Waktu demi waktu terus berlalu, menghantarkan Mawar De Haas menuju masa remajanya.
Gadis itu tumbuh semakin cerdas dari hari ke hari, hingga akhirnya dia berhasil lulus dengan nilai yang sangat memuaskan membuat Papa dan Mamanya begitu bangga.
Kehidupan masa kecil Mawar di sekolah tidak begitu menyenangkan, hanya Greg dan beberapa anak pribumi baik hati yang setia menjadi sahabat Mawar semasa sekolahnya hingga kini ia berhasil lulus dan masuk ke sekolah HBS terbaik di Batavia.
Greg kini sudah berhasil menyelesaikan sekolahnya, membuat Mawar mau tak mau harus bergaul dengan orang baru di sekolah yang baru.
Ia kini sudah memasuki masa sekolah HBS, sekolah yang diperuntukkan bagi para anak-anak Eropa, keturunan Timur asing seperti Tionghoa, Arab atau India dan para anak pribumi dengan kasta tinggi seperti bangsawan atau saudagar kaya raya.
Sejak kecil, Mawar memang menunjukkan minat tinggi kepada seni terutama menggambar dan melukis. Tangan kecilnya begitu lincah bergerak di atas kerta dan kanvas, menghasilkan karya yang begitu memukau.
"Mawar, apa kamu sudah dengar kalau hari ini kelas kita akan kedatangan murid baru?" tanya Kees, pemuda keturunan Belanda campuran Tionghoa pagi itu kepada Mawar yang sedang menggambar di depan pintu kelas.
Kees merupakan sahabat Mawar sejak hari pertama ia masuk ke sekolah ini, seorang pemuda dengan mata berwarna karamel jernih serta sikapnya yang ramah membuat Mawar betah berteman dengannya.
"Oh ya? memangnya pindahan dari mana?" tanya Mawar tidak begitu berminat.
"Kudengar dia pindah dari Netherland dan berwajah tampan. Apa kamu tidak tertarik?" balas Kees setengah menggoda, mengingat Mawar belum pernah menaruh hati kepada lawan jenis.
"Entahlah, Kees. Aku hanya ingin fokus belajar agar tidak menjadi beban bagi Papa dan Mama dikemudian hari," Mawar menyahut sambil tetap fokus pada pensil serta buku gambarnya.
Belum sempat Kees membalas ucapan Mawar, bell tanda pelajaran akan segera dimulai berbunyi membuat Kees terburu-buru masuk ke dalam kelas sambil menarik tangan Mawar.
"Selamat pagi, anak-anak. Hari ini kita kedatangan murid baru pindahan dari Netherland. Mari masuk, perkenalkan dirimu kepada teman-teman barumu," ucap Pak Guru pagi itu, membuat Mawar yang sejak tadi sibuk menggambar kini memusatkan atensinya ke depan kelas.
"Selamat pagi teman-teman semua, perkenalkan namaku Cecilion van der Linen."
Sebuah suara berat namun lembut yang mengalun dari sosok pemuda tampan berambut hitam itu sukses membuat tubuh Mawar menegang, berbarengan dengan dadanya yang berdebar begitu hebat.
Sorot mata pemuda itu sangat teduh menyejukkan hati, memberikan sensasi mulas aneh yang tak pernah dirasakan oleh perut Mawar sebelumnya seumur hidupnya.
Perasaan apa ini? Mawar sungguh tidak mengerti mengapa ia bahkan tak bisa mengalihkan pandangannya dari Cecilion sang murid baru.
"Kalau begitu silakan duduk di bangku kosong di sebelah Mawar De Haas, Cecilion," titah Pak Guru, mengarahkan Cecilion untuk duduk disebelah Mawar membuat perasaan sang gadis makin tak menentu.
Sepasang kaki jenjang Cecilion melangkah, mendekat kepada Mawar yang sedang pura-pura sibuk membaca bukunya.
"Halo, Mawar. Senang bisa berkenalan denganmu," ucap Cecilion dengan suara berat nan lembut miliknya, membuat Mawar hanya bisa mengangguk dengan gerakan yang begitu kaku layaknya sebuah batu yang dipaksa bergerak.
...****************...
Hari sudah beranjak sore setelah Mawar kembali ke rumah usai membantu sang Mama mengurus taman bunga mereka.
Seperti hari biasanya, Tuan De Haas masih nampak sibuk di dalam ruang kerjanya mengurus berbagai macam berkas untuk bisnisnya.
"Papa! Papa dimana?" panggil Mawar kepada Tuan De Haas sang Papa yang tengah sibuk bekerja di ruang kerjanya.
"Ada apa, sayang?" sahut Tuan De Haas lembut, menutup buku tebal yang berada tepat di hadapannya.
Dari ruang tamu Mawar beringsut menuju ruang kerja sang Papa, menemui sang Papa yang tengah duduk di atas meja kerjanya.
"Apa Papa tahu sesuatu mengenai keluarga Van Der Linen yang baru saja pindah dari Netherland itu?" tanya Mawar dengan begitu penasaran, mengingat sang Papa memiliki banyak sekali relasi.
Mendengar pertanyaan dari Mawar, seketika air muka Tuan De Haas berubah drastis. Pria itu tidak tahu mengapa Mawar tiba-tiba menanyakan mengenai keluarga Van Der Linen kepadanya.
"Tuan Van Der Linen adalah seorang gubernur baru di Batavia, musuh Papa saat masih tinggal di Netherland tapi entah bagaimana bisa ia menjadi gubernur di sini secara tiba-tiba," balas Tuan De Haas dengan wajah muram, membuat Mawar terdiam.
Apa katanya? Musuh? Itu berarti ada jurang besar serta dalam yang pasti akan menjegal Mawar jika berani mendekatkan dirinya dengan Cecilion van der Linen, pemuda tampan siswa baru di sekolahnya itu.
"Memangnya apa yang membuat Papa dan Tuan Van Der Linen menjadi bermusuhan?"
"Itu merupakan masalah internal yang tidak boleh kamu ketahui sekarang, sayang," jawab Tuan De Haas lembut mencoba memberikan pengertian.
Jawaban itu tentu saja membuat Mawar semakin penasaran, namun ia hanya mengangguk pelan enggan mendesak sang Papa untuk memberikan jawaban lebih rinci.
"Tapi putra dari Tuan Van Der Linen duduk tepat di sebelahku, Papa," ucap Mawar sambil membuka buku laporan keuangan perkebunan tebu milik keluarga De Haas.
Kondisi ekonomi Tuan De Haas beserta keluarga kini semakin mapan, bahkan kini keluarga De Haas sudah memiliki dua buah pabrik gula sendiri.
Karena kekayaan mereka yang kian melimpah, status sosial keluarga De Haas juga kian meningkat membuat banyak orang merasa segan.
"Kalau begitu jangan terlalu dekat dengannya. Mungkin anak itu juga tahu bahwa hubungan Papa dengan kedua orang tuanya sangat buruk," Tuan De Haas membalas ucapan sang putri semata wayang dengan khawatir.
Tuan De Haas tidak ingin jika anaknya terlibat dalam masalahnya dengan Tuan Van Der Linen. Dia hanya ingin anaknya menjalani hidup sebaik mungkin dengan tenang.
"Semoga saja aku bisa melakukannya, Papa," Mawar menyahut dengan seulas senyum tipis, dalam hati gadis itu semakin penasaran sebenarnya siapa Cecilion van der Linen terlepas dari statusnya sebagai putra dari seorang gubernur.
"Sebentar lagi makan malam, aku harus membantu Mama dan para Babu untuk menyiapkan makan malam. Permisi, Papa," tutup Mawar setelah merasa tak mendapatkan jawaban memuaskan dari sang Papa.
Mawar melangkah menjauh dari ruang kerja sang Papa, beringsut menuju kamarnya hendak memikirkan rencana lain untuk mencari tahu mengenai Cecilion van der Linen, pria pertama yang berhasil menarik perhatiannya itu.
Dia sungguh dibuat penasaran oleh Cecilion karena sikapnya yang begitu tenang dan irit bicara.
"Apa pun akan aku lakukan demi bisa mengetahui siapa dirimu sebenarnya, Cecilion van der Linen," ucap Mawar mantap seraya melirik ke luar jendela kamarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments