"Selamat siang, Pak," sapa Tomi begitu sampai di ruang kerja Bapak Alfa Wiyaja. Ia berjalan dengan rasa hormat menuju tempat di mana Papah Adel itu duduk. Ruangannya terlihat luas dan minimalis. Banyak foto keluarga yang tertempel di dinding serta barang-barang antik yang disimpan di etalase.
"Ah, Dokter Tomi!" Alfa yang sedang merenung itu langsung berdiri. Kemudian mempersilahkan Tomi untuk duduk.
"Silahkan duduk, Dokter Tomi. Saya sudah siapkan minuman hanya juice semoga bisa menyegarkan," katanya sambil menunjukan Juice Jeruk yang sengaja dibuatkan oleh Bi Narsih.
Tomi mengangguk, lalu duduk di salah satu soffa yang tersedia di ruangan itu. "Bagaimana kabarnya, Pak Alfa?"
"Yah, begini... Saya sedang tidak baik-baik saja, sepertinya tekanan darah saya naik lagi," jawabnya seraya memegang kepalanya yang terasa nyut-nyutan.
"Mau sekalian saya periksa?"
"Ah, tidak usah minum obat saja akan sembuh," tolak Alfa. Kemudian melanjutkan ucapannya tentang kondisi Adel. Tidak ada yang lebih dikhawatirkannya untuk saat ini, selain kesehatan serta kesembuhan sang anak.
"Adel sudah stabil, namun jantungnya sangat lemah. Jadi sewaktu-waktu bisa kambuh kembali, apalagi kalau Adel banyak pikiran. Dari riwayat datanya, saya membaca jika Adel sudah memiliki penyakit ini dari kecil ya?"
Alfa mengangguk membenarkan, Adel sudah memiliki penyakit itu dari kecil dan baru diagnosis ketika umurnya lima tahun. Kata dokter terdahulu, ini penyakit jantung bawaan karena almarhumahmah mamanya juga memiliki penyakit yang sama.
"Iya benar hanya saja saya belum berani untuk melakukan pengobatan selain menggunakan obat-obatan, ya resikonya terlalu besar."
Tomi mengangguk paham, sebagian orang punya ketakutan yang sama termasuk Pak Alfa, Tomi sebagai dokter sangat memakluminya. Namun, jika bergantung pada obat sementara kondisi Adel tidak juga ada perubahan, menurutnya perlu dilakukan upaya lain.
"Jika saya menyarankan untuk operasi jantung bagaimana? Kondisi Adel memang tidak separah pasien-pasien saya yang lain, tapi hal ini bisa dilakukan jika Adel dan kelurga menyetujuinya."
Alfa terlihat menggelengkan kepalanya. "Saya belum siap, tapi bukan berarti saya tidak mau. Hanya saja ketakutan untuk kehilangan selalu menghantui saya. Dulu, almarhumahmah mamanya meninggal juga karena hal itu, operasi yang gagal. Saat ini saya hanya bergantung pada obat-obatan serta check-up rutin dan mengawasi kegiatan Adel."
Tomi menghela napas tidak mau memaksa kliennya. Ia tahu bagaimana rasanya kehilangan orang tersayang, mungkin tidak untuk sekarang Tomi melakukan hal terbaik untuk Adel. Tomi hanya berharap semoga pasien mudanya itu bisa cepat pulih. "Yasudah, jika itu pilihan Pak Alfa."
"Ah, saya hampir lupa sesuatu. Orangtua yang berada di hadapan kamu ini teman lama mamamu. Haduh, kenapa tadi kita berbicara formal sekali! Harusnya kita ngobrol sambil main catur atau menyeduh kopi!" Alfa berbicara kembali ketika ingat sesuatu, selain membicarakan kondisi Adel. Hal ini juga ingin ia bahas dengan Tomi.
"Iya Pak, kemarin saya baru diberitahu Mama."
Alfa menonjok bahu Tomi. "Halah, kamu kalau sudah tau kenapa diam saja! Panggil saya Om, jangan terlalu formal!"
"Baik, Om. Saya juga ingin memberitahu tapi agak sungkan!"
"Anggap saja saya seperti Papahmu sendiri tidak perlu sungkan dan canggung. Ah, berapa umurmu sekarang?" tanya Alfa penasaran.
"Sudah lumayan tua, Om. Tiga puluh tahun."
Alfa sebandnya sudah tahu, namun dia sedang berbasa-basi.
"Lah, ngelawak kamu segitu masih muda. Apalagi sekarang kamu sudah terlihat mapan!"
"Ah, Om bisa saja." Tomi terlihat merendah.
"Mamamu cerita katanya sudah punya istri dan anak? Ajaklah kapan-kapan makan malam bersama di rumah ini, tangan Om selalu terbuka untuk semua anggota keluarga kamu." Hal ini sempat membuatnya terkejut dan ingin membatalkan rencananya yang sudah ia susun dari jauh-jauh hari.
Tomi menelan ludahnya kelu, lagi-lagi mamanya tidak berbicara jujur. Padahal Tomi sudah mewanti-wanti untuk tidak berbohong. Sudah cukup dengan Adel dan Tante Alin, jangan ada lagi. Sebab, ketika satu kali berbohong otomatis akan lahir kebohangan-kebohongan yang lain.
"Begini, Om. Saya memang sudah punya istri dan anak tapi kita sudah lama berpisah," jelasnya membuat Alfa terkejut bukan main. Loh? Berarti Riska berbohong padanya.
"Kenapa pisah? Sayang sekali, padahal kamu mapan dan tampan," balasnya antara senang dan terkejut.
"Sudah tidak cocok lagi dan sudah keputusan bersama, Om."
"Sebenarnya Om mau berbicara satu hal sama kamu," ujarnya dengan nada hati-hati. "Selama ini Om mencari pasangan yang cocok untuk Adel. Namun, entah kenapa ketika melihat kamu hati Om merasa cocok dan berpikir kamu itu pilihan tepat. Seorang dokter yang sangat perhatian dan tanggung jawab. Walaupun, Om tidak pernah menyangka kalau kamu itu pernah menikah. Tapi hal itu sama sekali tidak masalah. Sepertinya lebih bagus jika Adel dibimbing oleh pasangan yang dewasa dan berpengalaman. Apa kamu mau jika menikah dengan anak Om?"
Jantung Tomi sesaat berhenti berdetak. Runtutan kata itu sedang dicerna oleh otaknya. What! Bagaimana bisa Om Alfa berniat menjodohkan anaknya dengan duda seperti Tomi? Apa stok lelaki di dunia sudah tidak ada. Tomi menggelengkan kepalanya tidak habis pikir.
"Om, mohon maaf apa tidak terlalu dini untuk mengambil keputusan seperti ini? Soal pasangan Adel tidak semudah hanya dengan mengikuti kata hati. Bagaimana kalau saya tidak sebaik apa yang Om pikirkan?"
"Saya tidak pernah salah pilih dalam menjamin kebahagiaan anak-anak saya."
"Tapi, Om saya nggak bisa..."
"Tidak apa-apa kamu menolak sekarang, tapi nanti jika kedua kalinya saya memberikan penawaran. Bahkan tanpa saya memaksa, kamu tidak akan bisa menolak."
"Maksud Om?" tanya Tomi kurang mengerti.
"Tidak, tidak usah dipikirkan," balasnya. "Oiya, berapa umur anak kamu?"
"Hah?" Tomi sedikit bingung karena topiknya sudah berganti. Ia jadi sangsi kalau pembahasan tadi hanyalah gurauan semata. Namun tetap menjawab. "Lima tahun, namanya Kinara."
"Wah, seperti si kembar dong. Cucu saya sudah tiga, Gema dan Gemi sikembar yang umurnya masih tiga tahun. Lalu si sulung Gilang udah TK. Yah, anak-anak kecil menggemaskan itu ketika kerja selalu membuat Om kangen rumah."
Tomi hanya tersenyum. Apa yang dirasakan Om Alfa sama persis yang sedang dirasakannya. Tomi rindu dengan Kiki, gadis kecilnya.
"Sekali-kali bawa ke sini ajak main dengan Gilang."
Tomi mengangguk. "Siap, Om!"
Meski pembicaraan selanjutnya terasa ringan dan membuat Tomi semakin akrab dengan Om Alfa. Di otaknya Tomi terus memikirkan penawaran yang tadi dilontarkan oleh ayah Adel. Dia tidak menyangka ini akan terjadi.
Orangtua mana, yang setuju anaknya dijodohkan dengan seorang lelaki berstatus duda dan memiliki anak satu. Bukankah terdengar aneh? Walaupun alasannya karena sifat, tapi tetap saja banyak lelaki lain yang lebih baik dari Tomi.
Saya memang tampan tapi umur saya tidak cocok jika disandingkan dengan anak kecil seperti Adel! Tomi berguman dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Pengghosting novel T_T
Cocok cocok ajalah kalo berjodoh lagian juga gak ada yang mau menolak kalo di suguhi duren sawit(Duda keren sarang duit) plus buy one get one dapet bapak geratis anak😂😋
2021-07-05
2
🐈 petit chat 🐈
jodohkan sama aku aja deh.. ga nolak aku tuuh 🤣🤣🤣
2021-04-17
1
Tatikkim
ya udah sama aq j om🤭🤭
2021-04-16
0