Tragedi Biang Lala yang berhenti membuat mereka berlima panik, namun setelah menunggu beberapa menit diperbaiki, akhirnya mereka bisa turun. Katanya ada kesalahan teknis yang disebabkan oleh pegawai yang lalai menjalankan tugas.
Tomi, Kiki dan Putra pun sudah pulih dari keterkejukan, bahkan Kiki sudah terlihat ceria lagi sambil memakan ice cream disuapi oleh Putra.
Sedangkan, gadis muda yang berada di hadapan mereka bertiga yaitu Adel dan Dea masih nampak shock.
"Adel? Dea? Are you oke?" tanya Tomi hati-hati, tidak bisa dipungkiri dirinya khawatir. Namun, tidak ada sahutan.
Adel masih menutup wajahnya dengan kedua tangan, sementara Dea melamun tatapannya mengarah ke luar Caffe yang mereka kunjungi, ada hal yang sedang menjadi beban pikirannya.
Adel merasakan ponselnya bergetar disaku celana. Melihat nama Kak Friska yang berada di layar ponselnya, ia buru-buru mengangkat.
"ADELLLLLLL!" Adel menjauhkan ponselnya, suara Kak Friska benar-benar memekakkan telinga.
"KAMU ITU YA KEBIASAAN SUKA BIKIN KHAWATIR! CEPET PULANG!"
Nah, kan tidak di loudspeaker saja bisa membuat orang yang disekitar Adel mendengarnya, bukannya menjawab dengan kurang ajarnya Adel langsung mematikan sambungan, siap-siap sampai rumah diomeli.
"Biar saya antar kamu sama Dea," tawar Tomi membuat Dea langsung bereaksi. Dia sudah sadar dari lamunannya karena mendengar suara Kak Friska.
"Nggak usah Dok, saya sama Adel bawa mobil," balas Dea.
"De..." Meski rasa malu akibat menangis di sangkar Biang Lala masih ada, Adel tidak mau menyia-nyiakan kesempatan. Kapan lagi pulang bareng Dokter Tomi?
"Adel please jangan berulah lagi..."
"Bukan gitu, aku tau gara-gara tadi kamu pasti masih kaget dan lelah. Toh, rumah kita kan nggak searah. Lebih menghemat waktu kalau aku ikut sama Dokter Tomi."
Dea menatap Adel berang. "Lo bisa pulang bareng pengawal."
"Sebelum masuk sini, udah Adel suruh pulang."
"Del!" bentak Dea gregetan. Pantas saja, pengawal itu tidak keliatan dari tadi. Dasar, Adel menyebalkan!
"Maaf ya aku pulang sama Dokter Tomi. Ini kan menguntungkan juga buat kamu, De. Biar bisa cepet-cepet pulang ke rumah."
Dea mendelik, dia berdiri. Kemudian mengambil tasnya yang ditaruh di meja, tanpa sepatah katapun Dea pergi meninggalkan tempat itu. Adel tidak mengerti, jika Papahnya yang super galak itu sudah memerintah Dea untuk menjaga Adel. Jika beliau tahu Dea tidak amanah, siapa yang dirugikan?
"Terserah!" bentaknya sebelum pergi.
"Dea nggak pengertian banget," gumam Adel kesal, harusnya sebagai sahabat, Dea mendukungnya untuk dekat dengan Dokter Tomi.
"Mau pulang kapan Dok?" tanya Adel pada Dokter Tomi yang sedari tadi hanya menyimak percakapan keduanya.
"Saya nggak suka sikap kamu sama Dea," kata Tomi dengan tatapan serius.
"Hah? Emang salah ya? Itu kan biar Dea nggak bolak-balik, Dok," balas Adel merasa tidak bersalah.
"Pikir saja sendiri."
Loh? kok jadi Dokter Tomi yang marah, perasaan sikap yang Adel tampilkan biasa saja.
"Kak, kayaknya gue nggak bisa balik bareng Kakak sama Kiki. Gue ada urusan sama temen," celetuk Putra membuat Tomi mengalihkan tatapannya pada Putra.
Putra mengambil sesuatu di celananya. "Nih, kuncinya. Bilangin sana mama gue pulang agak maleman."
"Ngedadak?" tanya Tomi bingung, padahal ketika Putra diajak untuk bermain ke Dufan, adiknya itu mengatakan sedang free alias sedang tidak ada kerjaan.
Putra mengangguk, dia mencium pipi chubby milik Kiki, anak itu sedang menyuapkan ice creamnya ke mulut asyik dengan dunianya sendiri. "Ki, Om pergi dulu yah?"
Kiki mengangguk, tanpa mengalihkan tatapannya.
"Hati-hati Put!" kata Tomi ketika Putra sudah berjalan menuju ke luar restoran.
"Hai Kiki, enak ice cream-nya?" tanya Adel yang akhrinya bisa mendekati Kiki, sebab tadi ada Putra yang memasang wajah antisipasi, seolah Adel tidak boleh menyentuh Kiki.
Kiki mengangguk, "enak."
"Mau lagi nggak ice cream-nya?" tawar Adel, melihat pipi bapau Kiki tangan Adel terangkat mencubitnya membuat anak itu mendongkak.
"Jangan cubit-cubit!" marahnya dengan mata melotot. "Kakak jangan ganggu Kiki! Kata Ayah kalau lagi makan jangan sambil ngoblol!"
Adel nyengir. "Maaf."
Kemudian menatap Dokter Tomi. "Dokter nggak pesen ice cream?"
Tomi menggelengkan kepalanya. Walaupun dia tidak suka dengan sikap Adel pada temannya, Tomi tetap menanggapi pertanyaan Adel. "Saya nggak suka manis."
Adel mengangguk paham. "Tapi kalau orang yang manis, Dokter suka nggak?" tanya Adel mulai berani menggoda bapak beranak satu itu.
"Eh, saya mau tanya dulu definisi orang manis itu seperti apa? Orang yang dipenuhi gulakah atau orang yang dikerubuti semut?"
Tomi mengulum senyumnya ketika Adel memasang wajah cemberut.
"Payah, dokter Tomi nggak bisa diajak becanda."
"Saya kan maunya yang serius-serius. Kamu mau serius sama saya?"
Deg!
Adel merasakan jantungnya berdetak kencang. Tolong kondisikan pipinya yang mulai terasa panas, jangan sampai Dokter Tomi tau Adel salting
"Dokter nggak lagi ngelamar Adel kan?" tanya Adel dengan nada hati-hati.
Dokter Tomi tertawa ngakak. "Ternyata kamu juga nggak bisa diajak becanda."
Adel mendengus kesal. Tiba-tiba jari jempol dan telunjuk kiri kanan menyatu, membuat sebuah Love. "Dokter tahu, tadi pas dokter ngajak serius hati Adel masih utuh."
"Terus pas bilang cuman becanda, ambyar jadi potek!" lanjutnya seraya menjauhkan jari-jarinya plus dengan raut wajah kecewa.
"Adel-Adel kamu harus belajar supaya nggak mudah baperan," ucap Tomi masih tersisa tawanya.
Sejak kenal dengan Adel, Tomi jadi sering tertawa. Ada saja kelakuannya yang membuat perutnya tergelitik.
"Ayah udah habis!" celetuk Kiki dengan sekitar mulut cemong, bahkan bajunya juga terkena cipratan ice cream yang dimakannya. "Ayah pulang yuk! Kiki ngantuk pengen bobo."
Tomi membersihkan bibir Kiki dengan telaten menggunakan tisu. "Ayah ingetin lagi ya, jangan makan belepotan begini harus rapih Kiki kan sudah besar mau enam tahun. Masa cara makannya belepotan gini?"
Kiki menatap ayahnya sendu. "Maaf, ayah tadi Kiki mau minta suapin. Tapi, ayah lagi ngobrol sama Kakak itu."
Tomi membuang tisunya ke tong sampah yang berada di dekat mejanya, kemudian mengelus rambut Kiki. "Yaudah nggak apa-apa. Maafin ayah juga, nggak nyuapin Kiki."
Kiki mengangguk, lalu mencoba turun dari kursi. "Ayah ayo pulang."
Adel yang masih terpukau dengan perlakuan dan kasih sayang yang diberikan oleh Dokter Tomi pada Kiki hanya bisa senyum-senyum tidak jelas.
Beruntungnya Adel jika mendapat suami seperti Dokter Tomi yang perhatian. Duda idaman!
Namun, tiba-tiba Adel tersentak saat tangannya terasa hangat, dia melihat ke bawah. Ternyata ada seseorang yang menggegam tangannya.
"Ayo pulang," ajaknya membuat jantung Adel semakin menggila.
Kenapa Dokter Tomi romantis banget sih?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Umriyah Purnawati Sholikhah
para tokohnya bnyk yg menyebalkan
2022-02-13
0
Ima Yuliantina
ga solid banget demi cow
2021-08-13
0
Fitri Sasa
lanjut
2020-06-08
2