Naya masih terbaring di ruang UKS, di sana sudah ada Nino dan Hariadi. Tadi Bu guru mengabarkan kepada Nino jika saudara kembarnya itu pingsan, dan dia langsung menghubungi sang ayah.
"Ke mana saja kau? Kenapa enggak menjaga saudaramu?" tanya Hariadi.
"Tadi aku masih di kelas karena masih mengerjakan tugas tambahan, dan tiba-tiba Bu guru memanggilku ke sini," terang Nino.
"Sebenarnya apa yang terjadi?"
"Aku dengar dari anak-anak yang lain, Galang mem-bully dan menggangunya," beber Nino yang sudah menanyakan apa yang terjadi pada siswa lain yang kebetulan melihat perlakuan Galang tadi.
"Galang? Siapa dia?"
"Preman sekolah ini. Dia memang selalu mem-bully siswa-siswa di sini."
"Kurang ajar! Ayah akan melaporkannya ke pihak sekolah." Hariadi seketika merasa geram dengan bocah bernama Galang itu.
"Percuma, Yah. Dia enggak akan jera walaupun dihukum, pasti nanti berulah lagi."
"Kalau begitu Ayah akan minta pihak sekolah mengeluarkannya."
"Itu juga percuma. Pihak sekolah enggak akan ngeluarin dia dari sekolah ini."
Hariadi menautkan kedua alisnya, "Kenapa begitu?"
Nino menaikkan kedua bahunya, "Entah."
Obrolan ayah dan anak itu terputus karena terdengar suara lenguhan Naya, gadis itu mulai sadar dari pingsannya.
"Gue di mana?" Naya mengerjap-ngerjap dan berusaha bangun dari pembaringan.
"Di ruang UKS," jawab Nino.
Naya sontak membelalakkan mata dan hendak turun dari atas ranjang, tapi Hariadi sigap menahannya.
"Nay, tenang dulu!" Hariadi mencoba menenangkan sang putri.
"Ayah, aku enggak mau sekolah lagi! Aku takut padanya!" ujar Naya lirih, air matanya jatuh menetes.
"Tenanglah!"
"Ayah, aku mohon jangan paksa aku sekolah lagi."
Melihat putrinya itu menangis, Hariadi merasa marah sekaligus sedih. Dia jadi menyesal karena memaksa Naya bersekolah.
"Ya sudah, sekarang kita pulang dulu, nanti kita bicarakan ini lagi." ucap Hariadi sembari menarik Naya ke dalam pelukannya.
Setelah Naya lebih tenang, mereka bertiga pun segera meninggalkan ruang UKS setelah berpamitan dengan guru kelas Naya yang juga mengetahui hal ini dan berjanji akan menghukum Galang.
Mobil yang ditumpangi Naya berlalu pergi dari parkiran sekolah, Galang pun keluar dari persembunyiannya.
Ternyata dari tadi dia bersembunyi di balik dinding ruang UKS guna mencari tahu kondisi Naya. Ada sedikit rasa bersalah di dalam hatinya saat mendengar Naya menangis dengan begitu sedih. Apalagi tadi dia sempat mendengar pembicaraan Hariadi dan Bu Linda tentang kondisi gadis itu yang mengalami trauma.
***
Malamnya, Naya duduk sendiri di dalam kamarnya, dia masih memikirkan kejadian tadi dan perlakuan Galang padanya.
"Gue benci lo! Gue enggak mau ketemu lo lagi!" ujar Naya.
Dia sudah memutuskan untuk berhenti dari sekolah meskipun Hariadi sudah berulang kali meyakinkannya agar tidak menyerah, tapi Naya tetap tidak mau. Dia takut bertemu Galang lagi, dia tidak ingin bocah nakal itu menggangunya lagi seperti tadi.
Mungkin bagi orang lain yang normal, apa yang dilakukan Galang bukan hal yang fatal, tapi bagi seorang anak dengan gangguan trauma dan kecemasan seperti Naya, itu adalah hal yang sangat mengganggu. Karena perbuatan Galang tadi, Naya kembali teringat dengan masa lalunya yang tidak mengenakkan, sehingga membuat kekhawatiran dan rasa tidak percaya dirinya kian bertambah.
Bahkan saat ini untuk keluar dari kamarnya saja Naya tidak mau, dia merasa lebih nyaman berada di dalam kamar seorang diri tanpa orang lain.
Sementara itu, Galang masih termenung memikirkan Naya, dia sungguh merasa bersalah. Baru kali ini dia mengganggu seseorang sampai pingsan seperti tadi, padahal dia hanya ingin menggoda Naya.
"Woi, Lang! Lo gimana, sih?" Seorang pemuda bernama Doni datang menghampiri Galang.
"Kenapa?"
"Masa pesanan meja 16, lo kasih ke meja 7? Pelanggan protes tuh," keluh Doni.
Galang terkesiap, "Masa, sih?"
"Jadi lo pikir gue bohong?"
"Bukan gitu. Tadi perasaan udah benar deh gue kasihnya." Galang mencoba membela diri.
"Benar apaan?" bantah Doni, lalu menatap curiga Galang, "lo kenapa sih enggak fokus gini? Lagi ada masalah?"
"Enggak ada, kok," sangkal Galang.
"Ya udah. Berikutnya fokus, dong! Jangan buat kesalahan kayak gini lagi, entar lo dimarahi Pak Damian, baru tahu."
Galang menyunggingkan senyum, "Iya-iya, sorry"
Doni pun meninggalkan Galang di dapur. Galang masih merasa heran, sebelumnya dia tak pernah melakukan kesalahan seperti ini, tapi kenapa hari ini dia jadi tidak fokus bekerja? Apa karena dari tadi dia terus memikirkan Naya?
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments