Episode 19.

Sesampainya di rumah, Hariadi yang baru pulang kerja terkejut mendapati wajah lebam Nino dan Naya yang tampak murung.

"Ada apa ini? Tolong jelaskan kepada Ayah!" tanya Hariadi sembari memandangi wajah Naya dan Nino bergantian.

Naya hanya diam membisu. Sementara Nino menceritakan semua yang terjadi dan mengklaim bahwa dirinya telah menghajar Galang.

"Jadi kau menghajar preman itu?"

"Iya, Ayah," jawab Nino bangga.

"Kau pikir Ayah percaya? Lihat wajahmu ini." Hariadi memukul wajah Nino yang lebam.

"Aduh, Ayah. Sakit!" rengek Nino sembari memegangi wajahnya.

"Ayah akan datang ke sekolah dan melabrak bocah nakal itu, biar dia jera dan tidak mengganggu kalian lagi."

"Enggak usah, Ayah!" tolak Nino.

Hariadi mengernyit, "Kenapa?"

"Kan sudah aku bilang percuma, dia enggak akan jera. Lagipula kalau ayah datang ke sekolah, aku bisa malu. Teman-temanku akan berpikir kalau aku ini pengecut dan anak mami," dalih Nino.

"Kau gengsi ternyata," cibir Hariadi, Nino hanya meringis.

"Tapi tadi Naya berani melawan preman itu, dia benar-benar keren. Lihat, aksinya tadi sampai viral di grup sekolah dan banyak yang mengomentari." Nino mengalihkan pembicaraan lalu menunjukkan layar ponselnya ke hadapan Hariadi.

"Benarkah? Apa yang mereka katakan?"

"Kata mereka, Naya keren dan sangat pemberani. Ada juga beberapa yang memuji Naya sangat cantik," ucap Nino berbinar.

"Mereka pasti mengatakan itu karena gue sudah berani melawan Galang, bukan berarti gue benar-benar cantik dan keren." Naya membantah.

Hariadi menghela napas berat mendengar ucapan tak percaya diri putrinya itu, selama delapan tahun ini dia selalu meyakinkan Naya bahwa wajahnya tidak jelek, tapi gadis itu tak pernah percaya bahkan sejak kejadian delapan tahun lalu, Naya tak mau melihat wajahnya di cermin, dia juga tak pernah berdandan.

"Baiklah, kalau kamu enggak mau percaya dengan perkataan orang lain, tapi setidaknya percayalah pada dirimu sendiri. Lihatlah dirimu melalui cermin saat kamu siap, maka kamu akan melihat wajah gadis yang sangat cantik," ujar Hariadi.

Naya tertegun, dia tak menjawab perkataan sang Ayah.

"Aku mau ke kamar dulu." Naya pun beranjak pergi dengan lesu.

***

Naya berjalan gontai masuk ke dalam kamarnya, seketika angin berhembus menerpa wajahnya. Naya mengalihkan pandangannya ke jendela dan mendadak kaget karena jendela kamarnya terbuka.

"Loh, kok terbuka?" Naya berbicara sendiri sambil menutup kembali jendelanya.

Naya berbalik dan hendak melangkah ke kamar mandi, tapi tiba-tiba seseorang membekap mulutnya dari belakang.

"Eeump ...." Naya memberontak dan berusaha melepaskan diri.

"Ssstt ... tenanglah! Ini gue!"

Mata Naya sontak membulat saat tahu sosok yang sedang membekap mulutnya adalah Galang.

Naya semakin memberontak dan berusaha menarik tangan besar Galang agar terlepas dari mulutnya.

"Gue bakal lepasin, kalau lo janji enggak akan teriak."

Naya hanya menganggukkan kepala dua kali, dan Galang pun melepaskan bekapannya. Naya beringsut dan menjauh darinya.

"Apa yang lo lakuin di kamar gue? Bagaimana lo bisa masuk?" cecar Naya marah.

"Ada yang mau gue bicarakan," jawab Galang.

"Gue sudah bilang, gue enggak mau bicara sama lo!" bantah Naya.

"Please, dengarin gue dulu." Galang memandang Naya dengan tatapan memohon.

"Apa?" tanya Naya ketus.

"Gue mau minta maaf karena udah bersikap buruk pada lo dan buat lo pingsan waktu itu. Gue juga minta maaf karena buat saudara lo babak belur," ucap Galang tulus.

Naya tercengang, dia terkejut mendengar permintaan maaf Galang itu.

"Sebenarnya gue mau bilang ini saat di kelas tadi, tapi lo enggak kasih gue kesempatan, dan gue jadi kesal waktu lo nampar gue," lanjut Galang.

Naya terdiam menatap Galang.

"Lo mau kan maafin gue?"

Akhirnya Naya mengangguk, "Tapi gue minta lo berhenti ngebully orang lain!"

Galang hanya tersenyum samar tanpa menjawab permintaan Naya itu.

"Ya sudah, gue cuma mau bilang itu." Galang segera melompat keluar melalui jendela kamar Naya.

Naya sampai tercengang dan langsung mendekati jendela, dia melihat Galang sudah berlari keluar dari pekarangan rumahnya. Naya tak habis pikir bagaimana Galang bisa masuk ke kamarnya tanpa ketahuan siapa pun? Mata Naya lalu tertuju pada sebuah pohon mangga di samping jendela kamarnya, apakah Galang memanjat pohon itu tadi?

Seulas senyum merekah dibibir Naya, entah mengapa hatinya merasa tenang saat ini. Sekarang dia tahu, Galang tak seburuk yang orang-orang bicarakan. Buktinya pemuda tengil itu berani meminta maaf walaupun dengan cara yang tak biasa.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!