Albar duduk di kursi ruang kerjanya, pembisnis yang juga akan merangkap jejak sang Ayah itu, terlihat berbicara dengan beliau melalui sambungan telepon.
"Bagaimana perkembangan tentang kasus meninggalnya Bima?"
"Tenang Pah, Albar sudah menekan pihak keluarganya jangan sampai muncul berita yang menyangkutpautkan meninggalnya Bima dengan Adel. Toh, seiring berjalannya waktu berita itu sudah tenggelam oleh berita-berita yang lain. Papah tidak usah khawatir. Lalu, Albar juga sudah meminta bantuan kepada tim kepolisian untuk menyelidik kembali kasus Bima. Albar tidak percaya Bima melakukan bunuh diri hanya karena patah hati."
Perihal adik Bima yang mendatangi rumah mereka dua hari lalu, nampaknya anak yang bernama Bianca itu tidak bisa berkutik dari perintah dirinya. Meski, Albar memang terdengar keterlaluan sampai mengancam bisnis keluarganya bangkrut.
Ini dilakukan demi keluarganya, Albar tidak bisa membiarkan Adel masuk ke dalam lingkar kejahatan yang sebenarnya hanya tuduhan tanpa bukti yang jelas. Bianca terlalu awal untuk menuduh Adel sebagai penyebab Bima bunuh diri. Buktinya, hanya selembar kertas yang ditemukan di kantong celana Bima. Isinya menjelaskan bahwa Bima patah hati akibat Adel menolaknya menjadi kekasih, jadi ketika pendakian itu Bima nekad lompat ke jurang dan hasil autopsi mengatakan hal itu.
Albar tidak percaya begitu saja, bisa saja ini permainan orang-orang yang ingin menjatuhkan sang Papah.
"Terus pantau, kita tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya."
"Baik, Pah!"
"Makan malam dengan keluarga Dokter Tomi akan dilakukan malam ini, di salah satu resto. Kamu dan keluargamu harus ikut, karena ini menyakut rencana yang sebelumnya ayah bicarakan."
"Oke, Pah. Albar akan memberitahu Friska untuk siap-siap."
"Ingatkan juga istrimu untuk tidak mengacaukan rencana dan bertingkah ceroboh!"
"Hmm, baik," balasnya lagi dengan nada rendah. Albar paling tidak suka jika sang Papa sudah mengungkit-ungkit tentang kebiasaan sang istri. Seceroboh apapun istrinya, di mata Albar dia tetap yang terbaik. Apa Papahnya tidak pernah melihat sisi itu dari istrinya.
Albar jelas tahu, mengapa Papah tidak suka dengan istrinya. Ketika memutuskan untuk menikah, mereka berdua sempat tidak direstui. Alasannya konyol sekali, karena di mata Papahnya Friska tidak cocok disandingkan dengan Albar, meski perempuan itu dari kalangan yang statusnya sama. Kata Papah, ketika melihat Friska hatinya tidak merasa tergugah untuk menjadikannya seorang menantu. Bukan hal itu konyol sekali?
Dan hal ini ternyata akan terjadi lagi, Adel akan merasakan hal yang sama dengannya. Mungkin, dulu dia bisa lolos dan menikah dengan pilihannya sendiri. Namun, untuk Adel Albar tidak bisa memprediksinya. Anak itu sulit ditebak.
Kasusnya lebih parah dari Albar. Oke, sebelum menikah dengan Friska. Albar ditawari oleh Papahnya menikah dengan salah satu anak temannya, dia cantik, kulitnya putih tipe-tipe calon ibu rumah tangga yang selalu patuh pada suaminya. Albar suka, tapi tidak tertarik. Friska lebih dari segalanya.
Sekarang Adel, ditawari untuk menikah dengan seorang duda anak satu. Albar pikir Papah mulai aneh, mana bisa Adel adiknya yang imut dan masih muda itu menikah dengan pria tua? Titelnya memang menjamin masa depan, seorang dokter. Tetap saja rasanya aneh, seperti tidak ada lelaki lain saja.
Pikiran Papahnya memang sudah sulit diduga, seperti Adel. Percuma Albar mengutarakan pendapatnya, Papah pasti kekeh. Mungkin Adel perlu siasat darinya untuk menolak tawaran itu, seperti mengancam kabur. Cara itu ampuh untuk seorang penyayang seperti Papahnya.
***
"Tomi, bagus nggak kalau adekmu pakai jas warna biru?" tanya Riska kepada anak sulungnya. Ia sedang mendandani kedua putranya tepat di kamarnya untuk acara makan malam sekaligus reuni dengan teman lamanya.
Tomi yang sedang berkaca di cermin merapikan kemejanya itu menjawab. "Bagus mah."
"Liat dulu, belum liat udah bilang bagus!" cebiknya kesal.
Tomi mengangkat bahu tidak perduli, mamanya itu mamang teribet. Hanya bertemu Om Alfa sampai harus menggiring Putra dan dirinya masuk kamar, lalu memilih pakaian dan menata rambutnya. Terlalu berlebihan, toh Tomi dan putra bukan anak kecil lagi yang tidak tahu fashion.
Berbicara dengan Putra, sang Adik yang sekarang berumur 21 tahun itu telah menyelesaikan masa kuliahnya di luar negeri. Mamanya sempat kaget dengan kepulangan Putra karena tiga hari lebih cepat dari waktu yang sudah ditentukan sebelumnya.
"Mah sebenernya kita mau kemana? Kenapa Putra harus ikut?" tanyanya dengan nada malas. Putra sepertinya Tomi tidak suka jika mamanya mulai sibuk mengatur.
"Sayang kita akan bertemu dengan calon besan!" balasnya kemudian tertawa senang.
"Kak Tomi mau menikah lagi?"
Mamanya menggelengkan kepalanya cepat. "Bukan kakakmu tapi kamu! Mama udah nggak sabar ketemu Adel, Mama yakin seratus persen dia pasti tertarik sama kamu."
Tomi berhenti memasang dasinya, jantungnya berdetak lebih cepat ketika mendengar nama Adel. Ah, perempuan muda itu sudah mengusai pikiranya selama beberapa hari ini, berkat perkataan ayahnya yang berencana menjodohkan dirinya dengan Adel.
Sekarang apa lagi? Kenapa mamanya juga merencakan perjodohan dengan gadis yang sama? Huh, benar-benar membuat pusing kepala.
"Mah sebelumnya kita nggak pernah membicarakan ini, kenapa mendadak?" Putra duduk di kursi dengan raut wajah marah, tangan mamanya yang sedang memasang dasi terlepas.
"Putra, jangan terlalu serius. Mama hanya ingin memperkenalkan kamu pada anak teman Mama, nanti kalian bisa melakukan pendekatan terlebih dahulu," katanya dengan nada lembut.
"Tetep aja Mama nggak memberitahu Putra sebelumnya Putra jadi malas untuk menghadiri acara itu." Putra hendak membuka jasnya kembali, namun suara Tomi langsung menginterupsi.
"Ikuti saja mau Mama, Put. Tapi dengan perjanjian. Mama tidak boleh memaksa jika kamu tidak tertarik dengan Adel," saran Tomi membuat mamanya langsung berteriak kesal.
"Jangan mencoba meracuni adikmu! Dia nggak mungkin menolak Adel!"
Putra menghela napasnya, mengambil keputusan yang disarankan kakaknya tidak terlalu buruk. "Putra akan ikut dengan syarat yang dikatakan oleh Kak Tomi!"
Riska menatap anak sulung kesal. Jika benar, Putra nanti tidak tertarik bagaimana? Ia tidak bisa memaksanya lagi, ini gara-gara Tomi. "Tomi! Kamu itu__"
Sebelum mamanya marah dan bertanduk Tomi menyanggah ucapannya dengan melihat jam yang melingkar di lengannya. "Udah mau jam setengah tujuh, kita bisa terlambat Ma."
Riska menepuk keningnya, kemudian berlari panik. "Cepat pakai celanamu!" perintahnya kepada Putra yang masih memakai boxer.
"Tomi panggil Ayahmu di ruang kerjanya cepat!" Sekarang memerintah Tomi yang sudah mamakakai pakaian rapih. Ia keluar kamar menuruti perintah sang mama.
"Haduh, kenapa waktu cepat berlalu Mama belum sempat pake makeup. Ini gara-gara kamu dan Tomi! Sudah besar masih aja harus diurus sama Mama! Gimana coba kalau nanti kita terlambat, mama bisa malu sama mereka! Sebab mama yang mengajak makan malam! Kamu sih, ngajak ngobrol terus!" cerocosnya kepada Putra yang hanya duduk dengan tampang masam, lagak mamanya seperti ingin bertemu dengan presiden super riweh.
Iya, jika tidak ada Tomi. Meski Putra mendapat julukan anak kesayangan dia pasti tetap kena semprot.
Sejujurnya gue lebih milih tinggal sendiri daripada harus di sini.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
itin
sayang ke ketiga cucunya tapi tidak dgn mama dari cucunya (mantu). ckckck
2020-12-13
1
Uswatun Khasanah
haduh gmn yah. ibu y nyuruh y ama adik. bapa y adelia y nyuruh y sama kak yg suda y. 🤣🤣🤣🤔gmn adel pasti nolak
2020-08-22
2