Trauma Nayara

Trauma Nayara

Prolog.

Suasana ruang kelas yang berisik mendadak sunyi saat seorang guru wanita masuk sembari menuntun seorang gadis kecil yang tertunduk malu.

"Anak-anak, kita kedatangan teman baru. Dia baru datang dari Bandung," ujar Bu guru dengan penuh kelembutan, "ayo, sekarang perkenalkan nama kamu!"

Gadis kecil gendut berpipi bulat dengan potongan rambut model Bob dan berponi itu mengangkat kepalanya dan mulai memperkenalkan diri, "Hai, nama aku Na ...." Ucapan Naya menggantung karena seorang bocah laki-laki berambut lurus dan berkulit putih bersih menyela.

"Dia cocoknya dipanggil jamur, Bu! Lihat saja rambutnya yang bulat seperti jamur Shitake. Hahaha ...." Bocah itu tertawa dan disambut gelak tawa teman-teman sekelasnya yang lain.

Mendadak suasana kelas menjadi riuh.

"Eh, anak-anak, tenang dulu! Jangan berisik!" Bu guru berusaha menenangkan, tapi bocah-bocah sekolah dasar ini sepertinya sangat gembira karena mendengar kelakar temannya itu.

Sementara Naya semakin tertunduk malu, dia berusaha menyembunyikan wajah merahnya.

"Dia datang dari planet mana sih, Bu? Bentuknya aneh banget! Jelek lagi! Hahaha ...," lanjut si bocah nakal itu.

"David, kamu tidak boleh seperti itu! Ayo minta maaf!" pinta Bu guru tegas.

"Iya deh. Maaf ya ...," ucap bocah nakal yang dipanggil David itu, tentu saja ini bukan permintaan maaf yang tulus, dia pasti akan mem-bully Naya lagi nanti.

***

Ketika jam istirahat, Naya melangkah perlahan menuju kantin, dia lapar dan ingin membeli sesuatu, tapi tiba-tiba sebuah tong sampah yang penuh dengan debu dan berbagai bungkus makanan bekas dituangkan ke atas kepalanya. Seketika Naya menjadi kotor dari ujung kepala sampai kaki, dan tak ada satupun teman-temannya yang menolong, mereka justru mengejek dan menertawakan dirinya.

"Hahaha ...."

"Sudah jelek, makin jelek lo," ejek bocah nakal bernama David itu lalu tertawa terbahak-bahak tanpa merasa bersalah karena sudah mengerjai Naya.

Naya menatapnya dengan marah, "Kenapa sih lo jahat banget? Emang gue salah apa?"

"Karena lo jelek! Gue sebel lihat tampang lo yang kayak bakpao isi kacang itu," jawab David seenaknya.

Saat itu Naya ingin sekali menangis, tapi sebisa mungkin dia tahan. Melawan pun juga tak ada guna, dia jelas kalah.

"Ada apa ini?" Seorang guru wanita menghampiri mereka.

Semua siswa sontak terdiam takut, kecuali David yang dengan santainya menjawab pertanyaan sang guru.

"Enggak tahu ni, Bu. Dia tiba-tiba acak-acak tong sampah," jawabnya bohong sambil memberikan kode ancaman kepada teman-teman yang lain agar mendukungnya, tapi mereka semua hanya diam dengan wajah tegang.

"Enggak, Bu! Dia bohong! Tadi dia yang menuangkan sampah-sampah ini ke kepala saya," terang Naya membela diri.

Bu guru langsung menatap tajam David sambil menggelengkan kepalanya, "Ibu sudah menduga, ini pasti ulah kamu. Sudah salah, masih saja berbohong. Kalau begitu, ikut Ibu ke kantor guru!"

Wajah David berubah masam karena tak mendapatkan dukungan dari teman-temannya sehingga kelakuannya tertangkap basah.

Dia memelototi Naya sebagai tanda peringatan -awas kau ya- sebelum mengikuti langkah Bu guru.

Akhirnya Naya urung pergi ke kantin, dia memutuskan untuk ke kamar mandi saja agar bisa membersihkan diri.

Namun begitu masuk ke kamar mandi, Naya malah menangis tersedu-sedu, dia menumpahkan air matanya yang sejak tadi dia tahan.

"Bunda, ternyata tidak enak menjadi murid baru, tidak ada yang mau berteman denganku. Andai saja Bunda masih ada, aku nggak perlu pindah sekolah," ucap Naya lirih seolah mengadu kepada sang Bunda yang baru berpulang ke Rahmatullah.

Setelah puas meluapkan kesedihannya, Naya pun membersihkan tangan dan wajahnya yang berdebu dengan air.

Terdengar suara bel sekolah berbunyi pertanda jam istirahat berakhir, Naya sudah lebih tenang sekarang, dia ingin kembali ke kelas. Namun saat hendak keluar dari kamar mandi, dia tak bisa membuka pintu. Seseorang menguncinya dari luar lalu mematikan lampu, Naya yang kaget dan ketakutan langsung menggedor-gedor pintu tersebut.

"Buka! Tolong buka pintunya!" teriak Naya panik.

Seseorang di luar tertawa puas, sambil bergumam pelan, "Mampus lo!"

"Tolong bukain!" pinta Naya sambil terus memukuli pintu kamar mandi. Saking panik dan takutnya, asma Naya pun kumat, dadanya terasa sesak bagai terhimpit batu besar, peluh mulai membanjiri tubuhnya dan di menit kemudian, dia ambruk tak sadarkan diri.

Sejak kejadian itu, Naya menjadi fobia gelap dan tidak mau lagi pergi ke sekolah atau pun keluar dari rumah, dia benar-benar trauma berinteraksi dengan orang baru. Kalau terpaksa harus bertemu dengan orang asing, dia selalu menundukkan kepala menyembunyikan wajahnya.

Hariadi sangat sedih melihat keadaan sang putri, dengan berat hati dia merelakan tabungannya terkuras untuk biaya homeschooling Naya, agar sang putri tetap mendapatkan pendidikan tanpa pergi ke sekolah. Sementara Nino -si adik kembar- tetap bersekolah seperti biasa.

***

Terpopuler

Comments

Enisensi Klara

Enisensi Klara

ini baru juga Kaka

2023-01-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!