Riva datang ke rumah Naya untuk menjenguk gadis itu. Setelah menekan bel rumah Hariadi, Nino pun keluar dan membukakan pintu untuk Riva.
Pemuda yang dijuluki pangeran sekolah itu terkejut saat melihat Nino yang dia kenal ada di rumah gadis introver tersebut.
"Lo kok ada di sini?" tanya Riva bingung.
"Lah, ini kan rumah gue. Wajarlah gue ada di sini, kalau lo baru aneh bisa ada di sini," sahut Nino.
"Tunggu, jangan-jangan lo ini saudaranya Naya, ya?" tebak Riva.
Nino mengangguk, "Yes, benar sekali!
Riva pun tertawa, kenapa dia baru tahu kalau Nino punya saudara secantik Naya. Padahal dia dan Nino sudah kenal beberapa bulan ini.
"Tumben lo ke sini?" tanya Nino.
"Gue mau jenguk Naya, dia ada?"
Nino menatap curiga, "Lo dan Naya?"
"Gue dan Naya teman sekelas," jawab Riva cepat.
"Berarti Naya juga sekelas dengan Galang, dong?"
Riva mengangguk.
"Wah, bahaya ini! Pantas saja Naya sampai enggak mau sekolah lagi."
Riva terkesiap, "Jadi Naya enggak mau sekolah lagi?"
"Iya, jangankan sekolah, keluar kamar saja dia enggak mau. Sejak kemarin dia mengurung diri di kamar, bahkan enggak mau makan sama sekali."
Riva merasa perihatin atas apa yang terjadi pada Naya, dia sungguh tak menyangka akibat dari ulah Galang akan seperti ini.
"Siapa, No?" Suara Hariadi tiba-tiba mengangetkan Nino dan Riva.
Nino menoleh, "Ada teman sekelasnya Naya, Yah."
"Kalau begitu suruh masuk!" pinta Hariadi.
***
Di dalam rumah, Riva memperkenalkan dirinya pada Hariadi dan menyampaikan maksud kedatangannya.
"Saya khawatir pada Naya, Om. Makanya saya datang ke sini. Saya enggak nyangka kalau kejadian kemarin berimbas sangat fatal untuk Naya," ujar Riva prihatin.
"Dia memiliki trauma sosial dan rasa percaya diri yang buruk, selama bertahun-tahun dia menutup diri dari dunia luar, dia enggak mau bergaul dengan siapa pun, bahkan dia enggak mau keluar rumah. Sekolah saja harus homeschooling. Om memaksanya keluar dan bergaul, tapi malah seperti ini," terang Hariadi dengan wajah sedih.
"Hem ... kalau boleh tahu, apa yang membuat Naya seperti itu, Om?" tanya Riva hati-hati, dia merasa penasaran.
Hariadi menghela napas panjang mendengar pertanyaan Riva itu, dan kemudian mulai bercerita tentang kisah delapan tahun lalu, mengulang kembali kejadian yang membuat putri kesayangannya itu trauma hingga sampai menutup diri dari dunia luar.
Riva tercengang mendengar cerita yang disampaikan oleh Hariadi, mendadak hatinya ikut merasa ngilu saat mengetahui hari-hari buruk yang dilalui Naya selama ini.
Setelah mendengar semua cerita tentang Naya, Riva memutuskan untuk pulang, tapi dia berjanji akan datang lagi untuk membujuk Naya keluar dari kamar. Dia bersumpah kepada Hariadi, akan membuat Naya sembuh dari traumanya dan kembali menjalani hidup dengan baik. Tentu saja hal ini membuat Hariadi sangat senang.
"Ayah sepertinya menyukai pemuda tadi, dia terlihat baik dan sopan," tutur Hariadi setelah Riva pergi dari rumahnya.
"Di sekolah dia terkenal sebagai musuh bebuyutannya Galang, hampir setiap hari dia berkelahi dengan Galang karena membela siswa lain yang menjadi korban bullying Galang. Dia juga populer dan banyak cewek yang menyukainya," terang Nino.
"Wah, dia keren sekali! Pantas dia begitu perhatian dan peduli pada Naya, karena Naya juga korban si Galang itu."
"Ayah yakin alasannya karena itu?"
Hariadi mengernyit bingung, "Maksud kamu?"
"Bisa saja dia perhatian dan peduli, karena dia suka pada Naya," tebak Nino.
Wajah Hariadi berubah masam, "Mana mungkin! Naya baru satu hari sekolah, masa bisa langsung buat seorang pemuda menyukainya?"
"Bisa saja, Ayah! Siapa tahu Riva jatuh hati pada pandangan pertama," sahut Nino.
Hariadi tampak berpikir sejenak, lalu bibirnya menyunggingkan senyum.
"Ayah kenapa senyum-senyum gitu?"
"Ternyata putri ayah bisa memikat seorang pemuda, itu tandanya dia normal."
"Memangnya selama ini Ayah pikir Naya enggak normal?"
"Bukan gitu, aku takut karena sikapnya yang tertutup dan enggak percaya diri itu, dia akan kesulitan berteman dan memiliki hubungan dengan orang lain. Tapi rupanya ayah salah, buktinya Riva menyukai kakakmu." Hariadi mengoceh dengan girang.
"Sudah aku bilang dia bukan kakakku! Lagipula ini kan masih dugaan ku saja, belum tentu benar. Kenapa ayah sudah senang duluan?"
"Ayah yakin pasti benar!"
Nino mencibir lalu beranjak pergi begitu saja, meninggalkan Hariadi yang masih senyum-senyum sendiri.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments