Sudah seminggu sejak kejadian teror itu membuat Alfa menjadi dua kali lipat lebih protektif dari biasanya. Dia tidak memperbolehkan Adel untuk keluar rumah apapun alasannya.
Untuk psikis Adel sendiri, gadis itu terkejut karena baru pertama kali mendapat teror sampai tidak nafsu makan selama satu hari. Namun lama kelamaan dirinya sadar, ia lebih tertekan karena tidak bisa kemana-mana.
Sebelum hal ini terjadi, Adel dikenal ceria dan suka keramaian. Dia suka traveling bersama teman-temannya meski dengan catatan harus menjaga kesehatannya. Jangan sampai Adel kambuh atau kebebasan yang sudah diberikan papahnya akan hilang. Tapi, posisinya beda kejadian di pendakian itu bukan karena kecerobohannya, murni karena kecelakaan.
Siapa yang tidak terkejut, jika mengetahui teman kita menghilang di pendakian seharian penuh? Papahnya benar-benar tidak toleran.
Seharian ini Adel hanya duduk di ruang televisi, menonton sampai matanya perih sembari memakan snack yang dibelikan oleh Alfi.
Rumahnya terasa sepi, tidak ada Gemi yang biasanya menjadi patner bermain. Keluarga kakaknya itu sedang berkunjung ke rumah orangtua Kak Friska, sedangkan Alfi sekolah dan papah sudah pasti bekerja. Hanya ada satpam, beberapa pengawal dan bibi yang sedang bersih-bersih di dapur. Adel kesepian sekali.
Ketika sedang menyuap kripik dengan mata pokus pada drama korea yang sedang booming itu, Adel merasakan ponsel yang terletak di meja bergetar.
Sekilas dia melihat satu pesan dari papahnya. Walau terkesan malas Adel mengambilnya. Paling juga mengingatkannya untuk makan obat.
*From: My Hero
Selamat siang sayang, sudah minum obat? Jangan lupa juga dengan kewajibanmu. Hari ini Papah bawa kabar gembira buat kamu, teman-temanmu di kampus akan datang. Selamat bersenang-senang, selalu jaga kesehatan*.
Adel mengerjap beberapa kali. Sungguh, mereka akan datang? Akhirnya mereka ingat juga untuk menengok temannya ini.
Adel belum tahu alasan mereka, tanpa kabar selama beberapa minggu ini, Adel pikir mereka sudah tidak peduli lagi dengan dirinya yang penyakitan.
Ah, meski sempat kesal Adel tidak memungkiri jika dirinya merasa senang. Dea dan Lana akan berkunjung, bukankah itu kabar baik dia bisa bercerita dan menanyakan beberapa hal.
Buru-buru Adel bangun dari soffa, kemudian berjalan ke lantai atas menuju kamarnya dan langsung membersihkan diri.
***
"ADELLLLL!" suara seseorang menggema di rumah mewah itu. Gadis yang umurnya terpaut 2 tahun dengan Adel itu memeluknya erat.
Adel hanya memasang wajah cemberut di mulut pintu, tidak berniat membalas pelukan teman satu kampusnya, Dea. Temannya yang paling heboh.
"Lo nggak kangen sama gue?" tanyanya kecewa karena merasa tidak ada balasan dari Adel.
"Kalian berdua jahat!" balasnya menatap satu-persatu Lana dan Dea.
"I am sorry! Gue mau kesini tapi bokap lo nggak ngebolehin," bisik Dea yang tadi memeluk Adel. "Bokap lo serem tau pas gue sama Lana mau jenguk di RS malah ngusir dan ngancem jangan sampai kasih kabar apapun sama lo. Kalau gue sampe ada chat, katanya konsekuensinya nggak main-main. Yaudah gue blok aja nomor lo."
Adel menatap Dea tidak percaya, papahnya masa sampai segitunya. "Serius Papah ngomong gitu ke kalian?"
"Bener Del, awalnya gue sama Dea ngira cuman kita berdua doang yang nggak dibolehin, tapi temen-temen kampus yang deket sama lo juga sama kok," kini Lana yang berbicara. Lana ini tipe orang yang tidak banyak bicara namun perhatian.
Adel menghela napas, tidak mungkin mereka berbohong. "Kalian berdua masuk dulu, ada banyak yang mau Adel tanyain."
"Del sebelum lo nanya-nanya, gue dan Lana nggak akan jawab masalah yang ada kaitannya sama pendakian."
"Kenapa? Adel berhak tau karena sampai sekarang, Adel hanya tau Bima meninggal. Banyak pertanyaan yang ngusik tapi tetep Adel nggak bisa cari tahu jawabannya. Adel berharap kedatangan kalian ke sini untuk ngasih jawaban itu."
Dea memegang bahu Adel mencoba menenangkan sahabatnya. "Gue tau lo menderita, lo gak boleh stress cuman gara-gara ini. Gue tegasin, Bima meninggal karena dia jatoh ke jurang. Apapun informasi yang selain dari ini, gue jamin itu nggak bener..." Dea menghentikan ucapannya, ia menghela napas lalu tersenyum miris.
"... sekarang mending kita main ke luar, lo mau main kemana? Dufan? Monas? Kota Tua atau kemana? Bilang sama kita, karena seharian ini kita bakal jalan-jalan!" lanjutnya dengan nada antusias.
Adel menatap kedua temannya dengan raut wajah bingung. "Papah cuman bilang kalau kalian mau dateng."
Dea mendorong tubuh Adel untuk segera bergegas mengganti baju.
"Udah, sekarang lo ganti baju sono kita tungguin di sini. Oke?"
"Tapi__"
"Cepet ganti baju nanti gue tinggalin nih."
Mendapat ancaman itu, walau dirinya masih sulit percaya karena papah hanya mengkhawatirkan kesehatan Adel. Tanpa mau bertanya, bagaimanapun Adel merasa kebosanan di dalam rumah.
Tidak mau banyak berpikir, Adel berlari menuju kamarnya. Memilih baju yang sekiranya cocok untuk ke jalan-jalan bersama kedua temannya.
***
Setelah memperdebatkan perihal tempat tujuan. Sesuai kesepakatan mereka akan jalan-jalan ke Dufan, meski di sana Adel tidak bisa menaiki permainan yang menantang adrenalin. Tidak apa, masih banyak permainan yang aman untuk kondisi jantungnya yang bisa Adel coba.
"Eh, lo berdua ngeh nggak si mobil di belakang terus ngikutin kita. Mereka pengawal pribadi lo juga?" tanya Dea yang kebagian menyetir, dia mengungkapkan kegundahannya. Mobil di belakang sana terlalu mencurigakan.
Adel yang berada di samping kursi pengemudi dan Lana berada di belakang lantas menoleh. Adel tidak terlalu memperhatikan hal itu, namun dari merk mobil. Mobil itu bukan kepunyaan sang papah.
"Bukan mobil Papah," balas Adel seraya menggelengkan kepalanya.
Dea mengigit jari telunjuk kirinya khawatir. "Kok gue ngerasa nggak enak hati ya?"
Dea yang sedang pokus ke ponselnya, langsung menyahut. "Nggak usah khawatir De, kan udah ada pengawal yang diperintah Om Alfa buat jagain kita. Jangan terlalu parno nanti Adel ikut-ikutan lagi. Kita nikmatin aja perjalanan kali ini dengan berpikir positif."
Papah Adel memang menugaskan satu mobil yang berisi empat orang untuk menjaga Adel dan kedua temannya. Namun, sepertinya mobil itu tertinggal di belakang sebab tadi sempat izin untuk membeli bensin.
Dea mengangguk, semoga saja tidak terjadi apa-apa.
Sementara orang berada di belakang mobil itu terus mempokuskan pandangannya mengikuti lajur mobil yang ditumpangi Adel.
Dia adalah orang yang sama yang mengikuti Adel saat bersama Dokter Tomi. Mata elangnya berkilat, dengan senyum sinisnya dia merasa sudah tidak sabar menampakan diri di hadapan gadis itu. Target yang berbeda dari target-target yang selama ini ditanganinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Ummu Istiqomah
siapa sebenarnya yg sering mengikuti adel,
2021-11-24
0
nuri
jd deg2n..
2020-11-26
0
Nona Mawar
aku ikut dong 😚😚😚 lanjut kaka..semangat
2020-06-07
1