Disebuah restoran yang cukup besar dan ramai, seorang bocah berwajah rupawan serta berkulit putih bersih dan harum semerbak sedang sibuk mengantarkan makanan ke para pelanggan restoran.
"Selamat menikmati," ucapnya ramah sembari tersenyum kepada pelanggan yang dia suguhi pesanannya.
Kemudian berlalu dengan cepat memasuki dapur.
"Lang, antar pesanan ini ke meja 12 ya!" pinta Doni yang tak lain adalah rekan kerjanya.
"Siap."
Dia pun kembali mengantarkan pesanan ke meja yang dimaksud Doni tadi. Yup ... meja 12 yang terletak di sudut restoran.
Tapi langkahnya terhenti beberapa meter dari meja tersebut saat matanya menangkap sosok yang dia kenal.
"Galang ...? Lo kerja di sini?" Rachel bertanya dengan nada meremehkan.
Iya, bocah rupawan yang menjadi pelayan restoran itu adalah Galang ... si berandalan sekolah Tunas Bangsa.
Galang tak menggubris pertanyaan Rachel yang terdengar seperti ejekan, dia berusaha bersikap profesional dan menghidangkan pesanan teman sekelasnya itu.
"Lo sesusah ini sekarang? Sampai harus jadi pelayan restoran segala," Rachel melanjutkan lagi pertanyaan meremehkannya. Tapi lagi-lagi Galang tak menggubrisnya, walau sejatinya dia ingin sekali marah karena gadis angkuh di hadapannya ini benar-benar usil dengan hidupnya.
"Selamat menikmati," ucap Galang sopan dan bergegas pergi dari hadapan Rachel setelah selesai menghidangkan pesanannya.
Merasa dicuekin, Rachel pun merasa kesal dengan sikap Galang itu
"Sombong banget, sih! Baru jadi pelayan aja belagu!" gerutu Rachel.
Galang kembali ke dapur dengan wajah masam, Doni yang melihatnya sedikit penasaran.
"Kenapa lo? Jelek amat tu tampang?"
"Ketemu kuntilanak di depan," jawab Galang seenaknya.
"Haaa ... masa sih ada kuntilanak? Di mana?" Doni sontak heboh.
"Udah gue usir!" jawab Galang santai sembari berlalu dari hadapan Doni yang masih kebingungan.
"Serius lo?"
"Hem, gue usir pakai doa makan," sahut Galang diselingi kekehan kecilnya.
"Ada-ada aja lo! Kirain beneran ada kuntilanak!" sungut Doni sambil mengelus dada, dia sempat takut tadi.
Galang tak memperdulikan ocehan rekan kerjanya itu, dia hanya meraih sebuah gelas dan menuangkan air putih lalu menenggaknya sampai tandas. Jelas dia haus dan lelah karena sepulang sekolah tadi dia langsung lanjut bekerja, mana baru dapat hukuman keliling lapangan seratus kali lagi.
Tapi itu tak menyurutkan semangat Galang untuk bekerja demi mendapatkan rupiah untuk biaya hidupnya.
***
Waktu telah menunjukkan pukul sepuluh malam, restoran tempat Galang bekerja juga sudah tutup dan itu berarti dia sudah selesai bekerja. Galang pulang dengan berjalan kaki, karena tempat tinggalnya tak jauh dari restoran tersebut.
Dengan langkah yang cepat, dia segera menuju sebuah kost-kost-an yang menjadi tempat tinggalnya selama beberapa bulan ini, sejak dia memutuskan untuk keluar dari rumah sang ayah.
Galang tiba di depan kamar kostnya dan segera membuka sepatu, diliriknya sebuah sepeda motor yang dia tahu pasti milik Dafa sudah terparkir gagah di teras, menandakan sahabatnya itu sudah lebih dulu pulang.
Iya, Galang memang tinggal berdua bersama Dafa di kamar berukuran 4 x 4 itu. Alasannya sederhana, agar biaya kost bisa bagi dua, jadi tidak terlalu berat untuk mereka yang masih pelajar sembari bekerja part time.
"Cepat banget lo pulang?" tanya Galang setelah membuka pintu.
"Hari ini orderan sepi. Anyep, Bro. Jadi males gue narek," jawab Dafa yang masih terfokus pada layar ponselnya. Dia adalah driver ojek online.
"Maklum lah, namanya juga bulan tua. Entar juga ramai lagi."
"Mungkinlah."
"Lo udah makan? Gue bawa nasi goreng nih." Galang meletakkan kantong plastik yang berisi sebungkus nasi goreng di samping Dafa yang sedang berbaring santai.
"Tadi sih udah, makan ayam geprek," sahut Dafa yang segera bergerak membuka kantong plastik itu.
"Wuih ... enak banget lo makan ayam geprek," ledek Galang.
"Dikasih customer tadi. Kasihan kali dia lihat tampang gue yang dipenuhi guratan kemiskinan ini."
Galang terkekeh, "Tampang lo memprihatinkan."
"Hem ... tapi kayaknya gue lapar lagi. Gue sikat ya ni nasi goreng?" ujar Dafa yang sudah membuka bungkusan di hadapannya.
"Emang gue bawa buat lo, habisin aja!"
Dafa menatap Galang, "Lah, lo enggak makan?"
"Gue udah makan di restoran. Ini tadi ada pelanggan yang reject pesanannya, jadi gue disuruh bawa pulang. Ya, gue bawa aja untuk lo," terang Galang.
"Lo emang teman gue yang paling baik seantero jagat," puji Dafa lebay.
"Kan teman lo memang cuma gue?"
Dafa tertawa, "Iya, gue baru ingat kalau teman gue cuma lo. Ya udah, gue makan dulu, ya!" Dafa langsung melahap nasi goreng di hadapannya dengan semangat.
Galang mengulum senyum melihat sahabatnya itu makan. Kemudian dia berlalu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri, seharian berkeringat membuat badannya terasa lengket. Untung saja Galang tidak bau badan, dia selalu memakai deodoran dan parfum.
Karena Galang dan Dafa sepakat, biar jelek dan melarat tapi badan harus tetap wangi. Entah selogan macam apa itu?
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments