Cecilion mendekatkan diri kepada Mawar, berbisik kepada sang hawa. "kita pikirkan nanti, sekarang aku harus mengurus tiga perempuan jahat ini terlebih dahulu, Mawar."
"Apa yang akan kamu lakukan, Cecilion?" tanya Mawar balas berbisik, bingung melihat Cecilion yang sibuk mengaduk isi tasnya.
"Ketemu!" pemuda itu berseru senang saat tangannya berhasil menemukan segulung tali nilon dari dalam tasnya.
Tanpa menjelaskan apa-apa kepada Mawar, Cecilion langsung saja mengikat Lydia, Guin serta Marry dengan tali itu.
Ketiga gadis itu merengek meminta Cecilion untuk melepaskan mereka, namun Cecilion tetap pada pendiriannya bermaksud memberikan efek jera kepada mereka.
"Kenapa kamu mengikat temanmu seperti itu, Cecilion?" tanya Pak Hans salah seorang guru yang kebetulan melintas di sana, bingung dengan apa yang sedang ia lihat saat ini.
"Pak Guru, tolong kembali ke sekolah dan adukan kejadian ini kepada kepala sekolah. Seperti yang bisa Bapak lihat, tubuh Mawar penuh tepung dan itu semua adalah ulah mereka bertiga. Kalau Pak Guru tidak mau bilang kepada kepala sekolah saya akan langsung menghubungi polisi," papar Cecilion dengan air mukanya yang masih tegas.
"Baiklah, baiklah. Bapak akan menceritakan kejadian ini kepada kepala sekolah tapi bisa tidak ikatan mereka dilepas?" ucap Pak Hans berupaya bernegosiasi dengan Cecilion.
Pemuda tampan itu menggeleng tegas.
"Tidak boleh, Pak Guru. mereka harus dihukum atas tindakan mereka yang sudah membuat Mawar berada dalam masalah."
Pak Hans menghela, agaknya ia baru teringat dengan siapa ia berhadapan saat ini.
"Baiklah, kalau begitu Bapak akan kembali ke sekolah dan membiarkan mereka mendapatkan hukuman yang sepantasnya," ucap Pak Hans final.
Lagi pula, untuk apa berdebat dengan putra tunggal dari keluarga Van Der Linen?
Ingat, dia adalah anak dari seorang gubernur!
"Keputusan yang bijak, Pak Hans. Kalau begitu saya dan Mawar harus menyelesaikan masalah yang mereka buat," sahut Cecilion.
Pak Hans lantas kembali menaiki sepedanya, kembali bergerak menuju sekolah untuk menuruti perintah Cecilion.
"Kalian bertiga hanya perlu menunggu di sini sampai kepala sekolah yang datang langsung untuk memberikan hukuman kepada kalian," tukas Cecilion tegas seraya menggamit pergelangan tangan Mawar hendak membawa gadis pergi.
"Ayo, Mawar! Kita harus membersihkan dirimu dulu. Baju yang kena tepung tidak akan gampang untuk dibersihkan," kata Cecilion sambil melangkah terburu, menarik Mawar menuju tempat yang kini ada dalam benaknya.
Mawar tanpa sadar tersenyum meski sejak tadi menundukkan kepalanya, sebuah senyuman yang penuh akan makna. Gadis itu dapat merasakan debaran jantungnya yang menggila serta semburat merah yang hangat menjalari kedua belah pipinya.
Keduanya melangkah sejajar, masih dengan tangan Cecilion yang setia menggenggam tangan Mawar tanpa mempedulikan tatapan mencemooh dari orang-orang di sekitar mereka.
"Kita mau kemana, Cecilion?" tanya Mawar akhirnya setelah mereka sudah berjalan cukup jauh.
"Ke toko pakaian."
"Tapi... Aku tidak membawa cukup uang."
"Tenanglah, Mawar. Aku punya cukup uang untuk membeli satu buah gaun sederhana," Cecilion berujar sambil menghapus sisa tepung di wajah Mawar menggumamkan sapu tangan miliknya.
"Terima kasih, Cecilion. Aku akan mengganti uangmu nanti," Mawar membalas ucapan sang pemuda, merasa tak enak hati karena sudah sangat merepotkan Cecilion.
"Tidak masalah, Mawar. Ayo jalan lagi."
Angin yang berhembus siang itu di kota Batavia kian menghanyutkan perasaan Mawar De Haas yang menyadari bahwa ia telah jatuh cinta sepenuhnya kepada pemuda itu, Cecilion van der Linen, pemuda yang seharusnya justru ia jauhi.
...****************...
Seperti hari-hari biasanya, rumah keluarga De Haas selalu diselimuti dengan ketenangan serta ketentraman. Rumah itu selalu tenang, sama seperti Tuan De Haas yang kini sedang duduk santai di serambi rumah sambil membaca koran.
Saking tenangnya rumah ini, bahkan para Jongos dan Babu yang bekerja di sini pun merasa amat damai mengingat Tuan dan Nyonya mereka amat baik hatinya.
"Kenapa kamu pulang dengan baju yang berbeda, Mawar?" tanya Tuan De Haas, sang Papa setibanya Mawar di rumah.
Pria itu menatap Mawar dari ujung rambut sampai ujung kaki, menelisik dengan teliti setiap jengkal tubuh putri semata wayangnya itu.
Beruntung, Mawar sudah menyuruh Cecilion untuk langsung pulang tadi. Kalau tidak masalahnya akan semakin rumit Mawar tidak mau kalau sampai Cecilion terkena masalah hanya karena menolongnya tadi.
Sejauh ini, Papa dan Mama Mawar belum tahu mengenai kedekatan khusus yang terjalin diantara Mawar dan Cecilion van der Linen.
"Bajuku kotor, Papa. Terkena tepung jadi mana bisa diselamatkan lagi. Terpaksa aku beli baju yang baru di toko pakaian dekat sekolah," ucap Mawar seraya mengeluarkan bajunya yang sudah penuh dengan tepung dari dalam tasnya.
Mawar tidak pandai berbohong, namun ia juga tak mau orang tuanya tahu bahwa selama ini Mawar sering kali menjadi sasaran tindak perundangan di sekolahnya. Ia hanya ingin Papa dan Mamanya itu terus hidup dengan bahagia sebagaimana mestinya.
Bibi Inem dengan sigap mengambil baju kotor milik Mawar, membawanya ke tempat sampah mengingat kala itu belum ada deterjen yang bisa membersihkan noda seperti itu. Jadi mau tak mau baju itu harus dibuang karena memang nilai estetikanya sudah rusak.
"Bagaimana bisa?" tanya Tuan De Haas masih merasa penasaran.
"Seorang kuli panggul yang sedang mengangkut karung tepung secara tak sengaja menyenggol tubuhku jadi ada karung yang sobek lalu isinya tumpah padaku juga," dalih Mawar cepat, langsung berbalik arah menuju kamarnya.
Kalau tidak seperti itu, Tuan De Haas akan terus bertanya kepadanya seperti polisi yang sedang menginterogasi tersangka sebuah kasus.
Mana mau Mawar membohongi Papanya itu lebih jauh lagi, bisa gawat akhirnya.
"Ya sudah. Kalau tidak ada tugas langsung istirahat saja," balas Tuan De Haas sekenanya, kembali meraih koran yang sempat ia abaikan di atas meja.
Mawar melanjutkan langkahnya menuju kamar.
Ia bernapas lega setelah itu, bersyukur ia tak sampai terluka karena dirundung oleh orang-orang yang tak lain adalah teman sekelasnya sendiri itu.
Tangan ringkih Mawar kemudian meraih buku gambar yang tadi tergelak begitu saja di atas meja belajarnya. Pandangan gadis itu berbinar-binar, mulai menggerakkan jemarinya yang sudah menggenggam sebuah pensil di atas buku gambarnya membentuk sebuah gambar sketsa yang begitu detail dan indah.
Keterampilan tangan Mawar dalam urusan menggambar memang tidak biasa, dia bahkan bisa menggambar sketsa wajah seseorang dengan sangat detail dalam waktu kurang dari sepuluh menit. Sangat luar biasa memang.
"Sial, kenapa aku malah menggambar Cecilion?" umpatnya pelan kepada dirinya sendiri.
Tangan Mawar yang hendak meraih penghapus berhenti begitu saja setelah menyadari gambaran yang dia buat ternyata memang lebih dari sekedar indah untuk dipandang, namun ada perasaan istimewa di balik gambar sketsa itu.
"Cecilion lagi? Ya Tuhan, apakah aku benar-benar menyukai anak itu sampai sejauh ini? Hah..."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments