Bab 3 : Hari Pertama Sebagai Nyai

"Aku senang mendengarnya. ayo cepat masuk ke kamar, aku sudah lelah dan butuh penghiburan darimu sekarang juga, Sarinah."

Perkataan Tuan De Haas itu dibalas dengan anggukan oleh Sarinah, gadis polos berusia lima belas tahun yang tidak tahu apa-apa mengenai penghiburan di dalam kamar.

Meski pun ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan, namun Sarinah tak punya daya untuk sekedar berkata tidak atas keinginan sang Tuan. Ia menurut dengan tenang, berjalan lurus ke arah kamar mengikuti langkah sang Tuan.

Rumah Tuan De Haas sangat luas, ada banyak ruangan berjajar di sepanjang lorong rumah ini semakin jelas menunjukkan tingginya status sosial Tuan De Haas.

Setelah beberapa saat berjalan, Sarinah dan Tuan De Haas tiba di depan pintu kamar tujuan mereka.

Kamar itu sangat menonjol dibandingkan dengan ruangan lainnya di rumah ini dengan dua buah daun pintunya yang tinggi bercat cokelat gelap.

Jemari Tuan De Haas merengkuh pelan pinggang Sarinah, membawa gadis polos itu masuk ke dalam kamar. Meski dalam hatinya Sarinah merasa luar biasa gugup disertai rasa takut namun air mukanya tetap tenang bagai air danau tanpa riak.

Tuan De Haas mengunci pintu kamarnya, kemudian perlahan mengecup bibir kenyal nan lembab milik Sarinah membuat gadis itu lantas memahami akan hiburan apa yang diinginkan oleh sang Tuan.

Tentu saja, Sarinah ada di sini karena untuk melakukan hal ini sebagai ganti atas utang orang tuanya yang sudah tak mampu lagi mereka bayarkan karena bisnisnya bangkrut.

"Aku tahu ini adalah yang pertama untukmu, jadi aku akan berusaha melakukannya dengan perlahan agar kau juga bisa menikmatinya," bisik Tuan De Haas dengan suara rendahnya, membuat Sarinah seketika merinding.

Tuan De Haas kembali melanjutkan aksinya, mencumbu Sarinah dengan begitu lembut serta memabukkan berusaha menghantarkan hasratnya dengan lebih perlahan sesuai perkataannya.

Entah mendapatkan arahan dari mana, Sarinah tanpa ragu mengalungkan kedua tangannya di leher Tuan De Haas nampak begitu menikmati permainan panas yang mereka lakoni.

"Kau sungguh tidak keberatan kalau aku membuatmu hamil?" tanya Tuan De Haas dengan wajah merah padam serta pandangan sayu, pertanda hasratnya sudah semakin menanjak.

Napas pria itu memburu, kulitnya terasa lebih hangat dan Sarinah juga dapat merasakan debaran jantung sang Tuan yang menggila.

Wajah rupawan itu juga nampak semakin tampan dan menggoda, membius Sarinah untuk jatuh ke dalam pesona sang Tuan lebih jauh lagi.

"Cukup lakukan saja apa yang Tuan inginkan, saya akan menerima dengan senang hati."

Mendapatkan persetujuan yang ia inginkan, Tuan De Haas lantas perlahan mulai melucuti pakaian yang dikenakan oleh Nyai muda kesukaannya itu.

Dilihat dari sisi mana pun, Sarinah memang sangat menarik dengan pesona yang luar biasa menggoda.

Hidung runcing sang Tuan bergerak bersamaan dengan bibirnya, menelusuri setiap inchi tubuh molek milik Sarinah, menikmati wangi khas pribumi yang menguar dari tubuh gadis itu yang entah mengapa semakin membuat Tuan De Haas bergairah untuk terus menyentuh tubuh Sarinah.

"Buatlah aku tidak bisa melupakan malam ini, Sarinah."

"Saya akan berusaha melakukan yang terbaik untuk Anda, Tuan."

Pergumulan keduanya di atas ranjang kemudian kian memanas, yang satu menjadi penyerang handal sementara yang lainnya menikmati permainan sambil berusaha melakukannya dengan baik agar sang Tuan mencapai puncak kenikmatan yang maksimal.

...****************...

"Apa kau bisa berjalan? Katakan dengan jujur karena aku harus membawamu ke suatu tempat," tanya Tuan De Haas, pukul delapan pagi setelah dia selesai memakan sarapannya kepada Sarinah yang baru saja selesai mandi.

"Saya merasa sedikit nyeri, Tuan. Tapi saya tidak apa-apa," jawab Sarinah dibubuhi seulas senyum.

Sebenarnya bukan sedikit nyeri, tapi nyeri yang luar biasa. Namun beruntung, Tuan De Haas tidak membuang bungkusan obat herbal yang dibawa oleh Sarinah dari rumahnya semalam sehingga ia bisa cepat meminumnya untuk meredam rasa sakit yang menjalari tubuhnya.

Tuminah sang Ibu memang sudah menyiapkan obat-obatan herbal untuk Sarinah yang ia racik sendiri untuk meredakan nyeri. Beliau tahu, malam pertama tentu saja akan sangat menyakitkan untuk putri semata wayangnya itu.

Tuan De Haas mengangguk, tersenyum tipis merasa lega. "kalau begitu segera sarapan dan rapikan rambutmu, aku sudah menaruh sarapan untukmu di kamar. aku tunggu di mobil ya."

Bagaimana Sarinah tidak merasa takjub? Tiba-tiba ada seorang Tuan Belanda memperlakukan dirinya yang merupakan seorang pribumi dengan begitu baik bahkan mau mengambilkan makanan serta menunggunya, keajaiban luar biasa apa ini?

Tidak mau membuat sang Tuan menunggu lebih lama, buru-buru Sarinah menghabiskan sarapannya yang sama sekali ia tak tahu apa namanya itu.

Dengan cekatan Sarinah menyisir rambut panjangnya yang masih basah, membiarkannya tergerai begitu saja.

Dengan langkah terburu, Sarinah menuju dapur bermaksud untuk mencuci piring yang habis ia gunakan dan mengembalikannya.

"Sedang apa kau?" tanya salah seorang babu yang memergoki Sarinah hendak mencuci piring.

"Hendak mencuci piring," jawab si gadis dengan polos.

"Letakkan saja piringnya di situ. Kami semua bisa mati kalau ketahuan oleh Tuan membiarkan kau melakukan pekerjaan rumah," kata wanita yang lebih tua, mengambil alih piring di tangan Sarinah.

Sarinah memandang bingung wanita yang sedang mencuci piring darinya. Kenapa dia tidak diperbolehkan untuk melakukan pekerjaan rumah?

"Memangnya kenapa?"

"Hah... Kau ini, itu semua karena Tuan sangat menyukaimu, lagi pula kami semua tahu kalau Tuan membeli dirimu dengan harga yang sangat mahal," jelas sang wanita sambil mengelap piring yang baru saja ia cuci.

"Omong-omong, namaku Iyem. Siapa namamu?"

"Namaku Sarinah."

"Kalau begitu lekas pergilah temui Tuan, dia baru saja masuk ke dalam mobil," titah Iyem sambil mengayunkan tangannya, memberi isyarat pada Sarinah untuk segera pergi.

"Terima kasih, Bibi Iyem," ucap Sarinah santun lantas berbalik menuju pekarangan rumah tempat Tuan De Haas sudah menunggunya.

Sepasang telapak kaki kasar milik Sarinah melangkah ragu, tetapi akhirnya tetap berhasil tiba di depan mobil Dodge Model 30 milik Tuan De Haas.

Memiliki sebuah mobil dan kereta kuda merupakan salah satu ciri seorang yang kaya raya, terlebih harga mobil pabrikan Eropa yang sangat mahal seperti milik Tuan De Haas ini.

"Apa yang kau tunggu, cepat naik. Kau butuh pakaian dan alas kaki mana mungkin aku membiarkan kau memakai pakaian yang sama setiap hari tanpa di cuci," perintah Tuan De Haas.

Dengan gerakan kaku, Sarinah kemudian naik ke atas mobil Tuan De Haas sambil tersenyum canggung.

"Warna apa yang paling kau sukai?" tanya Tuan De Haas sambil menyalakan mesin mobilnya.

"Saya suka warna merah jambu, Tuan," jawab Sarinah apa adanya, dia memang sangat suka warna merah jambu.

"Baiklah, kalau begitu sekarang kita akan pergi ke toko pakaian dan membeli banyak pakaian berwarna merah jambu untukmu."

"Apa, Tuan?!"

Terpopuler

Comments

Defi

Defi

wah, merah jambu semua warn bajunya lama2 rumah pun menjadi lautan warna merah jambu 🤣🤣

2023-06-08

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 : Terperosok Dalam Lumpur Dosa
2 Bab 2 : Hidup Baru sang Nona Manis
3 Bab 3 : Hari Pertama Sebagai Nyai
4 Bab 4 : Kemurahan Hati sang Tuan
5 Bab 5 : Bertemu Ibu dan Bapak
6 Bab 6 : Hari Yang Tidak Disangka-sangka
7 Bab 7 : Kehidupan Setelah Pernikahan
8 Bab 8 : Lahirnya Sang Malaikat
9 Bab 9 : Pesta Bersama Para Londo
10 Bab 10 : Keputusan Besar
11 Bab 11 : Langkah Baru
12 Bab 12 : Menyongsong Kehidupan Baru
13 Bab 13 : Batavia
14 Bab 14 : Pertumbuhan Mawar
15 Bab 15 : Hari Pertama Bertemu Dengannya
16 Bab 16 : Berkenalan Lebih Dekat
17 Bab 17 : Rasa Ingin Melindungi?
18 Bab 18 : Ksatria Tanpa Kuda Putih
19 Bab 19 : Vader en Dochter Strijden
20 Bab 20 : Khawatir
21 Bab 21 : Percikan Api Kedua Keluarga
22 Bab 22 : Keluarga Van Der Linen
23 Bab 23 : Taktik Cecilion
24 Bab 24 : Cinta Dua Sejoli
25 Bab 25 : Voogd Ridder
26 Bab 26 : Langit Biru Batavia
27 Bab 27 : Pure Love en Cecilion
28 Bab 28 : Pesta
29 Bab 29 : Dappere Bekentenis
30 Bab 30 : Balada sang Bunga
31 Bab 31 : Persimpangan
32 Bab 32 : Menyebrangi Rintangan
33 Bab 33 : Beledigd
34 Bab 34 : Perjalanan Jauh
35 Bab 35 : Kekacauan Dua Keluarga
36 Bab 36 : Familie Discussie
37 Bab 37 : Percikan Api Dua Kubu
38 Bab 38 : Melodi Indah Menuju Altar
39 Bab 39 : Cecilion, sang Kumbang di Perkebunan
40 Bab 40 : Pebisnis Handal
41 Bab 41 : Langit Biru di Tanah Sumatera
42 Bab 42 : Munajat Sepasang Kekasih
43 Bab 43 : Een wijze Leider
44 Bab 44 : Perjalanan Kebahagiaan Adam dan Hawa
45 Bab 45 : Terkuaknya Aroma Mesiu
46 Bab 46 : Vreselijk Voorval
47 Bab 47 : Putihnya Kebaikan
48 Bab 48 : Pelarian
49 Bab 49 : Hujan Darah di Bumi Sriwijaya
50 Bab 50 : Langkah Mawar
51 Bab 51 : Kehidupan di Desa
52 Bab 52 : Anugerah yang Dinantikan
53 Bab 53 : Malaikat Kecil, sang Lentera Hati
54 Bab 54 : Dokter Nathan
55 Bab 55 : Pelipur Lara Sang Dewi
56 Bab 56 : Jatuhnya Hati sang Dokter
Episodes

Updated 56 Episodes

1
Bab 1 : Terperosok Dalam Lumpur Dosa
2
Bab 2 : Hidup Baru sang Nona Manis
3
Bab 3 : Hari Pertama Sebagai Nyai
4
Bab 4 : Kemurahan Hati sang Tuan
5
Bab 5 : Bertemu Ibu dan Bapak
6
Bab 6 : Hari Yang Tidak Disangka-sangka
7
Bab 7 : Kehidupan Setelah Pernikahan
8
Bab 8 : Lahirnya Sang Malaikat
9
Bab 9 : Pesta Bersama Para Londo
10
Bab 10 : Keputusan Besar
11
Bab 11 : Langkah Baru
12
Bab 12 : Menyongsong Kehidupan Baru
13
Bab 13 : Batavia
14
Bab 14 : Pertumbuhan Mawar
15
Bab 15 : Hari Pertama Bertemu Dengannya
16
Bab 16 : Berkenalan Lebih Dekat
17
Bab 17 : Rasa Ingin Melindungi?
18
Bab 18 : Ksatria Tanpa Kuda Putih
19
Bab 19 : Vader en Dochter Strijden
20
Bab 20 : Khawatir
21
Bab 21 : Percikan Api Kedua Keluarga
22
Bab 22 : Keluarga Van Der Linen
23
Bab 23 : Taktik Cecilion
24
Bab 24 : Cinta Dua Sejoli
25
Bab 25 : Voogd Ridder
26
Bab 26 : Langit Biru Batavia
27
Bab 27 : Pure Love en Cecilion
28
Bab 28 : Pesta
29
Bab 29 : Dappere Bekentenis
30
Bab 30 : Balada sang Bunga
31
Bab 31 : Persimpangan
32
Bab 32 : Menyebrangi Rintangan
33
Bab 33 : Beledigd
34
Bab 34 : Perjalanan Jauh
35
Bab 35 : Kekacauan Dua Keluarga
36
Bab 36 : Familie Discussie
37
Bab 37 : Percikan Api Dua Kubu
38
Bab 38 : Melodi Indah Menuju Altar
39
Bab 39 : Cecilion, sang Kumbang di Perkebunan
40
Bab 40 : Pebisnis Handal
41
Bab 41 : Langit Biru di Tanah Sumatera
42
Bab 42 : Munajat Sepasang Kekasih
43
Bab 43 : Een wijze Leider
44
Bab 44 : Perjalanan Kebahagiaan Adam dan Hawa
45
Bab 45 : Terkuaknya Aroma Mesiu
46
Bab 46 : Vreselijk Voorval
47
Bab 47 : Putihnya Kebaikan
48
Bab 48 : Pelarian
49
Bab 49 : Hujan Darah di Bumi Sriwijaya
50
Bab 50 : Langkah Mawar
51
Bab 51 : Kehidupan di Desa
52
Bab 52 : Anugerah yang Dinantikan
53
Bab 53 : Malaikat Kecil, sang Lentera Hati
54
Bab 54 : Dokter Nathan
55
Bab 55 : Pelipur Lara Sang Dewi
56
Bab 56 : Jatuhnya Hati sang Dokter

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!