Bab 4 : Kemurahan Hati sang Tuan

"Apa, Tuan?!"

Sarinah jelas kaget mendengar ucapan dari sang Tuan bahwa ia akan membelikan banyak pakaian untuk dirinya.

"Kenapa kau sangat suka membuatku mengulangi kata-kataku, Sarinah? Aku bilang aku akan membelikan kau banyak pakaian berwarna merah jambu," ulang Tuan De Haas sambil mengemudikan mobilnya menuju toko pakaian khusus wanita yang biasanya menjadi tempat para wanita Belanda membeli pakaian.

Meski Sarinah lagi-lagi dibuat takjub dengan tingkah laku Tuan De Haas, ia hanya bisa tersenyum sambil mengucapkan terima kasih.

Sarinah betul-betul tak tahu apa isi hati sang Tuan dan apa tujuan pria itu namun ia memilih untuk tak ambil pusing.

Toh, hidup dan mati dirinya kini memang ada di tangan Tuan De Haas yang telah membelinya dengan harga mahal sebagai ganti atas utang kedua orang tuanya.

Lembutnya senyuman yang terpatri di wajah Sarinah semakin membuat Tuan De Haas terkesima. Baru kali ini Tuan De Haas dibuat mabuk kepayang seperti ini oleh seorang wanita terlebih lagi ia adalah seorang pribumi.

Tiba di toko pakaian yang dituju, Tuan De Haas membantu Sarinah turun dari mobil dengan hati-hati.

Cuaca hari ini terlihat begitu cerah, membuat senyum Tuan De Haas kian merekah.

Rambut panjang hitam milik Sarinah terlihat begitu berkilauan, menarik perhatian orang-orang yang berlalu di depan toko pakaian itu.

"Selamat pagi, Tuan De Haas. Ada yang bisa kami bantu?" tanya Nyonya Diana, pemilik toko pakaian itu setelah menyadari kehadiran seorang tamu potensial di tokonya.

"Selamat pagi. Tolong tunjukkan semua pakaian berwarna merah muda yang kau miliki, Nyonya," Tuan De Haas menyahut.

"Baiklah, silakan ikuti saya Tuan," ucap Nyonya berambut cokelat kemerahan itu memimpin jalan masuk ke dalam tokonya.

Tuan De Haas tanpa canggung menggandeng tangan Sarinah, membuat beberapa pegawai toko yang ada di sana mulai saling berbisik menggunjing keberadaan Nyai muda berwajah cantik itu.

"Diantara semua gaun yang toko ini buat, mana yang cuma ada satu?" tanya Tuan De Haas setelah melihat beberapa gaun berwarna merah jambu koleksi toko Nyonya Diana.

Nyonya Diana tersenyum tipis, mengambil sebuah gaun panjang mewah yang sangat cantik membuat Sarinah langsung menyukainya dalam sekali pandangan.

"Ini adalah seri ekslusif yang hanya kami buat satu buah, Tuan. Karena hanya ada satu, harganya jadi agak sedikit berbeda dari pada koleksi yang lainnya," terang Nyonya Diana.

"Apa kau menyukainya?" tanya Tuan De Haas pada Sarinah.

"Apa itu tidak terlalu berlebihan untuk saya, Tuan?" Sarinah balas bertanya, ragu-ragu untuk menerima kemurahan hati sang Tuan meski ia sangat menyukai gaun itu.

Walau dalam hatinya Nyonya Diana merasa tak rela jika gaun mewah nan ekslusif yang tokonya buat dengan susah payah itu akan dipakai oleh seorang pribumi seperti Sarinah, namun ia lebih mementingkan kelangsungan bisnisnya.

Kalau satu saja kata mencela keluar dari bibirnya, bisnis yang sudah bertahun-tahun Nyonya Diana rintis ini bisa hancur dalam sekejap mata karena Tuan De Haas yang jauh lebih berkuasa itu.

Tuan De Haas tersenyum samar. "sama sekali tidak, jika kau menyukainya aku akan membelinya untukmu."

Mendapatkan jawaban demikian, Sarinah lantas mengangguk seraya mengabaikan gunjingan yang terdengar halus dari para karyawan toko ini.

"Jika kalian masih terus menggunjingkan Nyai yang aku beli dengan gaji kalian selama dua puluh tahun bekerja di sini, aku akan memotong lidah kalian," ancam Tuan De Haas dengan suara rendah yang amat dingin, menimbulkan aura intimidasi begitu menyeramkan.

"Bungkus semua pakaian yang kalian pajang di toko ini, cepat! Kalau tidak aku akan langsung menghancurkan toko ini!" perintah Tuan De Haas membuat semua orang ketar-ketir di buatnya.

Nyonya Diana hanya bisa menatap tajam tiga orang karyawannya itu atas kelancangan yang mereka perbuat yang bahkan sang Nyonya pun tak berani mencela Sarinah secara terang-terangan seperti itu.

"Maafkan kelakuan lancang mereka, Tuan De Haas," sesal Nyonya Diana sambil sedikit menundukkan kepalanya.

"Didiklah para karyawanmu agar tidak sembarangan menggunjing orang lain terang-terangan seperti itu," balas Tuan De Haas ketus seraya memberikan sekantung uang kepada Nyonya Diana.

Usai mendapatkan semua gaun dari toko pakaian Nyonya Diana, Tuan De Haas lantas menarik tangan Sarinah untuk pergi ke toko lain.

"Tuan... Tapi semua pakaian ini sangat berlebihan untuk saya yang merupakan seorang pribumi," cicit Sarinah melihat betapa banyak gaun yang dibeli oleh sang Tuan hanya karena para karyawan Nyonya Diana yang berani menggunjing dirinya terang-terangan.

"Kau cukup ambil dan pakai saja, tidak usah banyak protes. Kau harus tahu kalau mereka tidak boleh sembarang memperlakukan dirimu seperti itu," Tuan De Haas menyahut dengan air mukanya yang masih masam, membuat Sarinah memutuskan untuk tidak melanjutkan pembicaraan.

...****************...

"Silakan nikmati makan siang Anda, Nyonya," ucap salah seorang pelayan restoran China itu dengan ramah usai menyajikan makanan khas China untuk Sarinah.

Makanan yang tersaji di atas meja makan Sarinah sangat banyak, sampai-sampai membuat Sarinah yakin bahwa ia mana mungkin mampu menghabiskan semuanya seorang diri.

Tuan De Haas sedang menghadiri rapat antar pengusaha Belanda di salah satu restoran Eropa seberang jalan, itulah yang menyebabkan Sarinah kini berada di restoran China meski seumur hidupnya ia sama sekali tak tahu apa-apa mengenai makanan China.

Sarinah melihat berbagai macam makanan yang tersaji dengan bingung, mulai berpikir makanan mana yang sebaiknya ia makan terlebih dahulu karena semua makanan yang ada di hadapannya itu nampak lezat.

Setelah cukup lama menimbang-nimbang, akhirnya tangan mungil Sarinah bergerak mengambil sendok dan garpu lalu mulai melahap mie kuah yang sama sekali ia tak tahu apa nama masakannya.

"Makanan ini semuanya sangat lezat... lalu apa yang dimakan oleh Ibu dan Bapak di desa ya? Aku merindukan mereka," gumam Sarinah dengan pandangan sendu, teringat akan kedua orang tuanya di desa kampung halamannya.

"Apa yang sedang kau pikirkan sampai-sampai makan satu mangkuk mie saja lama sekali?"

Mendengar suara itu, kontan saja Sarinah membalikkan badannya lalu mendapati Tuan De Haas sudah berdiri di samping kiri tubuhnya.

Seperti biasanya, Tuan De Haas nampak menawan dengan setelan djas toetoep putih celana panjang melekat pada tubuh tingginya yang mengagumkan nan menarik.

Berbeda dengan para Tuan Belanda yang sudah menikah nampak gemar menggunakan topi, Tuan De Haas bahkan hampir tak pernah mengenakan topi.

"Oh, Tuan sudah kembali?" Sarinah bertanya dengan kikuk, menyambut sang Tuan dengan senyuman kaku yang dipaksakan bagai sebuah boneka jerami yang dipaksakan untuk tersenyum.

"Itu hanya rapat yang membosankan, untuk apa aku berlama-lama? Karena topiknya membosankan nafsu makanku jadi hilang, tapi sepertinya akan jauh lebih baik jika makan bersama denganmu," oceh Tuan De Haas sambil mulai makan, memilih makanan yang paling dekat dari jangkauannya.

"Kalau begitu Tuan makanlah yang banyak. Saya hanya akan makan satu mangkuk mie ini saja," balas Sarinah santun seperti biasanya.

Tuan De Haas mengerucutkan bibirnya, melotot sebal pada Sarinah sang Nyai.

"Makanlah saja yang banyak semampu perutmu dan jangan berani-beraninya berkata seperti itu lagi. kau mengerti, Sarinah?"

Sarinah mengangguk. "terima kasih banyak atas kemurahan hati Anda, Tuan. tetapi bolehkah saya meminta satu hal lain kepada Tuan?"

Dahi mulus milik Tuan De Haas lantas berkerut. "apa yang kau inginkan, Sarinah?"

Episodes
1 Bab 1 : Terperosok Dalam Lumpur Dosa
2 Bab 2 : Hidup Baru sang Nona Manis
3 Bab 3 : Hari Pertama Sebagai Nyai
4 Bab 4 : Kemurahan Hati sang Tuan
5 Bab 5 : Bertemu Ibu dan Bapak
6 Bab 6 : Hari Yang Tidak Disangka-sangka
7 Bab 7 : Kehidupan Setelah Pernikahan
8 Bab 8 : Lahirnya Sang Malaikat
9 Bab 9 : Pesta Bersama Para Londo
10 Bab 10 : Keputusan Besar
11 Bab 11 : Langkah Baru
12 Bab 12 : Menyongsong Kehidupan Baru
13 Bab 13 : Batavia
14 Bab 14 : Pertumbuhan Mawar
15 Bab 15 : Hari Pertama Bertemu Dengannya
16 Bab 16 : Berkenalan Lebih Dekat
17 Bab 17 : Rasa Ingin Melindungi?
18 Bab 18 : Ksatria Tanpa Kuda Putih
19 Bab 19 : Vader en Dochter Strijden
20 Bab 20 : Khawatir
21 Bab 21 : Percikan Api Kedua Keluarga
22 Bab 22 : Keluarga Van Der Linen
23 Bab 23 : Taktik Cecilion
24 Bab 24 : Cinta Dua Sejoli
25 Bab 25 : Voogd Ridder
26 Bab 26 : Langit Biru Batavia
27 Bab 27 : Pure Love en Cecilion
28 Bab 28 : Pesta
29 Bab 29 : Dappere Bekentenis
30 Bab 30 : Balada sang Bunga
31 Bab 31 : Persimpangan
32 Bab 32 : Menyebrangi Rintangan
33 Bab 33 : Beledigd
34 Bab 34 : Perjalanan Jauh
35 Bab 35 : Kekacauan Dua Keluarga
36 Bab 36 : Familie Discussie
37 Bab 37 : Percikan Api Dua Kubu
38 Bab 38 : Melodi Indah Menuju Altar
39 Bab 39 : Cecilion, sang Kumbang di Perkebunan
40 Bab 40 : Pebisnis Handal
41 Bab 41 : Langit Biru di Tanah Sumatera
42 Bab 42 : Munajat Sepasang Kekasih
43 Bab 43 : Een wijze Leider
44 Bab 44 : Perjalanan Kebahagiaan Adam dan Hawa
45 Bab 45 : Terkuaknya Aroma Mesiu
46 Bab 46 : Vreselijk Voorval
47 Bab 47 : Putihnya Kebaikan
48 Bab 48 : Pelarian
49 Bab 49 : Hujan Darah di Bumi Sriwijaya
50 Bab 50 : Langkah Mawar
51 Bab 51 : Kehidupan di Desa
52 Bab 52 : Anugerah yang Dinantikan
53 Bab 53 : Malaikat Kecil, sang Lentera Hati
54 Bab 54 : Dokter Nathan
55 Bab 55 : Pelipur Lara Sang Dewi
56 Bab 56 : Jatuhnya Hati sang Dokter
Episodes

Updated 56 Episodes

1
Bab 1 : Terperosok Dalam Lumpur Dosa
2
Bab 2 : Hidup Baru sang Nona Manis
3
Bab 3 : Hari Pertama Sebagai Nyai
4
Bab 4 : Kemurahan Hati sang Tuan
5
Bab 5 : Bertemu Ibu dan Bapak
6
Bab 6 : Hari Yang Tidak Disangka-sangka
7
Bab 7 : Kehidupan Setelah Pernikahan
8
Bab 8 : Lahirnya Sang Malaikat
9
Bab 9 : Pesta Bersama Para Londo
10
Bab 10 : Keputusan Besar
11
Bab 11 : Langkah Baru
12
Bab 12 : Menyongsong Kehidupan Baru
13
Bab 13 : Batavia
14
Bab 14 : Pertumbuhan Mawar
15
Bab 15 : Hari Pertama Bertemu Dengannya
16
Bab 16 : Berkenalan Lebih Dekat
17
Bab 17 : Rasa Ingin Melindungi?
18
Bab 18 : Ksatria Tanpa Kuda Putih
19
Bab 19 : Vader en Dochter Strijden
20
Bab 20 : Khawatir
21
Bab 21 : Percikan Api Kedua Keluarga
22
Bab 22 : Keluarga Van Der Linen
23
Bab 23 : Taktik Cecilion
24
Bab 24 : Cinta Dua Sejoli
25
Bab 25 : Voogd Ridder
26
Bab 26 : Langit Biru Batavia
27
Bab 27 : Pure Love en Cecilion
28
Bab 28 : Pesta
29
Bab 29 : Dappere Bekentenis
30
Bab 30 : Balada sang Bunga
31
Bab 31 : Persimpangan
32
Bab 32 : Menyebrangi Rintangan
33
Bab 33 : Beledigd
34
Bab 34 : Perjalanan Jauh
35
Bab 35 : Kekacauan Dua Keluarga
36
Bab 36 : Familie Discussie
37
Bab 37 : Percikan Api Dua Kubu
38
Bab 38 : Melodi Indah Menuju Altar
39
Bab 39 : Cecilion, sang Kumbang di Perkebunan
40
Bab 40 : Pebisnis Handal
41
Bab 41 : Langit Biru di Tanah Sumatera
42
Bab 42 : Munajat Sepasang Kekasih
43
Bab 43 : Een wijze Leider
44
Bab 44 : Perjalanan Kebahagiaan Adam dan Hawa
45
Bab 45 : Terkuaknya Aroma Mesiu
46
Bab 46 : Vreselijk Voorval
47
Bab 47 : Putihnya Kebaikan
48
Bab 48 : Pelarian
49
Bab 49 : Hujan Darah di Bumi Sriwijaya
50
Bab 50 : Langkah Mawar
51
Bab 51 : Kehidupan di Desa
52
Bab 52 : Anugerah yang Dinantikan
53
Bab 53 : Malaikat Kecil, sang Lentera Hati
54
Bab 54 : Dokter Nathan
55
Bab 55 : Pelipur Lara Sang Dewi
56
Bab 56 : Jatuhnya Hati sang Dokter

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!