Riska beserta keluarganya berdiri ketika melihat kedatangan keluarga besar Wijaya. Ia tersenyum hangat dan berteriak heboh.
"Alfa, waah aku nggak nyangka kamu udah punya cucu tiga begini. Lucu-lucu," sambutnya seraya mendekati si kembar Gema dan Gemi. "Nama kalian siapa?"
Gema dan Gemi nampak mundur, berlindung di belakang kaki jengang sang Ayah. Mereka berdua terlihat ketakutan.
"Hei jangan takut, ini nenek Riska temennya kakek kalian," Riska mencoba memperkenalkan diri. Tapi tidak mendapat respon yang baik, mereka malah menangis minta digendong.
"Loh kok nangis?" tanyanya kebingungan serta panik. Perasaan wajahnya tidak semenyaramkan itu sampai membuat cucu Alfa itu menangis, meskipun tadi Riska memakai makeup kilat dan terkesan asal karena takut telat. Tapi suami serta anaknya mengatakan, makeup yang dipakainya tidak terlalu berlebihan.
"Cucuku hanya tidak suka jika didekati orang yang tidak mereka kenal. Kamu tidak usah bersedih seperti itu Riska," kata Alfa yang sudah terlebih dahulu di di kursii.
Riska tertawa maklum. "Tidak apa-apa Alfa namanya juga anak kecil."
"Eh, ayo-ayo silahkan duduk," titahnya kepada Albar, Friska dan ketiga anaknya. Mereka tidak langsung duduk karena Riska keburu menghampiri.
Mereka semua mulai memesan makanan dan memperkenalkan anak masing-masing. Sifat Riska yang heboh mendominasi suasana, dia tidak canggung untuk bergurau. Makan malam tersebut nampak santai dan sarat akan kekeluargaan.
Riska berdehem beberapa kali, mencari perhatian. "Eum, begini sesuai yang sudah disepakati walau hanya lewat sambungan telepon. Keluarga kami senang sekali jika Putra bisa diterima di keluarga Wijaya."
Adel yang duduk di samping ayahnya, buru-buru berkata. "Adel nggak mau dijodohin." Dia sudah tahu perjodohan ini, meski ayahnya tidak memberitahu lebih jelas siapa orangnya.
Namun sekarang Adel tahu, siapa orang itu. Cowok tengil yang duduk di samping Dokter Tomi. Adel tidak suka cowok itu, matanya yang sipit terus melirik Adel mengintimidasi.
"Ini bukan perjodohan tapi percobaan pendekatan, siapa tau kalian berdua bisa cocok."
"Maksud tante apa? Tante pikir perasaan Adel jadi ajang coba-cobaan?" kesalnya tidak habis pikir. Adel hanya akan menerima perjodohan ini jika dia menyukai orang itu.
"Jangan salah paham Adel, bukan itu maksud tante," ralat Riska agar Adel tidak marah padanya.
"Loh, bukannya Dokter Tomi yang akan dijodohkan dengan Adel?" celetuk Albar membuat orang-orang yang berada di ruangan VIP tersebut membebelalakan matanya, kecuali Gilang, Gema serta Gemi yang sedang asik bermain, lalu Alfa pencetus perjodohan ini dan Tomi yang memang sudah diberitahu.
Riska meringis, tiba-tiba kepalanya pusing mendengar kenyataan itu. "Alfa yang benar saja! Kamu mau menjodohkan anakmu dengan Tomi?"
Alfa mengangguk santai, tidak terlihat terganggu dengan ekspresi yang ditampilkan mereka.
"Pah! Papah udah gila ya, masa Adel mau dijodohin dengan lelaki yang udah punya istri. Adel nggak mau jadi istri kedua!" Adel berdiri dari duduknya, gadis itu terlihat kecewa dengan keputusan sang Ayah. Dia memang sempat terpesona dengam Dokter Tomi, tapi bukan berarti Adel mau menikah dengannya.
"Del! Adel! Kamu belum tau kenyataannya__" Alfa mencoba membuat Adel memberhentikan langkahnya. Namun, tidak berhasil Adel tetap berjalan terburu-buru keluar restauran. Akhir-akhir ini banyak kejutan yang menampar dirinya.
Tomi berdiri membuat Riska berteriak kesal, dia tidak setuju jika anak sulungnya berhubungan dengan gadis muda. "Mau kemana anak itu! Hei Tomi jangan mengacaukan acara malam ini!"
"Sudahlah Ris, Tomi sudah dewasa dan dia bisa memberikan penjelasan kepada Adel."
"Penjelasan?" tanya Riska matanya menatap Alfa tidak mengerti.
"Kamu sudah berbohong padaku tentang status Tomi, sepertinya kamu juga melakukan hal yang sama pada Adel. Biarkan Tomi menghampiri Adel dan menjelaskan semuanya."
Riska bedecak. "Mereka tidak sedekat itu kan? Maaf, Alfa jika pilihanmu adalah Tomi aku tidak bisa menyetujui perjodohan ini."
"Ma! Jangan bertingkah seperti itu!" Gio yang sedari tadi menyimak akhirnya angkat suara.
"Tomi tidak bisa menikah dengan Adel!"
Dio berdecak kesal, melihat tingkah sang istri.
"Kenapa kamu berpikir terlalu jauh, bukankah kamu sendiri yang bilang hanya percobaan pendekatan. Untuk hasilnya biar Tomi dan Adel yang memutuskan."
"Tapi hal itu untuk Putra! Bukan Tomi!"
Putra yang terlihat tidak nyaman karena kedua orangtuanya malah bertengkar langsung bersuara. "Mohon maaf Om Alfa, sepertinya Putra harus pergi duluan. Putra lupa jika hari ini ada janji dengan teman lama."
Lelaki muda itu pamit undur diri, menghiraukan mamanya yang terus berteriak. "Putra! hei! Jangan pergi kamu! Argh! Dasar kalian berdua anak durhaka! Tidak tau sopan santun!""
Riska menunduk memenangkan emosinya, rencananya tidak sesuai ekspetasi alias gagal total. Awas saja, di rumah kedua anaknya itu tidak akan lolos.
***
Adel terus berjalan menyusuri trotoar. Entah sudah sejauh apa dirinya melangkah, namun Adel merasakan ada seseorang yang terus mengikutinya dari belakang. Ah, hanya dari suara sepatunya, Adel bisa menebak siapa orangnya.
"Jangan ikutin Adel!" bentak tanpa menoleh ke belakang.
"Del." Tomi terlihat ingin menjelaskan sesuatu. "Bisa kita bicara sebentar?"
Adel menghela napas, langkahnya terhenti membuat Tomi mendekat. Lalu berdiri di samping gadis itu.
Adel mengawali pembicaraan itu dengan pernyataan. "Sebenarnya Adel udah tau tentang perjodohan ini, tapi Adel nggak nyangka orang yang Papah maksud itu Dokter Tomi."
"Kamu jangan khawatir, saya sudah menolak tawaran Papah kamu. Yah, saya sadar diri tidak akan pantas bersanding dengan kamu," katanya seraya menatap kerlap kerlip lampu yang berada di depannya. Terlihat memikirkan sesuatu.
Adel menoleh kemudian memukul Tomi. "Jelaslah Dokter nggak pantes buat Adel! Dokter tuh udah tua masih aja pengen nambah istri!"
Mendengar hal itu, Tomi tertawa. "Saya duda."
"Duda?" Adel menatap Tomi tidak percaya. "Serius duda? Duda itu lelaki yang bercerai dengan istrinya dan belum menikah lagi kan?"
Tomi menganggukkan kepalanya. "Benar sekali. Saya sudah menduda selama tiga tahun."
"Alasan kalian bercerai apa?"
Pertanyaan Adel membuat tangan Tomi tiba-tiba terangkat, menepuk kepala Adel. "Masih kecil, belum saatnya kamu tau tentang orang dewasa apalagi masalah pernikahan."
Adel cemberut. "Ih, Dokter Adel perlu tau karena mau nggak mau Adel harus menerima perjodohan ini!"
"Tadi katanya tidak mau."
"Kalau orangnya Dokter Tomi, bisa Adel pertimbangin."
"Urusan menikah itu tidak segampang keliatannya, masa depan kamu masih sangat panjang."
"Kalau masa depan Adel bergantung sama perjodohan ini gimana?"
Tomi mengangkat bahunya. "No coment!"
"Papah bilang Adel boleh melanjutkan kuliah, asal mau menerima perjodohan ini."
"Terdengar tidak adil. Saya heran sih, kenapa Papahmu sengebet ini ingin punya menantu seperti saya."
"Aku juga heran, padahal masih banyak lelaki ganteng, muda dan berkharisma di luaran sana."
Tomi tertawa dipaksakan, dirinya terlalu tua untuk anak berumur 19 tahun. "Tetap saja jika Papah kamu memaksa, saya tidak akan pernah menerima perjodohan ini."
Adel menghembuskan napasnya. "Oke, keputusannya sudah jelas. Kita harus sama-sama menolak perjodohan yang direncanakan."
Ada sesuatu yang tidak Tomi sadari dari raut wajah Adel, dia terlihat kecewa. Awalnya Adel memang menolak, tapi sebelum Adel tahu jika Dokter Tomi ternyata seorang Duda.
Namun, ternyata Dokter Tomi sudah mematahkannya lebih dulu. Tatapan serta suaranya menjelaskan bahwa dirinya memang tidak tertarik dengan Adel.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Agustin
Kok bagus ya ceritanya
2021-05-23
1
🐈 petit chat 🐈
catet ya bu riska.. anak kecil itu sangat peka dgn ketulusan orang yg mengajaknya berinteraksi. sehrsnya ibu ngaca, kalo cucu sendiri dan cucu pak alfa aja takut sama ibu, berarti ada yang salah pada dirimu. 🙄
2021-04-17
1
Dwi Wahyuningsih
kaxiaan adel....cari yg lain gih....😅
2021-02-03
0