Bab 17 : Rasa Ingin Melindungi?

"Eum, aku mau tanya apa benar ibumu adalah seorang pribumi?"

Pertanyaan yang dilontarkan oleh Cecilion langsung dibalas oleh anggukan dan senyuman lesu oleh Mawar.

"Memang benar, itulah sebabnya teman-teman di sekolah tak banyak yang mau berteman denganku selain dari mereka yang sama sepertiku."

Cecilion menunduk sedih, ia memang beberapa kali pernah mendapati Mawar menerima perlakuan tak pantas dari teman-teman di sekolah.

Ada yang mengolok-olok Mawar karena ibunya seorang pribumi, ada pula yang mengejek Mawar karena nama gadis itu terlalu pribumi dan tidak cocok dengan wajahnya yang selayaknya seorang gadis Eropa.

Malang nasib gadis itu, para guru di sekolah pun merasa enggan memanggilnya dengan nama depan. Mereka cenderung lebih memilih memanggil Mawar dengan nama belakangnya, De Haas.

Cecilion lantas meraih tangan Mawar, memandang gadis itu dengan seulas senyum tulus.

"Kamu tidak perlu khawatir, Mawar. Aku akan tetap bersedia menjadi temanmu seburuk apa pun orang lain memperlakukan dirimu," ujar Cecilion penuh kesungguhan.

Mawar tak menyangka, jika pemuda tampan ini bahkan bersedia menyebutkan nama depannya. Gadis itu terharu akan ketulusan dari Cecilion yang tanpa ia sadari semakin membuat dia tertarik lebih jauh ke dalam pesona seorang Cecilion van der Linen.

"Terima kasih, Cecilion."

"Bukan apa-apa, kalau begitu ayo cepat habiskan es limun itu aku akan traktir kamu makan!"

"Yang benar?"

"Iya, ayo cepat! Aku mau kamu menunjukkan makanan lokal yang paling enak di Batavia kepadaku!"

Usai menghabiskan es limun dan membayarnya, sepasang sejoli muda itu melanjutkan langkah mereka menuju tempat kuliner yang berjarak beberapa ratus meter dari taman pusat kota.

Mawar dan Cecilion melangkah diiringi dengan cekikikan riang dari sang gadis yang terus saja mendapatkan lelucon dari lawan bicaranya. Diluar dugaan Mawar, Cecilion yang biasanya pendiam dan dingin itu juga bisa melontarkan banyak lelucon lucu seperti ini.

"Aku tidak tahu kalau kamu ternyata orangnya jauh lebih hangat," ungkap Mawar setibanya mereka di sebuah kedai makan kecil milik seorang pribumi.

"Papa memaksaku untuk tidak bersikap ramah. Dia bilang kalau anak dari seorang petinggi mana boleh tertawa terbahak-bahak seperti ini apalagi di muka umum," jelas Cecilion sambil memperhatikan keadaan di sekeliling kedai.

Seumur hidupnya, Cecilion baru kali ini dia masuk ke kedai kecil di pinggir jalan seperti ini.

Biasanya Tuan dan Nyonya Van Der Linen mana pernah mau makan di sembarang tempat apalagi kedai di pinggir jalan.

Meski nuansa sederhana kini melingkupi dirinya, entah mengapa Cecilion merasa jauh lebih nyaman ketimbang saat makan di restoran mewah bersama kedua orang tuanya seperti yang sering mereka lakukan di akhir pekan.

Aroma sedap makanan menyapa indera pembauan milik Cecilion, membuat pemuda itu tiba-tiba merasa perutnya keroncongan.

"Di sini aku sering makan dengan Mama. Makanan yang aku sukai adalah nasi goreng, kamu juga harus mencobanya," kata Mawar penuh semangat, semakin membuat Cecilion tertarik pada gadis pemilik kecantikan yang unik itu.

Sorot sepasang netra Cecilion melembut, memandang Mawar penuh minat.

"Jika kamu bilang aku harus mencobanya, maka dengan senang hati aku akan mencoba nasi goreng juga," balas Cecilion dengan derai kekehan ringan.

Mawar mengangguk penuh semangat, senang mendengar perkataan Cecilion barusan.

"Baiklah kalau begitu. Bibi! Kami pesan dua nasi goreng ya!"

...****************...

Seperti siang hari biasanya, Mawar melangkah dengan santai menuju rumahnya yang memang letaknya tidak begitu jauh dari sekolah.

Mawar memang selalu menolak saat Tuan De Haas memerintahkan sopir mereka untuk menjemput gadis itu dengan alasan ingin berjalan kaki, hitung-hitung sekalian olahraga, itu selalu dijadikan alasan oleh Mawar.

"Oh, lihat ada Mawar layu yang sedang lewat!"

"Haha kamu benar, bagaimana kalau kita lempari dia dengan tepung ini?"

"Ide yang bagus! Itu ganjaran yang sangat cocok untuk perempuan gatal yang suka sekali menggoda Cecilion!"

Tiga gadis berwajah Eropa itu memandang Mawar sinis sambil berucap demikian. Mawar sudah biasa diperlakukan seperti itu, makanya ia tetap cuek melangkahkan kakinya tanpa mau menoleh kepada mereka bertiga.

"Hei, kalau orang lain mengajakmu bicara kau harusnya jawab!" seru Marry, si gadis berambut ikal panjang sambil menarik rambut Mawar dengan kasar, membuat Mawar spontan berhenti berjalan.

"Kalian ini apa-apaan?!" teriak Mawar marah.

Belum sempat Mawar mengeluarkan semua kata-kata yang sudah ada di ujung lidahnya, ia malah diguyur menggunakan tepung oleh Lydia dan Guin, teman Marry.

Sungguh, Mawar yang malang lagi tak tahu apa-apa itu kembali menjadi bahan perundungan membuat emosi yang membakar benak gadis itu sudah tak mampu ia tahan lagi.

"Kenapa kalian selalu melakukan ini kepadaku?! Aku bahkan tidak pernah sekali pun mengusik hidup kalian!" pekik Mawar marah, mendorong Guin yang hendak mengguyur tubuhnya dengan air.

"Kau tanya kenapa? Bukankah sudah jelas itu karena kau adalah anak dari seorang Inlander yang bodoh dan menjijikan?" tantang Lydia dengan congkak, semakin membuat Mawar naik pitam karena mereka selalu saja mengolok-olok sang Mama yang bahkan jauh dari kata hina yang selalu mereka lontarkan itu.

Meski pun sang Mama adalah seorang pribumi, ia tak kalah terdidik dari pada para Nyonya Belanda yang kerap kali bersikap congkak dan tidak punya perasaan itu. Sarinah, sang Nyonya De Haas bahkan kini sudah memiliki satu pabrik gula yang ia kelola sendiri di Yogjakarta.

"Bodoh dan menjijikan? Apa kalian tahu bahwa Mamaku bahkan mampu membeli harga diri kalian?!" balas Mawar dengan sengit tak mau kalah.

Soal harta kekayaan, Mawar tentunya percaya diri mengingat sang Papa sudah memiliki beberapa pabrik besar dengan nilai omzet penjualan yang fantastis bahkan produk dari pabrik keluarga De Haas sering kali di ekspor ke Eropa.

Mana mungkin tingkat kekayaan itu sama dengan milik orang tua dari anak-anak yang sedang merundung Mawar ini yang hanya merupakan pegawai biasa.

"Kalian sedang apa?! Berhenti di sana dan jangan bergerak!" Cecilion berseru marah sambil berlari menghampiri mereka.

Lydia, Guin serta Marry menjadi mati kutu. Mereka yang sedang berusaha memukul Mawar kini hanya bisa terdiam, memandang takut kepada Cecilion yang kini nampak mengerikan dengan sorot matanya yang kian menajam bagaikan sepasang pedang baru.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Cecilion khawatir kepada Mawar.

Gadis tangguh itu mengangguk pelan, menjawab pertanyaan sang adam.

"Aku tidak apa-apa, tapi apa yang harus aku katakan kepada Mama kalau harus pulang dengan pakaian kotor seperti ini?"

Cecilion mendekatkan diri kepada Mawar, berbisik kepada sang hawa. "kita pikirkan nanti, sekarang aku harus mengurus tiga perempuan jahat ini terlebih dahulu, Mawar."

Episodes
1 Bab 1 : Terperosok Dalam Lumpur Dosa
2 Bab 2 : Hidup Baru sang Nona Manis
3 Bab 3 : Hari Pertama Sebagai Nyai
4 Bab 4 : Kemurahan Hati sang Tuan
5 Bab 5 : Bertemu Ibu dan Bapak
6 Bab 6 : Hari Yang Tidak Disangka-sangka
7 Bab 7 : Kehidupan Setelah Pernikahan
8 Bab 8 : Lahirnya Sang Malaikat
9 Bab 9 : Pesta Bersama Para Londo
10 Bab 10 : Keputusan Besar
11 Bab 11 : Langkah Baru
12 Bab 12 : Menyongsong Kehidupan Baru
13 Bab 13 : Batavia
14 Bab 14 : Pertumbuhan Mawar
15 Bab 15 : Hari Pertama Bertemu Dengannya
16 Bab 16 : Berkenalan Lebih Dekat
17 Bab 17 : Rasa Ingin Melindungi?
18 Bab 18 : Ksatria Tanpa Kuda Putih
19 Bab 19 : Vader en Dochter Strijden
20 Bab 20 : Khawatir
21 Bab 21 : Percikan Api Kedua Keluarga
22 Bab 22 : Keluarga Van Der Linen
23 Bab 23 : Taktik Cecilion
24 Bab 24 : Cinta Dua Sejoli
25 Bab 25 : Voogd Ridder
26 Bab 26 : Langit Biru Batavia
27 Bab 27 : Pure Love en Cecilion
28 Bab 28 : Pesta
29 Bab 29 : Dappere Bekentenis
30 Bab 30 : Balada sang Bunga
31 Bab 31 : Persimpangan
32 Bab 32 : Menyebrangi Rintangan
33 Bab 33 : Beledigd
34 Bab 34 : Perjalanan Jauh
35 Bab 35 : Kekacauan Dua Keluarga
36 Bab 36 : Familie Discussie
37 Bab 37 : Percikan Api Dua Kubu
38 Bab 38 : Melodi Indah Menuju Altar
39 Bab 39 : Cecilion, sang Kumbang di Perkebunan
40 Bab 40 : Pebisnis Handal
41 Bab 41 : Langit Biru di Tanah Sumatera
42 Bab 42 : Munajat Sepasang Kekasih
43 Bab 43 : Een wijze Leider
44 Bab 44 : Perjalanan Kebahagiaan Adam dan Hawa
45 Bab 45 : Terkuaknya Aroma Mesiu
46 Bab 46 : Vreselijk Voorval
47 Bab 47 : Putihnya Kebaikan
48 Bab 48 : Pelarian
49 Bab 49 : Hujan Darah di Bumi Sriwijaya
50 Bab 50 : Langkah Mawar
51 Bab 51 : Kehidupan di Desa
52 Bab 52 : Anugerah yang Dinantikan
53 Bab 53 : Malaikat Kecil, sang Lentera Hati
54 Bab 54 : Dokter Nathan
55 Bab 55 : Pelipur Lara Sang Dewi
56 Bab 56 : Jatuhnya Hati sang Dokter
Episodes

Updated 56 Episodes

1
Bab 1 : Terperosok Dalam Lumpur Dosa
2
Bab 2 : Hidup Baru sang Nona Manis
3
Bab 3 : Hari Pertama Sebagai Nyai
4
Bab 4 : Kemurahan Hati sang Tuan
5
Bab 5 : Bertemu Ibu dan Bapak
6
Bab 6 : Hari Yang Tidak Disangka-sangka
7
Bab 7 : Kehidupan Setelah Pernikahan
8
Bab 8 : Lahirnya Sang Malaikat
9
Bab 9 : Pesta Bersama Para Londo
10
Bab 10 : Keputusan Besar
11
Bab 11 : Langkah Baru
12
Bab 12 : Menyongsong Kehidupan Baru
13
Bab 13 : Batavia
14
Bab 14 : Pertumbuhan Mawar
15
Bab 15 : Hari Pertama Bertemu Dengannya
16
Bab 16 : Berkenalan Lebih Dekat
17
Bab 17 : Rasa Ingin Melindungi?
18
Bab 18 : Ksatria Tanpa Kuda Putih
19
Bab 19 : Vader en Dochter Strijden
20
Bab 20 : Khawatir
21
Bab 21 : Percikan Api Kedua Keluarga
22
Bab 22 : Keluarga Van Der Linen
23
Bab 23 : Taktik Cecilion
24
Bab 24 : Cinta Dua Sejoli
25
Bab 25 : Voogd Ridder
26
Bab 26 : Langit Biru Batavia
27
Bab 27 : Pure Love en Cecilion
28
Bab 28 : Pesta
29
Bab 29 : Dappere Bekentenis
30
Bab 30 : Balada sang Bunga
31
Bab 31 : Persimpangan
32
Bab 32 : Menyebrangi Rintangan
33
Bab 33 : Beledigd
34
Bab 34 : Perjalanan Jauh
35
Bab 35 : Kekacauan Dua Keluarga
36
Bab 36 : Familie Discussie
37
Bab 37 : Percikan Api Dua Kubu
38
Bab 38 : Melodi Indah Menuju Altar
39
Bab 39 : Cecilion, sang Kumbang di Perkebunan
40
Bab 40 : Pebisnis Handal
41
Bab 41 : Langit Biru di Tanah Sumatera
42
Bab 42 : Munajat Sepasang Kekasih
43
Bab 43 : Een wijze Leider
44
Bab 44 : Perjalanan Kebahagiaan Adam dan Hawa
45
Bab 45 : Terkuaknya Aroma Mesiu
46
Bab 46 : Vreselijk Voorval
47
Bab 47 : Putihnya Kebaikan
48
Bab 48 : Pelarian
49
Bab 49 : Hujan Darah di Bumi Sriwijaya
50
Bab 50 : Langkah Mawar
51
Bab 51 : Kehidupan di Desa
52
Bab 52 : Anugerah yang Dinantikan
53
Bab 53 : Malaikat Kecil, sang Lentera Hati
54
Bab 54 : Dokter Nathan
55
Bab 55 : Pelipur Lara Sang Dewi
56
Bab 56 : Jatuhnya Hati sang Dokter

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!