Hu Liena kini sedang menatap sebuah kotak tua yang berada di hadapannya, Kotak itu berwarna coklat berhiaskan ukiran naga di setiap sudutnya.
Setelah beberapa saat mengamati kotak tersebut, akhirnya Hu Liena memutuskan untuk membuka kotak di hadapannya. Kotak itu tidak memiliki kunci dan hanya di tutup begitu saja hingga memudahkan Hu Liena untuk membukanya. "Ehhh ... benda apa ini?" Ucap Hu Liena sambil meraih benda lonjong yang ada di dalamnya.
Benda ini menyerupai sebuah telur namun memiliki ukuran yang sedikit lebih kecil dari bentuk aslinya. Dia pun mengambil benda itu menunjukkannya kepada si kakek. "Apa kakek tahu, benda apa yang ada di tanganku ini?"
"Aku tidak mengetahuinya." Jawab si kakek seraya menggelengkan kepalanya.
"Bukankah benda ini sudah berada bersama kakek ribuan tahun lamanya?" Ucap Hu Liena.
"Tidak, aku hanya di minta untuk menjaganya." Ujar si kakek datar.
Hu Liena mengerutkan dahinya, dia tak memiliki informasi apapun tentang benda yang ada di tangannya dia juga tak memiliki cara lain untuk mengetahuinya. "Ayah, apa sebenarnya yang kau coba beritahukan kepadaku." Gumamnya lirih.
Jari Hu Liena mulai meraba-raba permukaan benda, bahkan beberapa kali dia mencoba untuk menekan dan memutarnya. Karena merasa usahanya tidak mendapatkan hasil apapun, Hu Liena menjadi sedikit kesal.
Aku kira dengan adanya benda ini aku bisa menemukan pintu rahasia, ternyata sia-sia saja. Batin Hu Liena.
Karena merasa jika benda itu tak berguna sama sekali, Hu Liena kembali meletakkannya ke dalam kotak secara kasar.
KLIKK~
SWUUSSHHH
Begitu benda menyentuh tempatnya semula, terdengar bunyi 'klik' dan sinar yang menyilaukan keluar dari dalam benda tersebut, sinar itu berasal dari sebuah kalung berwarna emas yang ada di dalam benda lonjong yang baru saja Hu Liena simpan.
"Aghhh ...," Hu Liena menghalangi matanya dengan kedua tangan karena merasa silau dari pancaran sinar keemasan. Setelah sinar itu mulai meredup barulah dia menurunkan tangannya.
Tanpa di duganya kalung itu kembali mengeluarkan keanehan, kali ini sinar keemasan itu langsung menyelimuti seluruh tubuh Hu Liena.
Tidak hanya Hu Liena saja, tubuh si kakek pun kini tampak terbungkus oleh sinar tersebut dan secara perlahan-lahan tubuh mereka berdua melayang ke udara.
Hu Liena berpikir jika dia akan langsung di kirim kembali ke tempat pertama dia terhisap oleh lubang dimensi, tapi perkiraannya itu salah. Karena pada saat itu tubuhnya mulai berhenti melayang dan kini hanya mengambang beberapa meter dari permukaan tanah.
"Apalagi ini?" Gumamnya, dia merasa sedikit kesal karena beberapa kali seperti di permainkan.
SWUUSSHHH
Keanehan terjadi lagi, tubuh si kakek yang di selimuti sinar keemasan kini mulai di selubungi gumpalan asap tebal yang sangat menakutkan.
"Kakek, apa yang terjadi?" Teriak Hu Liena yang terkejut dengan apa yang di lihatnya.
Sedikit demi sedikit asap yang menutupi si kakek menghilang menampilkan sebuah sosok pria paruh baya yang tak asing di mata Hu Liena.
"Ayah!" Ucap Hu Liena berkaca-kaca, dia tak menyangka jika kakek tua yang bersamanya selama berada di tempat ini adalah jelmaan dari Ayahnya sendiri.
"Liena." Ma Boqin tersenyum ke arah Putrinya lalu bergerak menghampirinya.
"Ayah, benarkah ini kau Ayah?" Hu Liena tampak ragu-ragu ketika sosok pria misterius tersebut mencoba mendekatinya. Dia takut jika ini hanya sebuah ilusi untuk menyesatkannya.
"Iya, ini Ayah Nak." Ucap si pria misterius tersebut.
"Ayah, aku sangat merindukanmu." Setelah memastikan jika memang pria itu adalah Ayahnya, Hu Liena pun tak kuasa menahan kerinduannya dan langsung memeluknya.
"Jangan tinggalkan aku lagi." Rengek Hu Liena.
"Bukankah Ayah tidak pernah meninggalkanmu." Ucap Ayahnya lembut.
"Apa maksud Ayah? Apa Ayah juga bereinkarnasi sepertiku?" Tanya Hu Liena sambil mengerutkan dahinya.
Ma Boqin menggelengkan kepalanya. "Ayah tak seberuntung dirimu, Nak."
"Tapi ...," Hu Liena ingin menanyakan tentang sosok Perdana Menteri yang wajahnya sangat mirip dengan Sang Ayah.
"Wajah bisa sama, tapi kami berbeda." Jawab Ma Boqin yang seakan mengetahui isi pikiran dari Putrinya.
"Aku ...," Ucapan Hu Liena terputus karena di hentikan oleh Sang Ayah.
"Ayah tak memiliki waktu lama, jadi lebih baik jika kau hanya mendengarkan saja." Ucapnya sambil mengelus rambut Hu Liena seperti yang sering dia lakukan di ketika di kehidupan sebelumnya.
"Aku mengerti Ayah!" Jawab Hu Liena.
Ma Boqin meraih tangan Putrinya, lalu mulai bergerak membawa Hu Liena berkeliling di tempat rahasianya itu.
"Ayah menciptakan tempat ini bukan tanpa sengaja." Ucap Ma Boqin mengawali ceritanya.
"Hari itu, Ayah dan Ibumu pergi ke sebuah kuil untuk berdo'a. Tiba-tiba seorang Pendeta mendekat dan memberitahu kami, jika Putri yang kami nantikan akan pergi untuk menjalani kehidupan kedua ketika usianya mulai menginjak dewasa. Kami sangat ketakutan ketika mendengarnya pada waktu itu, tapi si Pendeta bilang jika kau akan membawa kebaikan bagi umat manusia. Selain itu, pendeta juga meramalkan jika kehidupan pertamamu hanya akan membawa kesialan untuk dirimu."
"Satu-persatu ucapan si pendeta itu mulai terbukti kebenarannya, sejak baru berusia 1 tahun kesialan demi kesialan terus datang menghampirimu. Dari mulai penculikan hingga sakit parah telah kamu lalui, dan yang paling membekas di hati Ayah adalah ketika Yu Zhen datang hanya untuk memanfaatkan dan mencelakaimu."
"Sebab itulah kami berdua mulai berusaha dan mencari cara agar hidupmu tidak merasa kekurangan di dunia manapun kamu tinggal. Kami mulai memberikanmu dasar pelatihan sejak dirimu baru mencapai usia dini, kami ingin membentuk kepribadian dan keahlian yang mumpuni pada dirimu. Meskipun sebenarnya kami merasa sakit hati karena terlalu memaksakan diri untuk bisa membuatmu lebih mandiri, tapi kami tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Kami berdua juga mempersiapkan tempat ini untuk menunjang kehidupan keduamu, agar kau bisa menggunakan keahlianmu. Ayah percaya akan kemampuanmu, dan Ayah juga percaya jika kamu bisa melakukannya melebihi yang kami harapkan darimu."
"Ayah ...," Hu Liena merasa terharu mendengar semua cerita dari Ayahnya, ternyata semua ini telah di persiapkan oleh orangtuanya.
"Hiduplah dengan baik dan berbahagialah, lindungi orang-orang yang selalu berada di sisimu. Ayah menyayangimu, kami berdua sangat menyayangimu." Ucap Ma Boqin sambil mengelus-elus rambut Putri yang sangat di sayanginya.
"Ayah!" Hu Liena memeluk Ayahnya, ia tak sanggup menahan kesedihannya.
"Pakailah kalung itu Nak, kau hanya perlu menyentuhnya untuk kembali ke tempat ini kapan saja kau mau." Ucap Ma Boqin memberitahukan kegunaan kalung yang berada di tangan Putrinya.
"Baik Ayah, aku akan memakainya nanti." Jawab Hu Liena tanpa melepaskan pelukannya, ia merasa enggan untuk menjauh dari sosok yang sangat di rindukannya itu.
Ma Boqin hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan Putrinya yang tak pernah berubah, dia pun kembali berucap. "Sebaiknya kau pakai sekarang karena Ayah tak memiliki waktu lebih banyak lagi."
"Um." Hu Liena mengangguk dan langsung memakai kalung yang berada di tangannya.
Sementara dia sedang memasang kalung, wujud Ma Boqin perlahan-lahan mulai menghilang. Ketika Hu Liena menyaksikan kejadian itu, dia berusaha mencoba mencegahnya. "Tidak Ayah, jangan, jangan pergi lagi, jangan tinggalkan aku lagi ...," Ratap Hu Liena kepada Ayahnya.
"Maafkan Ayah, Nak. Ayah harus pergi, tugas Ayah sudah selesai sekarang. Pergilah! Jalani hidupmu dengan penuh kebahagiaan, Ayah akan selalu menyayangimu dan Ayah akan selalu berada di hatimu." Seiring dengan selesainya kata-kata yang dia ucapkan, tubuh Ma Boqin juga ikut menghilang dari pandangan.
"Tidak Ayah, Ayah ... Ayaaahhh!" Hu Liena berusaha menangkap tubuh Ayahnya, tapi itu sia-sia karena hanya ada tempat kosong di hadapannya.
Hu Liena jatuh berlutut di tanah meratapi kepergian Ayahnya, dia seperti di perlakukan tak adil karena takdir selalu mempermainkan perasaannya.
"Nona, Nona!" Luqiu memanggil-manggil majikannya dengan perasaan cemas. Hari ini Hu Liena menghilang di halaman belakang Tabib Hong, dan ketika di ketemukan dia berada dalam keadaan pingsan dengan di penuhi lumpur yang mengotori pakaiannya.
Hu Liena membuka matanya dan menatap ke arah Luqiu yang ada di hadapannya.
"Luqiu." Lirihnya, kemudian dia memeluk Luqiu dan menangis di dalam pelukan pelayan setianya itu.
"Nona, apa yang terjadi kepada anda? jangan membuatku takut Nona." Ujar Luqiu semakin cemas.
Hu Liena melepaskan pelukannya kepada Luqiu lalu mengusap airmata yang tergenang di kelopak matanya, "Maafkan aku." Ucapnya sambil menundukkan kepalanya.
"Nona ...," Luqiu kehilangan kata-kata melihat perilaku majikannya, di sisi lain dia merasa cemas di sisi lain lagi dia merasa heran dengan sikapnya.
Sementara Luqiu merasa cemas, Hu Liena sendiri nampak kebingungan dengan kejadian yang menimpanya. Teringat jelas di ingatannya ketika dia terhisap ke lubang tanpa dasar di halaman belakang Tabib Hong, tapi kenapa sekarang dia berada di dalam sebuah kamar bersama dengan Luqiu di sampingnya. "Apa aku bermimpi?" Ucapnya pelan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 189 Episodes
Comments
Fifid Dwi Ariyani
teussemngat
2024-02-17
0
Hasan
lanjut saja thor🤤🤤
2023-05-28
0
Sri Rahayu
lanjut Thor .
2023-01-30
2