"Mom, dimana Alice?" Tanya Dom setelah sekian lama tidak melihat kehadiran Alice.
Giselle mengernyit bingung mendengar pertanyaan Dom. "Memang nya kalian ke sini belum mengabari Alice? Atau Alice tidak mengabari kalian?" Tanya nya bingung.
Dom dan Carlotta menggeleng secara bersamaan membuat Giselle berdecak kesal.
"Huh, Mommy kira kalian kesini karena merindukan Mom. Ternyata kalian mencari Alice"
Carlotta yang tadi nya duduk di samping Dom lantas berpindah dan memeluk lengan ibu dari sahabat nya.
"Tentu kami merindukan Mommy, sudah lama kami tidak berkunjung ke sini. Benarkan Dom?"
Dom mengangguk cepat dan tersenyum sebagai sahutan. Mata nya terus mengedar menyusuri rumah besar itu.
"Ck, hanya kamu yang merindukan Mom, Carlotta. Lihat lah Dom pasti dia sedang mencari Alice" Cibir kesal Giselle dengan nada merajuk nya.
"Astaga Mom aku sangat merindukan mu, dan aku juga ingin memeluk mu seperti Carlotta tetapi aku takut Daddy mengamuk lagi" Sahut cepat Dom.
Sahutan itu membuat Giselle dan Carlotta tertawa cukup keras, pasalnya wajah Dom saat berbicara seperti itu terlihat sangat pasrah.
"Jadi kalian benar-benar tidak belum menghubungi Alice?" Tanya Giselle setelah menghentikan tawa nya
"Lebih tepat nya Alice tidak menjawab panggilan kami ataupun menjawab pesan kami"
Giselle menatap tidak percaya ke arah Carlotta yang tengah bergelayut manja di lengan nya.
"Benarkah?"
Carlotta mengangguk cepat sebagai sahutan begitu pun dengan Dom.
"Astaga anak nakal itu, pasti dia tidak ingin di ganggu karena sedang berduaan dengan calon suami nya" Gemas Giselle.
"Maksud Mommy?" Ujar bingung Dom, tatapan pria itu berubah dingin.
"Semalam Theo meminta izin untuk membawa Alice ke rumah nya dan menginap di sana. Tentu Mommy dan Daddy izinkan" Jelas Giselle tersenyum bahagia.
Tanpa Giselle sadari saat ini tangan Dom terkepal erat, napas pria itu mulai memburu dengan tatapan tajam nya.
.
.
Kini lain hal nya di dalam rumah besar milik Theo yang berada di tengah-tengah hutan itu, terdengar teriakan marah Alice dengan sisa-sisa keberanian nya.
"Apa mau mu sebenarnya? Lebih baik bunuh saja aku dari pada kamu mengekang ku seperti ini!"
"Aku manusia bukan burung yang harus di kurung setiap saat oleh pemilik nya, aku punya tanggung jawab di luar sana!"
Theo sedari tadi hanya diam menatap datar wajah memerah Alice yang saat ini tengah berteriak di hadapan nya.
"Singkirkan penjaga sialan itu, dan buka pintu rumah ini! Aku ingin keluar! Aku akan pulang sendiri!"
Napas Alice terdengar begitu memburu, tatapan nya terus menatap tajam ekspresi datar di wajah Theo. Pria yang sempat ia kagumi ketampanan nya ini sangat mengerikan di matanya saat ini.
"Sudah?" Satu kata itu berhasil keluar dari bibir yang sedari tadi terbungkam.
"Kamu--"
Dalam sekali tarikan tubuh Alice langsung terjatuh di atas kasur, dan tentu nya Theo langsung menindih tubuh calon istri nya itu.
"Kemarin.." Ucap Theo menggantung perkataan nya dan beralih membelai pipi Alice hingga turun ke leher.
"Aku benci saat mengetahui calon istri ku memakai dress hanya menggunakan celana dallam tanpa memakai luaran lagi"
Mata Alice melotot dan menahan pergerakan tangan Theo yang mulai mer*mas gunung tak berpohon milik nya.
"Bagaimana jika orang lain melihat bok*ng indah mu saat kamu menunggiing atau lebih parahnya saat kamu mengangkang?"
"Theo!" Sentak marah Alice.
"Dan aku perhatian beberapa hari ini kamu selalu memakai pakaian pendek dan kurang bahan hingga mengekspor kulit mulus mu" Lanjut Theo tanpa memperdulikan kemarahan Alice.
"Ah, sepertinya bukan beberapa hari ini saja. Bisa jadi selama ini kamu selalu memakai pakaian seperti itu?"
Mata Alice memanas, pria yang saat ini tengah mengungkung tubuh nya benar-benar menguji kesabaran dan mental Alice.
"Memang nya kenapa? Terserah aku mau pakai pakaian seperti apapun!" Sahut menantang Alice.
"Lagi pula yang aku pakai masih wajar, lihatlah perempuan di luar sana yang bahkan hanya memakai bikini!"
"Shiit, Alice!" Geram tertahan Theo.
"Bangun dan menjauh dari tubuh ku!"
Plakk! Plakk!
Dua tamparan cukup keras Theo hadiahkan pada pipi chubby calon istri nya hingga membuat pipi itu langsung memerah dalan sekejab.
"Kamu memang tidak bisa diam jika belum dikasari hah!" Bentak murka Theo.
Seumur hidup Alice baru kali ini ia merasakan di tampar, bahkan sangat keras dan begitu panas. Kedua orang tua nya saja tidak pernah bermain tangan padanya nau semarah apapun itu.
"Sa-sakit hikss.." Isak Alice memegang kedua pipi nya.
"Menangis? Menangis hah!"
"Dikasari kamu menangis, jika aku diamkan kamu semakin membangkang!"
Emosi Theo membuncah, darah nya mendidih karena prilaku Alice yang benar-benar sulit ia tebak.
"Apa susah nya turuti perkataan ku tanpa memberontak atau membangkang sedikit pun hah?!"
Alice menggeleng pelan, air mata nya semakin deras padahal hari ini entah berapa kali gadis itu menangis namun air matanya belum juga surut.
"Masih kurang? Apa perlu aku sayat tubuh mu sampai kamu menuruti perkataan ku!"
"Ja-jangan hikss.. Ma-maafkan aku hikss" Ujar Alice tersendu-sendu.
Kapok, itulah yang Alice rasakan saat ini. Tamparan Theo rasanya lebih menyakitkan dari pada kekerasan yang tubuhnya terima.
Bugh! Bugh! Bugh!
Dengan emosi menggebu-gebu Theo memukuli kasur tepat disamping kepala Alice, hingga akhirnya pria itu bangkit dan langsung keluar dari kamar. Tak lupa Theo menutup pintu begitu kuat.
"Mom hikss, selamatkan aku hikss.. Daddy sakit hikss.." Adu Alice meringkuk kesakitan.
Ingin mengadi ataupun sekedar menghubungi orang tua nya Alice tidak bisa. Karena handphone miliknya di ambil oleh Theo tadi malam.
"Sakit Mom, Dad hikss.." Rintih Alice terus memegang pipi nya.
Cukup lama gadis itu menangis dan terisak semakib menjadi-jadi. Merasakan sakit luar dalam, mentalnya mungkin sebentar lagi akan terganggu hingga akhirnya pintu kamar terbuka.
Tanpa menoleh dan melihat siapa yang masuk, Alice hanya diam di posisi dengan isak tangis nya.
"Berbaring yang benar"
Suara bariton yang terdengar lebih lembut dari sebelum nya berhasil menerobos gendang telinga Alice, tetapi gadis itu tidak menghiraukan nya.
"Lice..." Lembut dan menekan, nada panggilan itu berhasil membuat Alice berbaring dengan benar dan menatap wajah pria jahat itu.
Sesaat Theo memejamkan mata nya hingga akhirnya mata dengan tatapan tajam itu kembali terbuka bersamaan dengan dirinya yang duduk di tepi kasur.
"Sakit?" Tanya Theo mengangkat tangan Alice yang masih memegangi kedua pipi nya.
Alice tidak menjawab, tetapi gadis itu malah memejamkan matanya.
Terdengar helaan napas berat Theo bahkan menerpa wajah Alice, hingga beberapa saat kemudian rasa dingin langsung melanda pipi nya yang sedari tadi terasa panas.
Perlahan Alice membuka mata nya dan menatap kearah Theo yang ternyata tengah mengompres pipi nya.
"Maaf.." Lirih Theo.
...****************...
Vote kakak-kakak, like nya juga supaya author semangat hihihi🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
strawberry 🍓🍓
deuuuuuh ini si theo menguras emosi jiwa . .
kali² theo yg tertindas napa thor , . 🤣🤣
2023-12-15
2
Dede Dahlia
bener²psiko sebentar emosi sebentar baik tapi aku suka dengan sikap pembangkangnya alice.
2023-09-16
1
Naniek Sri
lama2 theo jatuh cinta tuh ke alice
2023-06-09
0