Adel menatap jalanan, di sana banyak kendaraan roda dua maupun empat yang hilir mudik di depannya. Adel dan Dokter Tomi masih setia berdiri di samping trotoar. Mereka sedang terlarut dengan pikiran masing-masing.
"Dokter nggak berniat menikah lagi?" tanya Adel, mulutnya tidak tahan untuk tidak mengeluarkan pertanyaan tersebut.
Tomi menatap Adel dari samping. Tidak bisa dipungkiri gadis itu terlihat cantik dengan balutan dress selutut berwarna putih dan rambut yang terurai dihiasi jepit rambut di sisi kanannya. Ditambah polesan makeup yang tidak terlalu berlebihan. Sederhana dan menarik.
"Kamu takut saya nikah dengan orang lain?" Tomi malah membalikan pertanyaan. Niat hati ingin bergurau, tetapi ditanggapi serius oleh Adel.
Adel mendelik, sewot. "Jangan kepedean! Jujur, Adel memang sempet tertarik sama perjodohan ini tapi setelah dipikir-pikir, kenapa harus sama duda? Sementara di dunia ini masih banyak lelaki yang single?"
Tomi hanya mengulum senyum, dia ingin berkata sesuatu kepada Adel tentang dirinya. "Sebelumnya saya tidak pernah berhubungan dengan gadis lebih muda. Katakanlah selera saya selalu jatuh pada perempuan-perempuan yang sudah banyak pengalaman. Saya___"
"Stop! Jangan dilanjutin." Adel malas mendengarkan ocehan Dokter Tomi dengan tipe perempuan idamannya. "Mending sekarang dokter tepati janji yang waktu itu, temani Adel jalan-jalan."
Tomi mengangkat alisnya, dia berpikir tentang janjinya. Ah, perasaan Tomi tidak pernah berjanji apapun. "Janji? Saya tidak pernah berjanji apapun dengan kamu."
Adel tersenyum masam. Dasar dokter nyebelin! batinnya kesal. Tangannya menarik, pergelangan tangan milik Tomi.
"Deket sini ada mall, Adel pengen belanja!"
Tomi berdecak. "Sudah malam, kita balik ke resto. Angin malam tidak baik untuk kesehatan kamu. Kita bisa lain kali jalan-jalannya."
Adel menghentikan langkahnya, berbalik menatap Tomi. Matanya menatap tajam dengan bibir yang mengerucut sebal. "Oke, kalau nggak mau nemenin nggak apa-apa, Adel bisa sendiri!"
Tomi mencekal tangan Adel yang hendak berbalik, gadis itu otomatis kembali menghadap Tomi. Pandangan mereka bertemu, mata bulat Adel menatap mata hitam legam milik Tomi. Lewat pancaran mata, mereka seperti sedang berbicara. Tanpa kata, namun tersampaikan. Entah berapa waktu yang mereka habiskan untuk saling tatap.
Tomi tersadar ketika ada motor dengan suara bising melewati mereka. Ia memejamkan matanya, keadaan menjadi canggung. "Ayo! Saya nggak bisa biarin kamu jalan-jalan sendiri!"
"Adel bisa sendiri!"
Tomi menarik tangan Adel, mereka berdua berjalan menuju mall yang seingat Tomi lumayan jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki.
Sebenarnya Tomi sudah merasakan ada hal yang tidak beres, ia merasa ada yang memperhatikan mereka berdua dari tadi. Namun, dia tidak bisa mengatakan pada Adel secara gamblang. Tomi takut gadis itu terkejut dan stress. Karena tidak bisa mengajaknya pulang, mau tidak mau Tomi harus menemani Adel.
Sementara di belakang Adel mencoba mengimbangi langkahnya dengan kaki panjang milik Dokter Tomi. Tadi Adel sedikit shock dengan tatapan yang ditampilkan oleh Dokter Tomi. Dokter tersebut seperti sedang menyelami dirinya hingga Adel sulit berkata-kata.
"Argh!" ringis Adel ketika kakinya yang memakai sepatu heels itu menginjak batu. Tidak sakit, namun Adel terkejut. Dia memang tidak terbiasa memakai sepatu setinggi 5 cm milik Kak Friska ini. Adel memakainya karena paksaan dari sang kakak ipar.
Tomi menghentikan langkahnya, genggaman tangan mereka lepas. Dia berbalik, kemudian menatap gadis kecil itu dengan tatapan khawatir.
"Kamu nggak apa-apa, Del?"
"Gara-gara Dokter jalannya cepet, heelsnya jadi patah!" Adel berkata dengan nada sebal, lalu mengambil heels yang sudah terbagi dua antara penyangga dan sepatunya. Dia menatapnya dengan pandangan naas, Kak Friska sempat memberitahu jika ini adalah heels kesayangannya. Ah, nanti Adel harus bilang apa pada kakak iparnya itu.
Tomi tidak tertarik dengan heels yang patah, dia jongkok kemudian memeriksa salah satu kaki Adel yang terlihat memar.
Ketika kakinya ditekan oleh jari tangan Dokter Tomi, Adel baru sadar ternyata kakinya sakit. Padahal tadi tidak terasa, walaupun saat memakainya Adel merasa tidak nyaman.
Tanpa kata-kata dokter tersebut membuka dua sepatu yang dipakainya. Kemudian memberikannya kepada Adel. "Pakai."
Adel mengerjap bingung, lalu berkata dengan wajah polos. "Kita mau tukeran sepatu? Tapi pasti nggak cukup, kaki Dokter Tomi kan gede! Sedangkan kaki Adel kecil!"
Tomi berdecak, tangannya menyentil kening Adel. "Kamu pakai sepatu saya, biar kaki kamu tidak tambah sakit."
"Bener dokter mau pakai heels Adel?" balasnya tidak nyambung.
"Nggaklah! Nanti sampai mall kamu beli yang baru dan balikin sepatu saya."
"Dokter nggak niat buat nyeker kan?"
"Pilihan terberat karena sepatu kamu nggak muat di kaki saya."
"Tapi Dok__" Adel hendak menolak. Tidak mungkin dirinya membiarkan Dokter Tomi nyeker alias tidak pakai sepatu ke mall, mau ditaruh di mana mukanya? Mending tidak jadi saja.
"Lama mikirnya." Dokter Tomi kembali jongkok untuk memakaikan sepatunya ke kaki Adel. Setelah berhasil, tanpa persetujuan Adel dokter itu malah membuang sepatunya ke tong sampah yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri.
Adel melotot. "Ih! Kenapa dibuang? Adel masih bisa pakai heels itu!"
"Ayo ke mall!" ajaknya tanpa menghiraukan perkataan Adel.
"Dok! Dokter!" Adel ingin sekali berbicara keras kepadanya, kenapa harus berlebihan seperti ini. Padahal sepatu itu masih bisa dipakai, dengan mematahkan penyangga satunya lagi kan sudah beres. "Ih nyebelin banget sih maen tinggal aja! Dokter tungguin!"
Lihatlah sekarang pemandangan macam apa yang mereka tampilkan. Adel dengan sepatu yang kebesaran sementara Tomi yang tidak memakai sepatu. Huh, benar-benar memalukan.
Tomi sebenarnya tahu apa yang dimaksud oleh Adel. Hatinya sedikit terganggu ketika melihat luka di kaki Adel. Tomi tidak salahkan memberikan perhatian itu kepada pasiennya sendiri? Meski dalam kebutuhan yang berbeda.
***
Di lain tempat yang tidak jauh dari posisi Adel dan Tomi. Ada seseorang dengan jacket hoodie yang terus memperhatikan keduanya. Dia terlihat mengambil ponselnya terterlak di saku.
"Bos, sepertinya Adel akan pergi ke mall. Adel tidak sendiri dia bersama seorang lelaki dewasa."
"Jangan dulu bertindak, terus pantau mereka lalu laporkan kepada saya!"
"Siap bos!"
Orang itu menutup sambungan, kemudian berjalan hati-hati mengikuti mereka dari belakang. Dia tersenyum sinis dengan kedua tangannya yang mengepal.
Mangsa yang sangat menawan.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
itin
bahkan cucu cucu nya alfa ketakutan lihat emaknya dokter tomy. aura neklam nya terbawa kemana mana. pantas aja kiki takut sama neneknya. seramm
2020-12-13
3
Lamparida Hutasoit
bagus karyanya udh aku kasih rate mampir terus kecerita aku ya🤣🤣
2020-06-05
4