Bab 2 : Hidup Baru sang Nona Manis

"Jika Anda merasa tidak masalah mendapatkan anak dari seorang wanita hina seperti saya maka Anda bisa mendapatkan berapa pun yang Anda inginkan, Tuan."

Tuan De Haas tersenyum tipis namun penuh makna setelah mendengar jawaban seperti yang ia inginkan dari Sarinah. Sungguh ia tak pernah menyangka jikalau Goenawan dan Tuminah memiliki anak perempuan secantik ini.

Suara gemuruh dari hujan terus saja mengusik heningnya malam itu, beradu dengan perasaan Sarinah yang berkecamuk. Tak banyak yang gadis malang itu harapkan selain dirinya yang masih dapat memiliki kesempatan untuk bertemu dengan kedua orang tuanya nanti.

"Apa yang kau pikirkan? Ayo turun, kita sudah sampai," kata Tuan De Haas memecahkan lamunan Sarinah.

Sarinah mengangguk kaku, kemudian turun mengikuti langkah sang Tuan yang sudah menginjakan kakinya di pekarangan rumah mewah bergaya arsitektur Art Deco khas milik orang Belanda yang tak mampu dibeli oleh sembarang orang, terlebih seorang pribumi sepertinya.

"Darijo, buang semua pakaian yang dibawa oleh Sarinah. suruh para babu untuk menyiapkan kamar baru bagi Sarinah sekarang juga," perintah mutlak Tuan De Haas kepada Darijo sang kepala jongos rumah ini.

Darijo mengangguk cepat. "baiklah, Tuan."

Lagi dan lagi Sarinah dibuat heran sekaligus bingung dengan sikap Tuan De Haas kepadanya. Untuk apa sang Tuan mau repot-repot menyiapkan sebuah kamar untuknya? Bukankah ia akan tidur bersama para babu di rumah ini?

"Kenapa Tuan menyuruh Paman Darijo untuk menyiapkan kamar untuk saya?" tanya Sarinah yang sudah tidak dapat menyembunyikan rasa penasarannya.

"Karena kau adalah Nyai di rumah ini dan aku menganggap kau lebih berharga dari pada para babu di sini. Sembari menunggu kamar untukmu dipersiapkan, mari temani aku makan malam lebih dulu," jelas Tuan De Haas seraya meraih pergelangan tangan kurus milik Sarinah, membawa gadis ayu itu masuk ke dalam rumah mewahnya.

Seumur hidupnya, baru kali ini Sarinah bertandang ke rumah seorang Tuan Belanda apalagi diperlakukan dengan sebaik ini. Biasanya, para orang Belanda bahkan enggan melihat ke arah seorang pribumi seperti dirinya, menganggap bahwa pribumi tak ada bedanya dengan binatang.

Sarinah yang sudah terbiasa diperlukan dengan amat tidak layak oleh para penjajah Belanda jelas saja merasa takjub mendapatkan perlakuan yang jauh berbeda dari Tuan De Haas, Tuan pertama yang harus ia layani sebagai seorang Nyai.

Dengan lembut, Tuan De Haas menggenggam tangan Sarinah seraya berjalan sejajar menuju ruang makan. Kedatangan Sarinah tentu saja mengagetkan para babu dan jongos di rumah itu yang tidak tahu apa-apa mengenai urusan utang piutang Tuan De Haas dengan Goenawan, Bapaknya Sarinah.

Mereka pikir, penyambutan heboh ini diperuntukan untuk calon istri sang Tuan yang rumornya akan datang langsung dari Belanda namun dugaan mereka malah salah besar.

"Apa makan malam sudah siap?" tanya Tuan De Haas pada salah seorang babu yang sedang sibuk menyusun piring di atas meja makan besar di ruang makan rumah ini.

Wanita paruh baya itu mengangguk, menaruh piring-piring sesuai dengan peruntukannya.

"sudah, Tuan. Anda bisa langsung makan malam sekarang juga."

Tuan De Haas tanpa basa-basi lagi mengambil posisi duduk di sebuah kursi mewah di ujung meja. Kursi yang berjajar di sepanjang meja makan besar itu cukup banyak untuk ukuran seorang bujangan, membuat Sarinah dapat menarik kesimpulan bahwa sang Tuan kerap kali mengadakan perjamuan.

"Duduklah di situ dan makan bersamaku, Sarinah. Aku butuh teman makan bukan sebuah patung yang hanya bisa memperhatikan aku makan," titah Tuan De Haas sembari mengambil sendok dan garpu di hadapannya.

"Saya sungguh boleh menikmati semua hidangan lezat ini, Tuan?" tanya Sarinah polos berusaha memastikan tawaran sang Tuan.

Sepasang obsidian biru safir milik sang Tuan bergulir, memandang ke arah Sarinah kemudian.

"jangan membuatku terus mengulang perkataan, Sarinah. Duduk dan makanlah apa pun yang ingin kau makan sekarang juga."

"Maafkan saya, Tuan," sesal Sarinah sambil buru-buru duduk di sisi kiri sang Tuan.

Dalam hening, Tuan De Haas dan Sarinah makan bersebelahan menikmati hidangan khas Belanda yang tersaji dengan begitu lezat di atas meja.

Sementara keduanya sedang menikmati makanan dalam keheningan, para babu mulai bergunjing dengan saling berbisik mengenai Sarinah sang perempuan pribumi pertama yang diperlakukan dengan begitu istimewa oleh Tuan De Haas.

Agaknya mereka merasa cemburu sebab tak pernah diperlakukan sebegitu baiknya oleh sang Tuan seperti Tuan De Haas memperlakukan Sarinah si gadis pendatang baru.

Lagi pula, wanita mana yang tidak mau berkencan dengan Tuan De Haas yang tampan rupawan serta mapan itu?

"Sampai kapan kalian terus menggunjingkan Nyai yang baru saja aku beli dengan harga mahal ini?"

Pertanyaan dingin dari Tuan De Haas kontan membuat para babu yang sejak tadi sibuk bergunjing membahas segala hal yang berkaitan dengan Sarinah langsung membubarkan diri.

"Tidak usah di dengarkan apalagi sampai di masukkan ke dalam hati, mereka akan selalu begitu jika melihat sesuatu yang menarik," hibur Tuan De Haas, memandang lurus kepada Sarinah sang Nyai.

"Saya sungguh tidak apa-apa, Tuan."

Senyuman manis laksana madu yang dilemparkan oleh Sarinah semakin membuat hati Tuan De Haas bergejolak, tak kuasa membendung perasaan tertariknya yang kian membesar.

Jantung Tuan muda itu berdegup dua kali lipat lebih kencang, membuatnya terus merasa salah tingkah sendiri terlebih Sarinah selalu menjawab perkataannya dengan suara lembutnya yang santun namun menggoda.

"Malam ini kau harus tidur di kamarku karena kamarmu masih dalam proses pengerjaan," kata Tuan De Haas usai mengelap bibirnya dengan sapu tangan dari sakunya, pertanda bahwa makan malamnya telah usai.

"Anda tidak keberatan? Padahal saya bisa tidur di ruangan lain terlebih dahulu," tolak Sarinah halus.

"Tidak boleh. kau adalah Nyai milikku maka hidupmu sepenuhnya adalah milikku dan merupakan tanggung jawabku," balas Tuan De Haas tegas.

Seketika Sarinah merasakan kerasnya tamparan realita yang harus ia terima bahwa dirinya tetaplah wanita rendahan di mata para pria Belanda seperti Tuan De Haas.

Mana boleh Sarinah berharap lebih bahwa ia bisa hidup enak dan bergelimang harta sebagai seorang Nyonya Meneer. Tidak semua orang pribumi bisa merasakan kenikmatan hidup seperti itu di tanah mereka sendiri yang terjajah ini.

"Baiklah kalau itu memang kemauan Tuan."

Kehidupan Sarinah sebagai seorang Nyai baru akan dimulai besok tetapi bisa-bisanya ia malah memikirkan hal-hal seperti itu membuat gadis itu menggeleng pelan berusaha menyadarkan dirinya sendiri.

"Sebagai seorang Nyai yang akan mengabdi kepada Tuan, hidup dan mati saya yang hina ini sepenuhnya merupakan hak dan tanggung jawab Tuan selaku pemilik saya."

"Aku senang mendengarnya. ayo cepat masuk ke kamar, aku sudah lelah dan butuh penghiburan darimu sekarang juga, Sarinah."

Terpopuler

Comments

Defi

Defi

di mata para pelayan di rumahnya hidup Sarinah bahagia dn lebih baik dari mereka.. Tapi sebenarnya sam saja, hidup Sarinah ga ada harganya di mata para meener

2023-06-08

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 : Terperosok Dalam Lumpur Dosa
2 Bab 2 : Hidup Baru sang Nona Manis
3 Bab 3 : Hari Pertama Sebagai Nyai
4 Bab 4 : Kemurahan Hati sang Tuan
5 Bab 5 : Bertemu Ibu dan Bapak
6 Bab 6 : Hari Yang Tidak Disangka-sangka
7 Bab 7 : Kehidupan Setelah Pernikahan
8 Bab 8 : Lahirnya Sang Malaikat
9 Bab 9 : Pesta Bersama Para Londo
10 Bab 10 : Keputusan Besar
11 Bab 11 : Langkah Baru
12 Bab 12 : Menyongsong Kehidupan Baru
13 Bab 13 : Batavia
14 Bab 14 : Pertumbuhan Mawar
15 Bab 15 : Hari Pertama Bertemu Dengannya
16 Bab 16 : Berkenalan Lebih Dekat
17 Bab 17 : Rasa Ingin Melindungi?
18 Bab 18 : Ksatria Tanpa Kuda Putih
19 Bab 19 : Vader en Dochter Strijden
20 Bab 20 : Khawatir
21 Bab 21 : Percikan Api Kedua Keluarga
22 Bab 22 : Keluarga Van Der Linen
23 Bab 23 : Taktik Cecilion
24 Bab 24 : Cinta Dua Sejoli
25 Bab 25 : Voogd Ridder
26 Bab 26 : Langit Biru Batavia
27 Bab 27 : Pure Love en Cecilion
28 Bab 28 : Pesta
29 Bab 29 : Dappere Bekentenis
30 Bab 30 : Balada sang Bunga
31 Bab 31 : Persimpangan
32 Bab 32 : Menyebrangi Rintangan
33 Bab 33 : Beledigd
34 Bab 34 : Perjalanan Jauh
35 Bab 35 : Kekacauan Dua Keluarga
36 Bab 36 : Familie Discussie
37 Bab 37 : Percikan Api Dua Kubu
38 Bab 38 : Melodi Indah Menuju Altar
39 Bab 39 : Cecilion, sang Kumbang di Perkebunan
40 Bab 40 : Pebisnis Handal
41 Bab 41 : Langit Biru di Tanah Sumatera
42 Bab 42 : Munajat Sepasang Kekasih
43 Bab 43 : Een wijze Leider
44 Bab 44 : Perjalanan Kebahagiaan Adam dan Hawa
45 Bab 45 : Terkuaknya Aroma Mesiu
46 Bab 46 : Vreselijk Voorval
47 Bab 47 : Putihnya Kebaikan
48 Bab 48 : Pelarian
49 Bab 49 : Hujan Darah di Bumi Sriwijaya
50 Bab 50 : Langkah Mawar
51 Bab 51 : Kehidupan di Desa
52 Bab 52 : Anugerah yang Dinantikan
53 Bab 53 : Malaikat Kecil, sang Lentera Hati
54 Bab 54 : Dokter Nathan
55 Bab 55 : Pelipur Lara Sang Dewi
56 Bab 56 : Jatuhnya Hati sang Dokter
Episodes

Updated 56 Episodes

1
Bab 1 : Terperosok Dalam Lumpur Dosa
2
Bab 2 : Hidup Baru sang Nona Manis
3
Bab 3 : Hari Pertama Sebagai Nyai
4
Bab 4 : Kemurahan Hati sang Tuan
5
Bab 5 : Bertemu Ibu dan Bapak
6
Bab 6 : Hari Yang Tidak Disangka-sangka
7
Bab 7 : Kehidupan Setelah Pernikahan
8
Bab 8 : Lahirnya Sang Malaikat
9
Bab 9 : Pesta Bersama Para Londo
10
Bab 10 : Keputusan Besar
11
Bab 11 : Langkah Baru
12
Bab 12 : Menyongsong Kehidupan Baru
13
Bab 13 : Batavia
14
Bab 14 : Pertumbuhan Mawar
15
Bab 15 : Hari Pertama Bertemu Dengannya
16
Bab 16 : Berkenalan Lebih Dekat
17
Bab 17 : Rasa Ingin Melindungi?
18
Bab 18 : Ksatria Tanpa Kuda Putih
19
Bab 19 : Vader en Dochter Strijden
20
Bab 20 : Khawatir
21
Bab 21 : Percikan Api Kedua Keluarga
22
Bab 22 : Keluarga Van Der Linen
23
Bab 23 : Taktik Cecilion
24
Bab 24 : Cinta Dua Sejoli
25
Bab 25 : Voogd Ridder
26
Bab 26 : Langit Biru Batavia
27
Bab 27 : Pure Love en Cecilion
28
Bab 28 : Pesta
29
Bab 29 : Dappere Bekentenis
30
Bab 30 : Balada sang Bunga
31
Bab 31 : Persimpangan
32
Bab 32 : Menyebrangi Rintangan
33
Bab 33 : Beledigd
34
Bab 34 : Perjalanan Jauh
35
Bab 35 : Kekacauan Dua Keluarga
36
Bab 36 : Familie Discussie
37
Bab 37 : Percikan Api Dua Kubu
38
Bab 38 : Melodi Indah Menuju Altar
39
Bab 39 : Cecilion, sang Kumbang di Perkebunan
40
Bab 40 : Pebisnis Handal
41
Bab 41 : Langit Biru di Tanah Sumatera
42
Bab 42 : Munajat Sepasang Kekasih
43
Bab 43 : Een wijze Leider
44
Bab 44 : Perjalanan Kebahagiaan Adam dan Hawa
45
Bab 45 : Terkuaknya Aroma Mesiu
46
Bab 46 : Vreselijk Voorval
47
Bab 47 : Putihnya Kebaikan
48
Bab 48 : Pelarian
49
Bab 49 : Hujan Darah di Bumi Sriwijaya
50
Bab 50 : Langkah Mawar
51
Bab 51 : Kehidupan di Desa
52
Bab 52 : Anugerah yang Dinantikan
53
Bab 53 : Malaikat Kecil, sang Lentera Hati
54
Bab 54 : Dokter Nathan
55
Bab 55 : Pelipur Lara Sang Dewi
56
Bab 56 : Jatuhnya Hati sang Dokter

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!