Di dalam sebuah kereta....
Hu Liena memperhatikan deretan pohon pinus yang berjajar di sepanjang jalan yang di laluinya, dia kini berada di atas kereta kuda bersama Luqiu untuk menuju kediaman Tabib Hong yang berada di pinggiran kota.
Hu Liena merasa terpukau dengan keindahan alam di sekitarnya. Di dunia modern, dia sangat jarang untuk bisa menikmati pemandangan yang seperti ini, tugasnya yang sebagai dokter kemiliteran membuat dirinya hanya bisa menghabiskan waktu dengan berada di camp tempatnya bekerja untuk melakukan penelitian tentang bahan obat-obatan yang akan dia pergunakan.
Teringat dengan ucapan Luqiu tentang sosok Pangeran Pertama, Hu Liena pun memulai obrolannya. "Luqiu, bagaimana dengan sosok rupa Pangeran Pertama?"
Luqiu yang di tanya pun menjadi bersemangat ketika di tanya mengenai Pangeran yang terkenal di Negaranya itu. "Dia itu sosok Pangeran yang paling berpengaruh di Dinasti Ying, Nona. Selain wajahnya yang tampan, dia juga terkenal dengan sifat dingin dan sifat kejamnya." Terang Luqiu kepada majikannya.
"Jika benar dia adalah sosok yang kejam, bagaimana aku bisa menyukainya?" Lanjut Hu Liena yang semakin merasa penasaran.
"Justru karena alasan itulah Nona dan semua wanita di Dinasti Ying menyukainya, bahkan sampai rela mengorbankan harga diri mereka. Tapi sayang, Pangeran Pertama menolak mentah-mentah setiap wanita yang datang kepadanya." Luqiu mengepalkan kedua tangannya, dia terlihat antusias membicarakan tentang masalah ini.
Hu Liena serasa mendapat angin segar ketika mendengar kata penolakan, dia lalu berbicara dengan senyuman yang tersungging di wajahnya. "Itu berarti, Pangeran Pertama juga menolak perjodohan dariku kan."
Melihat majikannya menampilkan raut wajah bahagia, Luqiu pun mencibir kepadanya. "Apa maksud Nona? Aku bilang mereka dan itu tidak berlaku dengan anda."
"Kau!" Hu Liena kehilangan kata-katanya, bagaimana bisa Pangeran yang menolak semua wanita di Negaranya akan tetap menerima perjodohan yang di ajukan olehnya.
Luqiu kembali melanjutkan ucapannya. "Pangeran Pertama tidak bisa menolak, karena Permaisuri Shu sangat menyukai Nona. Sebagai anak yang berbakti, tentu saja dia harus menjalankan perintah dari ibunya. Maka dari itu Pangeran menerima perjodohan dari anda meskipun dia sendiri tidak mengiginkannya.
Hu Liena semakin merasa tak berdaya mendengar setiap kata yang terucap dari pelayan setianya itu. Dia tidak punya pilihan lain-selain menerima takdirnya kini. Hidup dan matinya sangat bergantung dengan keputusannya, jika dia tetap menolak dia akan mati untuk yang kedua kalinya.
Hu Liena bergidik jika harus mengingat tentang kematiannya sendiri, sampai saat ini tujuannya belum terlaksana untuk membalaskan sakit hatinya. Jika dia mati, itu hanya akan membuat musuh besarnya merasa berada di atas angin untuk kesekian kalinya.
Dia menarik nafas dalam sebelum akhirnya membuka mulutnya. "Hahhh ... sudahlah, ini memang sudah di takdirkan. Kedepannya kita tidak perlu membahas tentang hal ini lagi, jika memang harus terjadi maka terjadilah." Ucapnya pasrah.
Luqiu merasa senang dan bisa bernafas lega setelah berhasilkan meyakinkan majikannya, beberapa hari terakhir ini, dia selalu merasa cemas karena perubahan sikap Hu Liena.
Tak berselang lama kereta kuda yang mereka tumpangi pun berhenti di sebuah halaman rumah, halaman itu terlihat bersih dan rapi menandakkan si pemilik sangatlah rajin merawat kediamannya dan menambahkan kenyamanan bagi setiap orang yang mengunjunginya.
Hu Liena keluar dari kereta kuda, di bantu oleh Luqiu yang telah turun terlebih dahulu sebelumnya. Setelah menuruni kereta, Hu Liena pun melangkahkan kakinya untuk memasuki halaman rumah milik Tabib Hong.
Sesampainya di depan pintu, Hu Liena tidak terlalu terburu-buru, dia hanya berdiam diri memperhatikan tempat di sekitarnya. Tepat ketika dia memutuskan untuk mengetuk pintu terdengar suara pria paruh baya menegurnya.
"Apa yang Putri Perdana Menteri lakukan di gubuk tua renta ini?" Suara Tabib Hong terdengar dari arah sampingnya Hu Liena.
Begitu mengetahui jika si pemilik suara adalah orang yang di carinya, Hu Liena pun segera menoleh dan menjawabnya. "Sepertinya, kedatanganku sangat mengejutkanmu, Tabib."
Mendengar ucapan dari Hu Liena, Tabib Hong hanya mendesah pasrah. "Ahhh ... itu hanya perasaan Nona saja, hamba tidak berani berpikiran sempit seperti itu. Kedatangan anda adalah suatu berkah bagiku."
"Jangan terlalu berlebihan Tabib, aku hanya manusia biasa sepertimu." Hu Liena tidak suka mendengar pujian yang berlebihan kepadanya, apalagi Tabib Hong berusia lebih tua dari dirinya.
"Baik, baik, hamba meminta maaf jika Nona tidak menyukainya." Ujar Tabib Hong lalu melanjutkan kembali kata-katanya. "Jika hamba boleh tahu, apa maksud kedatangan anda ke gubuk ini, apa ini ada hubungannya dengan permintaan hamba waktu itu?"
Bibir Hu Liena sedikit berkedut mendengar pertanyaan dari Tabib Hong, dia tidak menyangka jika orang tua ini masih mengingat perbincangan mereka terakhir kali.
Dia masih saja mengingatnya, bahkan aku sendiri sudah berusaha untuk melupakannya. Batin Hu Liena.
"Nona, Nona!" Tabib Hong memanggil-manggil Hu Liena yang hanya diam saja tanpa menjawab pertanyaan darinya.
"Ehh ... itu." Hu Liena seketika kehilangan kata-katanya.
"Itu apa Nona?" Ujar Tabib Hong.
Setelah menarik nafas, Hu Liena menyebutkan alasan kedatangannya. "Aku datang ingin meminta bantuanmu, aku ingin menanam beberapa tanaman herbal di kebun belakang kediamanku."
"Hamba mengerti." Ucap Tabib Hong, lalu kembali melanjutkan. "Maksud Nona datang kemari adalah memintaku mencarikan beberapa jenis tanaman obat untuk di tanam di kebun anda, benar begitu kan?"
"Benar." Hu Liena mengangguk mengiyakan.
"Kebetulan sekali, hamba memiliki beberapa jenis tanaman herbal di halaman belakang, anda bisa melihatnya terlebih dahulu." Ujar Tabib Hong sambil menunjuk ke arah belakang rumahnya.
"Bagus sekali, jadi aku tidak perlu sungkan lagi. Cepat, antarkan aku kesana." Hu Liena merasa senang begitu mendengar hal itu.
"Baik Nona, silahkan!" Ujar Tabib Hong, dia lalu menepi mempersilahkan Hu Liena berjalan di depannya.
Hu Liena tidak merasa sungkan, dia langsung berjalan mendahului Tabib Hong. Ketika berbicara tentang tanaman obat, dia akan selalu merasa bersemangat.
Hamparan tanaman obat kini terpampang di hadapannya, membuat Hu Liena tak henti-hentinya berdecak untuk mengaguminya. "Aku tidak menyangka, jika ladang obat yang kau punya akan seluas ini, Tabib."
"Anda terlalu memuji Nona, ini hanya tanaman herbal biasa. Di toko obat manapun, anda pasti akan menjumpainya." Jawab Tabib Hong santai.
Bibir Hu Liena sedikit berkedut begitu mendengar ucapan dari pria tua di sampingnya, meskipun memang benar jika tanaman ini adalah tanaman obat biasa. Tapi jika bisa mencapai sebanyak ini, itu tidaklah biasa. Bahkan jika semua tanaman ini di jual, Tabib Hong akan menjadi kaya dalam beberapa jam.
Ketika masih memperhatikan ladang obat di hadapannya. Secara tidak sengaja, sudut mata Hu Liena menangkap beberapa tanaman obat yang sangat familier di matanya. "Apakah itu jamur cordyceps?" Ucap Hu Liena sambil menunjuk ke arah yang di lihatnya.
"Sepertinya begitu." Balas Tabib Hong menganggukkan kepalanya.
"Bolehkah aku melihatnya lebih dekat?" Tanya Hu Liena.
"Silahkan Nona." Jawabnya, yang tanpa Hu Liena sadari ada kilatan dingin di mata hitam Tabib Hong. Tapi itu hanya beberapa detik, dan langsung menghilang begitu dia melirik ke arah Hu Liena.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 189 Episodes
Comments
Nur Hayati
penasaran dengan tabib hong
2024-03-25
0
Fifid Dwi Ariyani
trussemangst
2024-02-17
0
R yuyun Saribanon
apa tabib itu punya niat jahatkah?
2024-01-12
0