Episode 5.

Hari ini untuk pertama kalinya Naya datang ke sekolahnya, Hariadi mengantarkan putrinya itu karena ingin memastikan dia sampai di tempat yang tepat.

Naya benar-benar gugup dan cemas, dia sungguh takut sampai nafasnya terasa sesak. Hariadi berusaha menenangkan putrinya itu.

"Tenanglah! Semua akan baik-baik saja. Sekarang kau tarik napas lalu hembuskan perlahan," Hariadi menghirup udara banyak-banyak lalu mengembuskanya, memberi contoh kepada Naya.

Naya pun mempraktekkan apa yang diperintahkan oleh sang ayah.

"Bagaimana? Kau sudah lebih tenang?" tanya Hariadi.

Naya hanya mengangguk dua kali.

"Santai aja. Saudara lo yang keren ini pasti akan selalu jagain lo," sela Nino dari kursi belakang.

"Tuh dengar apa kata adikmu? Everything's gonna be ok, don't worry," Hariadi menggenggam erat tangan Naya, membuat gadis itu tertegun dengan sikap menenangkan sang Ayah.

"Ck, dia bukan kakakku, Ayah!" sahut Nino dengan nada protes.

Hariadi tak menanggapi protes kekesalan Nino, dia memang sengaja menggoda putranya itu.

"Kalau begitu sekarang masuklah! Dan belajar yang rajin," pinta Hariadi.

"Hem .... Ayah, maafkan aku ya karena tadi malam sudah marah-marah pada Ayah, aku juga bilang kalau aku benci Ayah. Sungguh aku enggak serius dengan ucapan ku itu." Naya tertunduk merasa bersalah.

"Iya, nggak apa-apa. Ayah juga minta maaf karena sudah memaksamu dan mengambil keputusan sepihak. Tapi Ayah rela kau benci jika itu bisa membuat kau keluar dan berteman dengan seseorang."

"Sudah aku katakan, enggak ada yang ingin berteman denganku, Ayah. Aku ini jelek dan aneh."

"Siapa bilang? Kau gadis tercantik yang ada di muka bumi ini. Lagipula kau itu bukan aneh, kau hanya terlalu gelisah dan enggak percaya diri. Ayah sudah menginformasikan semua ini kepada gurumu, jadi kau jangan cemas. Enggak akan ada yang berani mengganggumu," Hariadi masih berusaha menenangkan sang putri.

"Ayah ...." Naya sontak memeluk Hariadi, "aku sayang Ayah."

"Ayah juga menyayangimu, Nak."

Suasana haru menyelimuti mobil Hariadi, sampai suara Nino mengagetkan mereka.

"Sudah ahh, lebay banget sih! Mau sekolah aja banyak drama," gerutu Nino.

Hariadi melepaskan pelukannya dan langsung menjitak kepala Nino, "Kau ini suka sekali merusak suasana."

Nino merengut sambil mengusap kepalanya yang sakit, dia pun bergegas keluar sambil mengomel, "Ayah dan anak sama aja!"

"Nanti pulanglah bersama Nino, agar kau enggak takut."

"Iya, Ayah." Naya kembali mengangguk dan segera keluar dari dalam mobil.

Sementara Nino, si adik kembar durhaka sudah lebih dulu melangkah masuk ke pekarangan sekolah, dia meninggalkan Naya.

Akhirnya Naya memberanikan diri berjalan masuk ke dalam sekolah barunya, dia melangkah pelan sambil tertunduk. Jantungnya berdetak kencang dan tubuhnya gemetaran kala mendengar suara riuh siswa siswi lain yang juga berlalu lalang di dekatnya. Sosoknya yang asing dan baru pertama kali terlihat di sekolah itu langsung menarik perhatian siswa lain.

"Wah, ada yang baru nih!"

"Hai, anak baru. Boleh kenalan enggak?"

"Ngapain jalannya menunduk aja, Neng? Nyari duit jatuh?"

"Sstt, cewek! Kenalan, dong!"

Mendengar semua ledekan teman-teman barunya itu, mengingatkan Naya dengan kejadian delapan tahun yang lalu. Dia menghentikan langkahnya, tubuhnya semakin gemetaran, dan ketakutan.

"Ayah tolong aku!" gumam Naya lirih sambil memejamkan matanya.

Tiiinn ....

Suara klakson motor tiba-tiba mengagetkan Naya, dia sontak membuka mata dan berbalik. Seorang pemuda yang mengenakan helm full face sedang berhenti di belakangnya.

"Kenapa berdiri ditengah jalan?"

"Ma-maaf," ucap Naya gugup, wajahnya seketika tegang dan pucat.

Seseorang itu turun dari atas motornya dan melangkah mendekati Naya, hal itu sontak membuat Naya mundur beberapa langkah.

"Lo baik-baik saja, kan?" tanya nya sebab melihat wajah Naya pucat.

Naya menggelengkan kepalanya dan segera berbalik lalu berjalan meninggalkan seseorang itu dengan tergesa-gesa. Dia benar-benar gugup karena harus berhadapan dan bicara dengan orang asing sedekat ini.

"Woy .... Riv! Ngapain berdiri di sini?" Jeje yang baru datang menepuk pundak seseorang itu yang tak lain adalah Riva.

"Hem ... tadi ada cewek berdiri di sini. Rada aneh gitu, sih. Wajahnya pucat dan seperti orang ketakutan."

"Jangan-jangan kuntilanak!" tebak Jeje asal.

"Memangnya ada kuntilanak pagi-pagi begini? Yang ada dia tidur soalnya habis kerja malam."

"Siapa tahu itu kuntilanak kesiangan," sahut Jeje lalu terkekeh geli.

Riva hanya geleng-geleng kepala dan segera kembali ke motornya lalu melesat pergi.

Sementara itu, Naya terus berjalan tergesa-gesa sambil menunduk, dia tak tahu harus ke mana? Yang terpenting menjauh dari orang tadi.

Tanpa sengaja dia malah menabrak sosok jangkung dengan keharuman yang semerbak, siapa lagi kalau bukan Galang si berandalan sekolah yang sedang ngumpul dengan teman-temannya.

Galang sontak berbalik dan menatap tajam Naya yang telah menabrak dirinya, "Lo buta, ya? Main tabrak aja!"

"Ma-maaf, gue enggak sengaja." Naya segera minta maaf saat sadar telah menabrak seseorang, lalu buru-buru hendak pergi, tapi Galang menghalanginya.

"Eh, mau ke mana lo?" tanya Galang dingin.

Naya semakin tertunduk, dia merasa takut sekaligus gugup, dia sungguh tak berani menatap sosok jangkung di hadapannya itu.

"Jangan galak-galak, Lang! Entar dia nangis baru tahu rasa lo," ledek salah seorang teman Galang bernama Jaka.

Tepat di saat bersamaan Riva datang menyelamatkan Naya, "Jangan ganggu dia!"

Galang langsung menoleh ke arah Riva dan spontan memasang tatapan sinis.

"Ck ... pahlawan kesiangan lagi," Galang berdecak kesal dan segera memalingkan wajahnya.

"Yuk!" Riva meraih tangan Naya lalu membawanya pergi dari hadapan Galang dan teman-temannya.

Galang hanya mengembuskan napas kesal, terlalu pagi untuk baku hantam dengan musuh bebuyutannya itu, jadi dia lebih memilih untuk mengalah kali ini.

"Si Riva selalu saja sok jadi pahlawan, biar dianggap keren," cibir Jaka.

"Iya."

"Eh, tapi aku kok belum pernah lihat cewek tadi, apa dia anak baru?" tanya salah seorang teman Galang yang lain.

"Kayaknya iya, deh. Cewek itu anak baru, dan tampangnya lumayan cakep, sih!" sahut Jaka.

Galang hanya bergeming memandangi Naya dan Riva yang berjalan menuju ruang guru.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!