Klakson kapal yang nyaring kembali dibunyikan oleh sang nakhoda, pertanda bahwa pelayaran mereka telah selesai dan telah tiba dengan selamat sampai tujuan mereka yaitu kota Batavia.
Para penumpang turun dari kapal bergantian menuruni jembatan penghubung antara kapal dan dermaga sementara di bibir dermaga sudah banyak kuli panggul yang menunggu para penumpang yang membutuhkan jasa mereka.
Selain di pasar, kuli panggul juga banyak terdapat di pelabuhan untuk membantu para penumpang mengangkut barang-barang bawaan mereka yang berat dan banyak.
Pelabuhan Tanjung Priok hari itu sama seperti hari-hari sebelumnya, ramai akan lalu lalang orang-orang yang baru datang mau pun hendak pergi serta berbagai barang mau pun komoditas pertanian berdatangan dari berbagai tempat.
"Wah, kita sudah sampai di Batavia? Tempat ini sangat luar biasa!" Nyonya De Haas berseru girang, antusias melihat bangunan-bangunan besar hasil rancangan para arsitek Belanda berjajar rapi di sepanjang mata memandang.
Langit juga berwarna biru cerah dengan awan-awan kecil yang menghiasi sang maha luas langit tak bertepi, semakin menambah keindahan kota pusat pemerintahan Hindia-Belanda itu.
"Iya, istriku. Kau menyukai suasananya?" Tuan De Haas menanyai istrinya yang sedang memandang ke segala penjuru arah dengan mata berbinar-binar.
Nyonya De Haas mengangguk penuh semangat, seakan telah siap menempuh hidup baru di kota ini membuat Tuan De Haas merasa lega.
Populasi orang Belanda di Batavia memang banyak, pun dengan kasus pernikahan dengan pribumi yang telah dilakukan di sini.
Hal itu tentu saja menjadi angin segar bagi Tuan De Haas, dengan begitu harapan kehidupan keluarga kecilnya akan menjadi lebih baik di kota Batavia semakin meningkat.
"Ya, aku sangat menyukai kota ini. terima kasih telah memilih kota yang sangat indah ini," Nyonya De Haas berujar senang sambil menggamit tangan suaminya untuk berjalan bersama.
"Kalau begitu ayo naik kereta kuda menuju rumah baru kita, kau pasti akan sangat senang."
"Apa? Naik kereta kuda? Tentu saja!"
Keduanya nampak begitu antusias untuk memulai kehidupan baru di Batavia, membuat Paman Darijo dan Bibi Inem yang berjalan di belakang mereka tersenyum.
"Tuan dan Nyonya nampak seperti sepasang muda mudi yang sedang dimabuk asmara ya," Bibi Inem berujar pelan kepada Paman Darijo.
Paman Darijo terkekeh geli. "mereka berdua memang masih muda kalau kau lupa, kalau yang tua itu kau haha."
"Apa?! Kemari kau, Darijo!"
...****************...
"Kapan kamu membeli rumah ini, suamiku? rumah ini sangat bagus aku sangat menyukainya," ucap Nyonya De Haas riang setibanya di rumah baru keluarga De Haas di Batavia.
Rumah ini bahkan jauh lebih besar ketimbang rumah mereka sebelumnya dengan pekarangan yang juga sangat luas.
Rumput yang sudah dipangkas rapi memenuhi tanah pekarangan depan rumah, sementara di belakang rumah terdapat sebuah rumah kaca yang masih kosong.
"Aku membelinya bulan lalu dari salah seorang kerabatku. Pemilik rumah sebelumnya sudah kembali ke Netherland," jelas Tuan De Haas sambil mendudukkan dirinya di sofa yang terletak di serambi rumah.
Rumah dengan gaya arsitektur khas Eropa itu dipercantik dengan balutan cat putih di setiap permukaan dindingnya, membuat bangunan megah itu nampak semakin elegan.
Mawar juga nampaknya senang pindah ke rumah ini, bocah cantik itu terus berseru riang sambil mengajak Bibi Inem berjalan menyusuri halaman dengan rumah baru keluarga De Haas.
Sambil tertawa, Bibi Inem juga sibuk mengganggu Paman Darijo yang sedang sibuk menyapu halaman depan rumah yang sangat luas itu dari daun-daun kering.
"Selamat sore, Paman, Bibi. apa Tuan dan Nyonya De Haas sudah tiba di rumah?" sapa seorang anak laki-laki dengan rambut cokelat terang serta sepasang matanya yang berwarna karamel.
Paman Darijo dan Bibi Inem yang mendengar sapaan yang sangat sopan dari seorang bocah Belanda jelas kaget, namun cepat membalas sapaan anak itu.
"Tuan dan Nyonya De Haas ada di dalam rumah. Apa kamu perlu sesuatu, Nak?" balas Bibi Inem.
Bocah lelaki itu menggeleng. "tidak, bibi. aku disuruh kemari oleh Papa dan Mama yang ingin datang untuk menyapa Tuan dan Nyonya."
"Kalau begitu katakan kepada Papa dan Mamamu untuk datang kemari ya," ucap Paman Darijo santun dan lembut.
Ya, meski Bibi Inem kini memandang lelaki setengah baya itu heran dia tetap cuek, mengusap lembut puncak kepala bocah lelaki tampan itu.
"Baiklah kalau begitu, terima kasih Paman dan Bibi," jawab anak laki-laki itu kemudian berbalik pergi.
Rumah baru keluarga De Haas memang terletak di pusat kota dan sebagian besar perumahan di sekitar sini ditempati oleh orang-orang Belanda atau keturunan Indo-Belanda.
Mungkin anak tadi adalah salah satu dari anak tetangga yang tinggal di dekat sini.
"Kau sapu saja halamannya sampai bersih, aku harus memberitahu Tuan dan Nyonya siapa tahu benar-benar akan ada tamu yang datang," kata Bibi Inem sambil berbalik arah menuju ke dalam rumah.
Paman Darijo menggerutu dalam hati, tapi ya mau bagaimana lagi? Rumah ini sudah beberapa bulan kosong jadi jelas sangat perlu untuk dibersihkan.
...****************...
"Selamat datang di Batavia, Tuan dan Nyonya De Haas. Perkenalkan nama saya Granger Van Marwijk dan ini istri saya Rukmini," sapa lelaki berperawakan tinggi dengan rambut cokelat terang yang mempesona itu.
Sarinah tersenyum ramah menyambut kedatangan tetangga baru mereka, membawa nampan bulat penuh camilan manis serta teko berisi teh manis hangat.
Sore itu, tanpa mereka sangka akan ada pasangan suami istri Van Marwijk yang datang bertandang ke rumah mereka.
"Terima kasih sudah mau menyempatkan diri untuk mampir ke rumah kami, Tuan dan Nyonya Van Marwijk," ucap Nyonya De Haas berterima kasih, menaruh camilan yang sudah ia buat di atas meja ruang tamu rumah mereka.
"Silakan masuk dan duduk," imbuh Tuan De Haas berusaha untuk bersikap ramah.
Ya, dia sudah mendapatkan cubitan maut dari istrinya sehingga mau berkata demikian.
Tuan De Haas memang sangat payah dalam hal basa-basi, makanya Nyonya De Haas selalu berusaha mengajarkan keramahan kepada suaminya.
"Seperti selera kita sama ya, Tuan De Haas," ucap Tuan Van Marwijk setelah mendudukkan dirinya di atas sofa, berdampingan dengan istrinya.
Tuan De Haas mengangguk setuju. "nampaknya begitu, Tuan Van Marwijk. Ngomong-ngomong di bidang apa Anda bekerja?"
"Saya bekerja di bidang militer, seorang Letnan. Saya dengar Anda merupakan pengusaha Belanda paling sukses di tanah Sumatera, apa itu benar?"
Tuan De Haas tergelak mendengar ucapan Tuan Van Marwijk, merasa perkataan pria itu sedikit berlebihan untuk dirinya.
"Bagaimana menurutmu jika aku bilang aku bisa menjadi pengusaha tersukses di tanah Sumatera berkat campur tangan dari istriku yang sangat cerdas ini?" Tuan De Haas berujar bangga.
"Itu sangat hebat dan saya sudah menduganya, Tuan. Kalau begitu kita harus makan malam bersama lain kali," balas Tuan Van Marwijk.
Tuan De Haas tersenyum. "sebuah kehormatan bagi keluarga kami, Tuan Van Marwijk. Mari bersulang sebagai tanda dimulainya persahabatan kita."
"Bersulang!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments