perdebatan lagi seperti biasanya. Saat dia menoleh sudah ada Ella yang berjalan ke arah mereka.
"Nah itu dia orangnya keluar!" Rain menunjuk ke arah Radit dengan dagunya.
Rean mengikuti tatapan Rain. "Radit?" Rean mengernyit, sejak kapan mereka pacaran?
Setahu Rean kalau adiknya ini telah menolak Radit karena menjaga hati Kenan. Meski lelaki itu tidak perduli padanya.
"Hay, Rain," sapa Ella sok polos.
Rain hanya diam saja, seolah tidak perduli jika ada Ella di hadapannya.
"Lo ... Masih marah ya sama gue?" Ella memasang wajah bersalahnya.
"Rain, maaf ya lama," ucap Radit yang baru saja datang.
"Nggak apa-apa. Ayo kita pergi sekarang." Rain memeluk lengan Radit.
Sementara Kenan menatap tidak suka ke arah Radit. Entah mengapa rasanya tidak rela jika Rain dekat dengan lelaki lain. Dia sebenarnya rindu dengan Rain yang dulu, yang selalu memberikan perhatian padanya. Rain selalu cerewet setiap harinya, menceritakan entah apapun itu meski Kenan tidak pernah menanggapinya.
"Bang, gue pergi dulu ya. Tenang nggak sampe malem kok!" ujar Rain saat melewati Rean.
Mia terkejut mendengar panggilan Rain kepada Rean. "Bang?" gumamnya, tapi tidak ada yang mendengar.
Rean masih menatap tidak percaya dengan pemandangan siang ini. Bagaimana bisa mereka memiliki hubungan dan dia tidak tahu sama sekali. Rean akan menunggu Rain di apartemen untuk memberikan penjelasan. Sementara Ella menatap penuh kemenangan saat Rain berjalan bersama Radit. Dia tidak akan memiliki saingan untuk mendapatkan Kenan dan menjadi ratu Aksara. Rencananya dengan Jeny akhirnya gagal, tapi melihat pemandangan tadi Ella harap Rain akan menjauhi Kenan.
"Ken, boleh aku numpang?" Ella bergelayut manja dilengan Kenan.
Lelaki itu mencoba melepaskan tangan Ella. Moodnya sedang buruk dan tidak mau dia lampiaskan pada gadis yang tidak bersalah itu.
"Lo pulang bareng Lando aja, gue ada urusan!" ujar Kenan yang langsung pergi meninggalkan Ella.
Gadis itu kesal dan menghentakkan kedua kakinya.
Sementara Mia masih terdiam. Terpaku sama apa yang tadi di dengarnya. Mau minta penjelasan sama Rain besok di sekolah. Sebab Rain nggak punya ponsel dan selalu saja Mia yang repot jika ada tugas sekolah.
***
"Jadi ... Kita resmi pacaran kan? Gue udah beliin apa yang Lo mau!" tanya Radit saat mereka menikmati makan siang disebuah food court.
"Boleh boleh. Lo tajir jadi gue terima."
Dimata Radit, Rain saat ini sungguh menggemaskan. Dia ingin sekali membungkus Rain dan membawanya pulang. Agar tidak ada lagi yang menghalangi hubungannya.
"Rain ... Rain ... Matre banget sih!" Radit mengacak rambut Rain.
"Harus, karena semua itu perlu duit! Berhubung Lo udah beliin semua yang gue mau, jadi hari ini kita pacaran."
"Serius?" tanya Radit tidak percaya.
Rain mengangguk.
Radit mencubit pipi Rain. "Lo nggak pengen gitu aku tembak dengan romantis?" tanya Radit heran. Biasanya cewek itu lebih suka dengan keromantisan.
"Halah, bulsyit sama romantis. Ujungnya kalau udah jadian cuek."
"Hahaha, Ya itu sih orang lain. Kalau gue nggak bakal, Rain."
"Udahlah. Ini lebih dari sekadar romantis!" Rain menunjukkan beberapa paper bag di sampingnya.
"Baiklah, Tuan putri. Sekarang kita kemana lagi?"
"Pu___" Ucapan Rain terhenti saat mendengar dering ponsel milik Radit.
Ya, meski ponsel Rain sudah diaktifkan tidak mungkin ada yang menelponnya. Baru ada nomor Radit saja di ponsel baru miliknya.
"Gue angkat telepon dulu ya, Sayang."
Rain mengangguk. Dipanggil sayang oleh Radit membuatnya salah tingkah.
"Ada apa?" tanya Radit pada seseorang di sebrang sana.
"Ada balapan malam ini di sirkuit biasa. Lo mau ikut apa enggak?" jawab seseorang itu.
"Balapan? Berapa dapetnya?" Radit menggenggam tangan Rain. Dia tidak akan pernah melepaskan apa yang telah dia dapatkan.
"Lumayan banyak karena ada sponsor. Sekitar lima puluh juta buat pemenang pertama. Kedua ya separonya."
"Oke," sahut Radit dan menutup panggilan teleponnya.
Rain juga membalas genggaman tangan Radit. Jangan tanyakan jantung Radit saat ini. Dia benar-benar tidak menduga jika bisa menaklukkan hati Rain. Meski suatu saat Rain akan mengingat kembali, Radit tidak perduli. Dia akan terus bersama Rain dan membuat Rain takut untuk kehilangannya.
"Kak, ada balapan ya? Gue ikut boleh nggak?"
Radit terkejut, mana mungkin seorang Rain bisa balapan? Naik motor saja takut. Ini sebenarnya Rain apa bukan sih.
"Lo bukannya nggak bisa naik motor?" tanya Radit curiga.
"Itu ... Anu ... Sebenarnya gue bisa tapi berhubung motor cuma satu dan dipake si Rean jadi gue nggak pernah bawa motor."
Rain tidak tahu kalau di sekolah itu tidak ada yang mengetahui jika Rain dan Rean kembar. Hanya anggota Aksara saja. Sementara Radit sendiri sudah tahu karena saat Rain masuk rumah sakit, Radit menjenguknya dan bertemu dengan Rean. Jadi Radit tahu jika Rain amnesia ya dari Rean sendiri saat Radit menanyakan kabar Rain lewat telepon.
"Yakin Lo bisa balapan?"
"Iya, nggak percaya? Tar pulangnya gue yang bawa!" sahut Rain yakin.
Dia akan menunjukkan kemampuannya di depan Radit. Rain bukan mau sombong, tapi dia tidak mau kemampuannya di ragukan lagi. Selain itu Rain merasa bosan jika harus di dalam apartemen setiap harinya. Dulu saat menjadi Lea dia selalu berkumpul dengan temannya hingga larut malam. Bahkan sering ikut balapan untuk menghilangkan rasa penatnya. Uang yang didapat selalu dia tabung dan sebagian di sumbangkan.
Menjadi Rain, harus tetap berada di apartemen dan itu membosankan. Dia ingin seperti dulu saat menjadi Lea. Namun, tetap harus hati-hati dalam bergaul.
"Baiklah kalau Lo bisa maka nanti malem Lo gantiin gue. Hadiah buat Lo. Gimana?"
"Deal!"
Rain dan Radit saling berjabat tangan. Dia akan membuktikan kemampuannya. Bila perlu ikut bergabung dengan geng motornya. Meski Rean juga seorang anggota geng motor, Rain tidak terlalu tertarik dengan geng Rean. Tentu saja isinya ya Rean dan kawan-kawan itu. Sisanya dia tidak tahu. Bahkan markas mereka pun juga tidak tahu.
Rain berharap bisa menemukan keberadaan Aldi dan dia bisa membawanya menemui kedua orangtua Lea. Meski dengan cara yang berbeda. Entah bagaimana nantinya, yang penting Rain ingin bertemu sahabatnya saat hidup menjadi Lea.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
lily
walaupun gak breng ortu tpi rean ttep menjaga adiknya dan berkelakuan baik
2024-11-30
0
Fifid Dwi Ariyani
trussrhst
2024-02-07
1
Dian Isnu
konflik mana konflik kak ..
2023-06-02
1