Keesokan harinya, Naya tidak masuk ke sekolah, bangku yang seharusnya menjadi tempat duduk gadis itu terlihat kosong.
Riva yang baru datang merasa heran dan bertanya kepada Aruna.
"Naya enggak datang?"
Aruna menggeleng, "Enggak."
"Kenapa?" tanya Riva lagi.
"Gue dengar dari teman-teman kalau Naya kemarin di bully oleh Galang," jawab Aruna.
"Memangnya apa yang Galang lakukan padanya?"
"Katanya Galang narik Naya ke kelas kosong dan dia akhirnya pingsan."
"Kurang ajar! Dia selalu saja membuat masalah dan kali ini dia sudah kelewatan!" geram Riva.
Tepat di saat bersamaan Galang memasuki kelas. Melihat kedatangan musuh bebuyutannya itu, Riva langsung menghampirinya.
"Apa sebenarnya mau lo? Kenapa lo selalu saja mengganggu semua orang di sekolah ini?" cecar Riva dengan sorot mata tajam.
"Cckk ... apa sih lo pagi-pagi sudah nge-bacot?" balas Galang malas.
"Lo enggak ngerasa bersalah atas apa yang sudah lo lakuin ke Naya?" sungut Riva yang mulai emosi.
"Oh, lo lagi ngomongin dia?"
"Iya, gue peringatkan, jangan ganggu Naya atau siapa pun di sekolah ini lagi! Atau lo bakal nyesal!" ancam Riva.
Emosi Galang sontak terpancing mendengar ancaman Riva, "Hee! Siapa lo? Berani banget lo ngancam gue? Jangan sok jadi pahlawan, deh!"
Perseteruan Galang dan Riva tersebut seketika menjadi perhatian siswa-siswa lain.
"Lebih baik sok jadi pahlawan, daripada jadi pembuat onar kayak lo! Apalagi beraninya mengganggu seorang gadis, itu sama aja dengan pecundang. Enggak tahu malu!" balas Riva menohok dan sukses membuat emosi Galang semakin naik.
"Berengsek, lo!" Galang mengangkat tangan kanannya yang terkepal dan hendak melayangkannya ke arah wajah Riva, tapi tertahan karena suara seorang guru wanita yang berteriak di ambang pintu.
"Galang! Hentikan!"
Galang segera menurunkan tangannya yang masih terkepal dengan kuat, sedangkan Riva hanya menyunggingkan senyum sinis.
"Kenapa kalian selalu saja berkelahi? Ada masalah apa sih antara kalian?" Guru wanita itu melangkah mendekati keduanya.
Galang dan Riva hanya bergeming, tak berniat menjawab guru mereka itu.
Sang guru hanya menghela napas berat melihat sikap mereka.
"Baiklah. Galang, sekarang juga kamu ke ruang kesiswaan!" pinta guru itu kemudian.
Galang segera mengikuti guru itu, tapi saat melewati Riva, dia sengaja menabrak bahu musuh bebuyutannya tersebut dengan bahunya, membuat posisi Riva sedikit bergeser.
Galang tahu kenapa dia dipanggil ke ruang kesiswaan, jelas ini karena kelakuannya kepada Naya kemarin.
***
Di ruang kesiswaan ....
Galang sedang duduk santai di hadapan Iwan yang notabene adalah guru paling galak, tapi sedikitpun tak terlihat raut kecemasan dan ketakutan di wajah rupawan nya itu.
Iwan berulang kali menghembuskan napas panjang sebelum akhirnya dia mulai bicara.
"Kenapa kamu selalu saja membuat masalah? Bisa enggak sebentar saja kamu menjadi siswa yang baik, haa ...?" Iwan menatap Galang penuh harap.
Tapi dasar Galang, bukannya menjawab ucapan Iwan, bocah itu hanya menghela napas dan memalingkan wajahnya dengan malas.
"Galang! Saya enggak bisa selalu menyelamatkan kamu dari protes siswa lain. Mereka selalu mempertanyakan kenapa kamu enggak dikeluarkan dari sekolah karena selalu membuat masalah?"
Lagi-lagi Galang tak menanggapi ocehan Iwan, dia malah melempar pertanyaan kepada gurunya itu. "Langsung aja, Bapak mau kasih hukuman apa buat saya?"
Iwan kembali menghirup udara dan mengembuskan nya untuk mengurangi emosi yang sudah memenuhi dadanya.
"Minta maaf kepada siswi yang kamu bully kemarin!" pinta pak Iwan.
"Hem ... nanti kalau dia datang, saya akan minta maaf," jawab Galang enteng.
"Bagaimana kalau dia enggak datang lagi? Dia itu siswi yang memiliki trauma sosial, dia sedang enggak baik-baik saja. Bisa jadi karena kekakuan kamu kemarin, dia nggak kembali lagi ke sekolah ini."
Iwan dan semua guru tahu bagaimana kondisi Naya, karena Hariadi sudah menceritakannya.
Galang tertegun mendengar pernyataan gurunya tersebut.
"Jadi saya mau kamu minta maaf padanya!"
"Pak gimana saya bisa minta maaf kalau dia enggak datang ke sekolah?"
"Kamu harus ke rumahnya, sekalian minta maaf pada orang tuanya juga," pinta Iwan tegas.
"Saya enggak tahu alamat rumahnya, Pak," balas Galang.
Iwan pun mengambil secarik kertas lalu menuliskan sebuah alamat, kemudian memberikannya pada bocah Bangor itu.
"Ini alamatnya. Tapi ingat, kamu harus sopan dan jaga sikap, jangan buat masalah baru! Ngerti?"
"Hem." Galang beranjak setelah mengambil kertas itu lalu melenggang pergi begitu saja.
"Ck ... ini anak selalu saja buat masalah. Kalau bukan karena Tuan Satrio, sekolah ini pasti sudah mengeluarkannya," gumam Iwan kesal.
Sejujurnya Iwan dan semua guru di sekolah Tunas Bangsa ini rasanya ingin menyerah menghadapi kelakuan Galang. Tapi karena sebuah alasan, mereka harus tetap sabar meski makan hati.
Sementara itu di depan ruang kesiswaan, Galang termenung memandangi kertas yang bertuliskan alamat rumah Naya itu. Dia mengembuskan napas panjang.
"Aku harus ke rumahnya untuk minta maaf."
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments