Bab 19 : Vader en Dochter Strijden

"Cecilion lagi? Ya Tuhan, apakah aku benar-benar menyukai anak itu sampai sejauh ini? Hah..."

Mawar memijat pelipisnya, berusaha mengusir rasa pening yang mendera kepalanya. Belakangan ini ia selalu memikirkan Cecilion, sampai membuat dirinya sering kali kedapatan melamun oleh teman mau pun kedua orang tuanya.

Kebersamaan yang ia rajut bersama Cecilion juga terasa semakin sering, membuat Mawar semakin kesulitan untuk menyembunyikan apa yang ada di dalam hati kecilnya.

"Apakah ini yang dinamakan dengan cinta?" gumam Mawar sambil memandangi potret tampan Cecilion hasil karyanya barusan.

Sebenarnya, gadis mana sih yang tidak akan tergila-gila dengan Cecilion van der Linen, pemuda tampan dan gagah bagai seekor singa jantan.

Sepasang alis tebal nyaris tertaut yang membingkai kedua matanya, semakin menambah keindahan sorot mata tajam milik Cecilion. Hidungnya mancung nan runcing, mirip paruh elang yang tajam serta memesona serta bibir penuhnya yang kemerahan membuat jantung Mawar berdegup tak karuan setiap kali melihatnya.

Cecilion van der Linen memang sangat sempurna, rasanya mustahil jika tidak ada gadis yang menaruh hati kepadanya. Mawar yakin, jika dia nekat menyatakan perasaannya kepada Cecilion hal itu tak mungkin berbuah manis mengingat banyak gadis yang berusaha menarik perhatian sang pemuda.

"Mawar, kamu sedang apa, sayang?" panggil Nyonya De Haas sang Mama dari ambang pintu kamar Mawar.

Dengan gerakan tergesa-gesa, Mawar langsung menutup buku gambarnya. "aku baru selesai menggambar, Mama."

"Ya sudah, kalau begitu ayo kita makan. Mama baru saja memasak nasi goreng kesukaan kamu," ucap Nyonya De Haas dengan senyuman hangat dan lembut khas seorang ibu.

Mawar mengangguk patuh, beringsut mendekat kepada sang Mama yang belakangan sedang sibuk mengurus bisnis baru keluarga mereka.

Sepasang ibu dan anak itu lantas berjalan bersama menuju meja makan sambil bergandengan tangan, bercengkrama satu sama lain disisipi dengan tawa kecil membuat Tuan De Haas yang melihatnya dari kejauhan merasa bahagia.

Tuan De Haas merasa dirinya telah berhasil membangun sebuah keluarga kecil yang hangat dan bahagia ditengah banyaknya persepsi negatif tentang pernikahan beda kasta yang ia jalani dengan Sarinah, istrinya.

Lelaki itu hanya ingin memberikan kebahagiaan sebanyak-banyaknya kepada istri dan anak semata wayangnya itu tanpa mempedulikan betapa buruk orang-orang Belanda lain menilai dirinya karena telah berani menikahi seorang wanita pribumi.

"Cepat kemari dan makan sebelum semua sajian nikmat ini menjadi dingin," titah Tuan De Haas sok tegas kepada anak dan istrinya yang baru saja mendudukkan diri di atas kursi.

"Bilang saja kalau Papa sudah kelaparan," ledek Mawar sambil meraih peralatan makannya.

Nyonya De Haas tergelak geli. "iya, Papamu pasti sudah kelaparan makanya jadi sinis seperti itu."

Seperti kebiasaan mereka, Tuan De Haas memimpin doa sebelum mereka mulai makan.

Semua orang menundukkan kepalanya sampai Tuan De Haas menyelesaikan doanya.

Keluarga kecil itu kemudian mulai makan dengan khidmat, menikmati rasa dari setiap makanan yang tersaji di atas meja makan dengan air muka bahagia penuh syukur.

"Pabrik gula milik kita semakin berkembang pesat, apa kita harus membuka cabang baru lagi?" ucap Tuan De Haas membuka topik pembicaraan.

"Bukankah kita sudah memiliki tiga pabrik?" celetuk Mawar setelah meneguk minumannya.

"Memang. Tapi Papa merasa kalau membangun pabrik gula baru di Batavia juga akan sangat menguntungkan bagi kita dan orang-orang lain yang membutuhkan pekerjaan yang lebih layak," ucap Tuan De Haas memberikan pandangannya.

Berbeda dengan anak pebisnis lain yang cenderung manja dan masa bodoh dengan bisnis orang tuanya, Mawar justru sangat bijak dan pandai memberikan masukan untuk bisnis yang digeluti oleh kedua orang tuanya.

Bahkan, Mawar juga mendesain sendiri semua bentuk bangunan pabrik gula milik keluarga mereka yang membuat pabrik milik keluarga De Haas memiliki ciri khas tersendiri.

"Kalau mau membangun pabrik baru di Batavia, bukankah kita juga harus mengantongi izin dari gubernur?" kata Nyonya De Haas.

Betul. Semua aktifitas bisnis skala besar sekarang harus dilakukan dengan izin dari gubernur yang berkuasa dengan sederet regulasi yang rumit.

Tuan De Haas menghela. "itu dia masalahnya. gubernur yang saat ini berkuasa adalah musuhku sejak kami masih tinggal di Netherland bagaimana mungkin dia mau memberikan aku izin membuka pabrik baru."

Gubernur Van Der Linen, ayah dari Cecilion memang belum lama ini menduduki jabatan sebagai gubernur di Batavia membuat banyak sekali perubahan terjadi dari berbagai bidang.

Tak jarang orang-orang mengeluh, mulai dari para pribumi sampai pengusaha kaya raya seperti Tuan De Haas seringkali dibuat pusing oleh peraturan baru yang dibuat oleh Gubernur Van Der Linen.

"Kenapa Papa tidak mencoba memperbaiki hubungan dengan Meneer Van Der Linen? Siapa tahu itu juga akan menguntungkan kedua belah pihak," Mawar berujar mencoba memberikan solusi terbaik. Toh, itu bukan semata karena Mawar mencintai putra sang gubernur tapi juga untuk kebaikan mereka semua.

"Papa tidak akan melakukan hal bodoh itu, datang kepadanya lebih dulu? Itu sama saja dengan mencoreng harga diri sendiri," balas Tuan De Haas ketus.

"Lalu kenapa Papa meminta pendapat kami kalau tidak mau mendengarkan masukan?" sahut Mawar, menaruh sendok dan garpu yang sudah selesai ia gunakan di atas meja makan.

Sorot mata gadis itu menajam, tak habis pikir dengan jalan pikiran Papanya yang selalu saja menomorsatukan harga diri.

"Kamu tidak akan mengerti sebelum kamu dewasa, Mawar," kata Tuan De Haas dengan penuh penekanan.

"Dewasa? Aku sudah tujuh belas tahun! Kenapa aku tidak boleh menyampaikan apa yang aku rasa akan menjadi jalan tengah terbaik untuk kalian semua?" suara Mawar meninggi, membuat Nyonya De Haas cepat-cepat mengusap lembut bahu anaknya itu berusaha memintanya untuk tenang.

"Oh, sejak kapan kamu berani melawan Papa seperti ini, Mawar De Haas!"

Mawar bangkit dari tempat duduknya. "itu yang membuat orang-orang malas berurusan dengan Papa selain urusan bisnis, Papa itu keras kepala dan tidak mau mendengarkan masukan dari orang lain!"

Kedua tungkai Mawar melangkah menjauh, meninggalkan kedua orang tuanya yang tak menyangka kalau Mawar akan mengatakan hal seperti itu.

"Jangan harap kamu bisa keluar dari rumah mulai besok, Mawar De Haas!" teriak Tuan De Haas yang sudah tersulut emosinya.

Mawar masuk ke dalam kamarnya, tak mempedulikan teriakan dari sang Papa dari meja makan. Selama ini Mawar memang selalu berusaha menjadi anak yang diinginkan oleh Papanya, tak peduli betapa kerasnya ego sang Papa.

Tapi kini dia sudah merasa tak sanggup dengan sikap keras kepala Tuan De Haas yang semakin lama semakin menjadi itu.

Gadis itu meraih bantalnya, mulai berbaring dengan air matanya yang sudah bercucuran membasahi kedua belah pipinya.

"Aku harus bagaimana, Cecilion?"

Episodes
1 Bab 1 : Terperosok Dalam Lumpur Dosa
2 Bab 2 : Hidup Baru sang Nona Manis
3 Bab 3 : Hari Pertama Sebagai Nyai
4 Bab 4 : Kemurahan Hati sang Tuan
5 Bab 5 : Bertemu Ibu dan Bapak
6 Bab 6 : Hari Yang Tidak Disangka-sangka
7 Bab 7 : Kehidupan Setelah Pernikahan
8 Bab 8 : Lahirnya Sang Malaikat
9 Bab 9 : Pesta Bersama Para Londo
10 Bab 10 : Keputusan Besar
11 Bab 11 : Langkah Baru
12 Bab 12 : Menyongsong Kehidupan Baru
13 Bab 13 : Batavia
14 Bab 14 : Pertumbuhan Mawar
15 Bab 15 : Hari Pertama Bertemu Dengannya
16 Bab 16 : Berkenalan Lebih Dekat
17 Bab 17 : Rasa Ingin Melindungi?
18 Bab 18 : Ksatria Tanpa Kuda Putih
19 Bab 19 : Vader en Dochter Strijden
20 Bab 20 : Khawatir
21 Bab 21 : Percikan Api Kedua Keluarga
22 Bab 22 : Keluarga Van Der Linen
23 Bab 23 : Taktik Cecilion
24 Bab 24 : Cinta Dua Sejoli
25 Bab 25 : Voogd Ridder
26 Bab 26 : Langit Biru Batavia
27 Bab 27 : Pure Love en Cecilion
28 Bab 28 : Pesta
29 Bab 29 : Dappere Bekentenis
30 Bab 30 : Balada sang Bunga
31 Bab 31 : Persimpangan
32 Bab 32 : Menyebrangi Rintangan
33 Bab 33 : Beledigd
34 Bab 34 : Perjalanan Jauh
35 Bab 35 : Kekacauan Dua Keluarga
36 Bab 36 : Familie Discussie
37 Bab 37 : Percikan Api Dua Kubu
38 Bab 38 : Melodi Indah Menuju Altar
39 Bab 39 : Cecilion, sang Kumbang di Perkebunan
40 Bab 40 : Pebisnis Handal
41 Bab 41 : Langit Biru di Tanah Sumatera
42 Bab 42 : Munajat Sepasang Kekasih
43 Bab 43 : Een wijze Leider
44 Bab 44 : Perjalanan Kebahagiaan Adam dan Hawa
45 Bab 45 : Terkuaknya Aroma Mesiu
46 Bab 46 : Vreselijk Voorval
47 Bab 47 : Putihnya Kebaikan
48 Bab 48 : Pelarian
49 Bab 49 : Hujan Darah di Bumi Sriwijaya
50 Bab 50 : Langkah Mawar
51 Bab 51 : Kehidupan di Desa
52 Bab 52 : Anugerah yang Dinantikan
53 Bab 53 : Malaikat Kecil, sang Lentera Hati
54 Bab 54 : Dokter Nathan
55 Bab 55 : Pelipur Lara Sang Dewi
56 Bab 56 : Jatuhnya Hati sang Dokter
Episodes

Updated 56 Episodes

1
Bab 1 : Terperosok Dalam Lumpur Dosa
2
Bab 2 : Hidup Baru sang Nona Manis
3
Bab 3 : Hari Pertama Sebagai Nyai
4
Bab 4 : Kemurahan Hati sang Tuan
5
Bab 5 : Bertemu Ibu dan Bapak
6
Bab 6 : Hari Yang Tidak Disangka-sangka
7
Bab 7 : Kehidupan Setelah Pernikahan
8
Bab 8 : Lahirnya Sang Malaikat
9
Bab 9 : Pesta Bersama Para Londo
10
Bab 10 : Keputusan Besar
11
Bab 11 : Langkah Baru
12
Bab 12 : Menyongsong Kehidupan Baru
13
Bab 13 : Batavia
14
Bab 14 : Pertumbuhan Mawar
15
Bab 15 : Hari Pertama Bertemu Dengannya
16
Bab 16 : Berkenalan Lebih Dekat
17
Bab 17 : Rasa Ingin Melindungi?
18
Bab 18 : Ksatria Tanpa Kuda Putih
19
Bab 19 : Vader en Dochter Strijden
20
Bab 20 : Khawatir
21
Bab 21 : Percikan Api Kedua Keluarga
22
Bab 22 : Keluarga Van Der Linen
23
Bab 23 : Taktik Cecilion
24
Bab 24 : Cinta Dua Sejoli
25
Bab 25 : Voogd Ridder
26
Bab 26 : Langit Biru Batavia
27
Bab 27 : Pure Love en Cecilion
28
Bab 28 : Pesta
29
Bab 29 : Dappere Bekentenis
30
Bab 30 : Balada sang Bunga
31
Bab 31 : Persimpangan
32
Bab 32 : Menyebrangi Rintangan
33
Bab 33 : Beledigd
34
Bab 34 : Perjalanan Jauh
35
Bab 35 : Kekacauan Dua Keluarga
36
Bab 36 : Familie Discussie
37
Bab 37 : Percikan Api Dua Kubu
38
Bab 38 : Melodi Indah Menuju Altar
39
Bab 39 : Cecilion, sang Kumbang di Perkebunan
40
Bab 40 : Pebisnis Handal
41
Bab 41 : Langit Biru di Tanah Sumatera
42
Bab 42 : Munajat Sepasang Kekasih
43
Bab 43 : Een wijze Leider
44
Bab 44 : Perjalanan Kebahagiaan Adam dan Hawa
45
Bab 45 : Terkuaknya Aroma Mesiu
46
Bab 46 : Vreselijk Voorval
47
Bab 47 : Putihnya Kebaikan
48
Bab 48 : Pelarian
49
Bab 49 : Hujan Darah di Bumi Sriwijaya
50
Bab 50 : Langkah Mawar
51
Bab 51 : Kehidupan di Desa
52
Bab 52 : Anugerah yang Dinantikan
53
Bab 53 : Malaikat Kecil, sang Lentera Hati
54
Bab 54 : Dokter Nathan
55
Bab 55 : Pelipur Lara Sang Dewi
56
Bab 56 : Jatuhnya Hati sang Dokter

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!