Seperti hari-hari biasanya di pagi hari, Sarinah nampak sedang sibuk memasak sarapan untuk Tuan De Haas yang sudah menunggunya dengan segelas teh hangat serta koran di halaman depan rumah.
Sudah lebih dari satu tahun berlalu sejak Sarinah datang ke rumah ini, dan kini perut wanita muda yang bahkan belum genap berusia tujuh belas tahun itu nampak membuncit karena tengah mengandung anaknya dengan Tuan De Haas.
Kehidupan Sarinah sebagai Nyai jauh lebih baik jika dibandingkan dengan nyai-nyai lainnya di tanah Sumatera, hanya satu dibandingkan seribu yang mendapatkan Tuan seperti dirinya.
Sehari-hari Sarinah hanya melakukan pekerjaan ringan seperti memasak untuk sang Tuan atau menyiapkan pakaian yang akan di pakai sang Tuan tidak seperti nyai lainnya yang melakukan segala jenis pekerjaan untuk Tuannya.
Para babu dan jongos di rumah ini juga selalu memperlakukan Sarinah dengan baik serta santun selayaknya keluarga.
Jika ada acara besar seperti perayaan natal atau perjamuan, mereka semua bekerja sama dengan kompak, sungguh sebuah rumah Belanda yang jauh dari kekejaman.
Setelah selesai memanggang rotinya, Sarinah menaruh roti bakar buatannya ke atas piring porselen lebar berwarna putih.
"Hati-hati jalannya, Sarinah. Lantainya masih basah pasti licin," ucap Bibi Inem memperingati, mengingat salah seorang babu belum lama selesai mengepel lantai.
Sarinah mengangguk patuh, berjalan dengan perlahan menuju halaman depan tempat sang Tuan telah menunggunya.
"Tuan sudah lama menunggu? Maaf, tadi saya kehabisan bahan bakar," ucap sang hawa lembut, menurunkan piring yang ia bawa ke atas meja di depan Tuan De Haas.
"Tidak masalah, yang penting kau bisa menyajikan sarapan yang nikmat untukku," sang adam menjawab dengan seulas senyum, mempersilakan sang Nyai duduk di sebelahnya.
Sarinah tersenyum anggun, duduk di sebelah sang Tuan kemudian memperhatikan lelaki asli Eropa itu menikmati sarapan buatannya.
Meski Sarinah tahu tak sepantasnya dia mencintai sang Tuan, tetapi ia tak bisa membohongi perasaannya yang terus mendambakan sang Tuan.
"Sarinah?" panggil sang Tuan menginterupsi.
"Apa sarapan Anda kurang, Tuan?"
Tuan De Haas menggeleng. "bukan itu. ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu."
Sarinah memusatkan atensi sepenuhnya kepada Sang Tuan. "lantas mengenai hal apa, Tuan? saya jadi sangat penasaran."
"Sekarang kau sedang hamil besar dan aku memutuskan untuk menikahi dirimu agar anak kita memiliki status sosial yang stabil. Apa kau bersedia menjadi istriku?"
Perkataan Tuan De Haas membuat Sarinah membeku di tempatnya. Dia hanya diam, kehabisan kata-kata katena tak menyangka kalau sang Tuan benar-benar berniat memperistri dirinya.
Kata-kata Tuan De Haas memang tidak sama sekali melibatkan kalimat manis berbau cinta, namun melihat sang Tuan sampai mau memikirkan masa depan anaknya itu sudah lebih dari cukup bagi Sarinah.
"Apa kau tidak mau kalau kita sampai menikah, Sarinah?" tanya sang Tuan khawatir, melihat sang Nyai hanya terdiam.
"Bagaimana saya bisa mengatakan tidak, Tuan? Anda sudah sangat baik terhadap saya selama ini, pun saya juga ingin anak yang saya kandung ini mendapatkan kehidupan yang jauh lebih baik," jawab Sarinah kemudian dengan senyuman yang begitu menawan.
"Kalau begitu, kita akan melakukan prosesi pemberkatan pernikahan akhir pekan ini. Apa kau bersedia? Aku akan menyuruh Darijo untuk menjemput Ibu dan Bapak."
"Saya dengan senang hati mengatakan iya, Tuan."
...****************...
Hari sakral yang ditunggu-tunggu oleh Sarinah dan Adolf De Haas akhirnya tiba. Tepat pada hari ini mereka akan mengikat janji suci pernikahan di depan Tuhan yang Maha Esa.
Selayaknya pernikahan orang Belanda, semuanya nampak meriah mulai dari dekorasi yang begitu cantik dengan tema berwarna putih yang menghiasi segala penjuru rumah Tuan De Haas sampai banyaknya tamu yang hadir mulai dari pejabat tinggi Belanda hingga para bangsawan pribumi turut hadir dalam acara sakral ini.
Karena memiliki halaman belakang yang sangat luas lagi asri, Tuan De Haas memilih untuk melangsungkan prosesi pemberkatan pernikahan mereka di halaman belakang rumah mewahnya.
Para tamu undangan yang sudah menduduki tempatnya masing-masing agaknya tidak menyangka kalau Tuan De Haas akan benar-benar menikahi sang Nyai ketimbang memilih untuk menikah dengan wanita Eropa yang setara dengan dirinya.
Alunan musik terdengar mengalun lembut, seiring dengan masuknya sang mempelai wanita di dampingi oleh Bapaknya ke dalam lokasi acara.
Sarinah menggunakan gaun putih yang sangat cantik dan mewah hasil karya toko pakaian Nyonya Diana. Gaun pengantin itu dibuat dengan sangat anggun serta teliti dalam setiap detailnya hingga berhasil menutupi perut buncit Sarinah amat baik.
Langkah Sarinah menuju altar yang begitu anggun membuat orang-orang terbius akan kecantikan wajahnya yang sangat khas meski pun tadi orang-orang sibuk menggunjingkan hal-hal jelek tentang dirinya.
Sementara di altar, Adolf De Haas sudah menantinya dengan seulas senyum bangga bersama seorang pendeta Belanda yang akan menikahkan mereka berdua.
"Kalian berdua sudah siap?" tanya sang pendeta setibanya Sarinah di altar.
Kedua mempelai mengangguk yakin, membuat prosesi pemberkatan pernikahan lantas dimulai dengan begitu khidmat.
Beberapa orang bahkan nampak menangis terharu setelah menyaksikan sepasang anak manusia yang berbeda ras dan kasta itu menjadi satu dalam ikatan pernikahan yang suci.
Setelah prosesi pemberkatan pernikahan selesai, para tamu undangan secara bergantian mulai datang mendekat kepada Tuan De Haas dan Sarinah untuk memberikan ucapan selamat meski beberapa pejabat tinggi Belanda enggan melakukannya karena merasa pernikahan ini melukai mereka sebagai bangsa yang superior.
Para pejabat tinggi itu merasa bahwa menikah dengan seorang wanita pribumi itu sama halnya dengan menikahi seekor anjing.
"Selamat atas pernikahan kalian, Tuan dan Nyonya. Semoga bahagia selalu," ucap salah seorang bangsawan pribumi dengan santun sambil menjabat tangan Tuan De Haas dan Sarinah bergantian.
"Terima kasih," sahut Tuan De Haas.
Seorang pria Belanda yang berani menikahi wanita pribumi apalagi yang berasal dari golongan status sosial rendah merupakan sebuah gebrakan yang menghebohkan media pada saat itu.
Pernikahan Adolf De Haas dan Sarinah sangat menarik bagi para awak media dari segala penjuru Nusantara, nampak banyak wartawan hadir di sana untuk menjadikan pernikahan ini sebagai berita panas di koran.
Beberapa dari mereka juga nampak mewawancarai tamu undangan yang hadir, sekedar menanyakan opini mereka mengenai pernikahan ini dengan berbagai macam jenis pertanyaan.
"Tuan, apa saya perlu mengusir orang-orang itu?" tanya Darijo sambil melirik tajam ke arah para wartawan yang menanyakan pertanyaan yang menyudutkan sang Nyonya De Haas.
Tuan De Haas menggeleng pelan. "tidak perlu, Darijo. biarkan saja mereka menikmati pestanya aku hanya perlu menyingkirkan media cetak yang merusak nama baik istriku nantinya."
Darijo menelan ludahnya takut, ia tahu bahwa sang Tuan tak akan pernah main-main dengan ucapannya dan lagi pengaruh Tuan De Haas memang sangat luar biasa.
"Baik, Tuan. Saya akan membeli masing-masing koran yang menerbitkan berita anda hari ini dan menyerahkannya kepada Tuan."
"Bagus. Lakukanlah pekerjaanmu dengan baik seperti biasanya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Defi
Selamat Sarinah, akhirnya penantian panjang dan kesbaranmu berbuah manis
2023-06-08
1