Bab 6 : Hari Yang Tidak Disangka-sangka

Seperti hari-hari biasanya di pagi hari, Sarinah nampak sedang sibuk memasak sarapan untuk Tuan De Haas yang sudah menunggunya dengan segelas teh hangat serta koran di halaman depan rumah.

Sudah lebih dari satu tahun berlalu sejak Sarinah datang ke rumah ini, dan kini perut wanita muda yang bahkan belum genap berusia tujuh belas tahun itu nampak membuncit karena tengah mengandung anaknya dengan Tuan De Haas.

Kehidupan Sarinah sebagai Nyai jauh lebih baik jika dibandingkan dengan nyai-nyai lainnya di tanah Sumatera, hanya satu dibandingkan seribu yang mendapatkan Tuan seperti dirinya.

Sehari-hari Sarinah hanya melakukan pekerjaan ringan seperti memasak untuk sang Tuan atau menyiapkan pakaian yang akan di pakai sang Tuan tidak seperti nyai lainnya yang melakukan segala jenis pekerjaan untuk Tuannya.

Para babu dan jongos di rumah ini juga selalu memperlakukan Sarinah dengan baik serta santun selayaknya keluarga.

Jika ada acara besar seperti perayaan natal atau perjamuan, mereka semua bekerja sama dengan kompak, sungguh sebuah rumah Belanda yang jauh dari kekejaman.

Setelah selesai memanggang rotinya, Sarinah menaruh roti bakar buatannya ke atas piring porselen lebar berwarna putih.

"Hati-hati jalannya, Sarinah. Lantainya masih basah pasti licin," ucap Bibi Inem memperingati, mengingat salah seorang babu belum lama selesai mengepel lantai.

Sarinah mengangguk patuh, berjalan dengan perlahan menuju halaman depan tempat sang Tuan telah menunggunya.

"Tuan sudah lama menunggu? Maaf, tadi saya kehabisan bahan bakar," ucap sang hawa lembut, menurunkan piring yang ia bawa ke atas meja di depan Tuan De Haas.

"Tidak masalah, yang penting kau bisa menyajikan sarapan yang nikmat untukku," sang adam menjawab dengan seulas senyum, mempersilakan sang Nyai duduk di sebelahnya.

Sarinah tersenyum anggun, duduk di sebelah sang Tuan kemudian memperhatikan lelaki asli Eropa itu menikmati sarapan buatannya.

Meski Sarinah tahu tak sepantasnya dia mencintai sang Tuan, tetapi ia tak bisa membohongi perasaannya yang terus mendambakan sang Tuan.

"Sarinah?" panggil sang Tuan menginterupsi.

"Apa sarapan Anda kurang, Tuan?"

Tuan De Haas menggeleng. "bukan itu. ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu."

Sarinah memusatkan atensi sepenuhnya kepada Sang Tuan. "lantas mengenai hal apa, Tuan? saya jadi sangat penasaran."

"Sekarang kau sedang hamil besar dan aku memutuskan untuk menikahi dirimu agar anak kita memiliki status sosial yang stabil. Apa kau bersedia menjadi istriku?"

Perkataan Tuan De Haas membuat Sarinah membeku di tempatnya. Dia hanya diam, kehabisan kata-kata katena tak menyangka kalau sang Tuan benar-benar berniat memperistri dirinya.

Kata-kata Tuan De Haas memang tidak sama sekali melibatkan kalimat manis berbau cinta, namun melihat sang Tuan sampai mau memikirkan masa depan anaknya itu sudah lebih dari cukup bagi Sarinah.

"Apa kau tidak mau kalau kita sampai menikah, Sarinah?" tanya sang Tuan khawatir, melihat sang Nyai hanya terdiam.

"Bagaimana saya bisa mengatakan tidak, Tuan? Anda sudah sangat baik terhadap saya selama ini, pun saya juga ingin anak yang saya kandung ini mendapatkan kehidupan yang jauh lebih baik," jawab Sarinah kemudian dengan senyuman yang begitu menawan.

"Kalau begitu, kita akan melakukan prosesi pemberkatan pernikahan akhir pekan ini. Apa kau bersedia? Aku akan menyuruh Darijo untuk menjemput Ibu dan Bapak."

"Saya dengan senang hati mengatakan iya, Tuan."

...****************...

Hari sakral yang ditunggu-tunggu oleh Sarinah dan Adolf De Haas akhirnya tiba. Tepat pada hari ini mereka akan mengikat janji suci pernikahan di depan Tuhan yang Maha Esa.

Selayaknya pernikahan orang Belanda, semuanya nampak meriah mulai dari dekorasi yang begitu cantik dengan tema berwarna putih yang menghiasi segala penjuru rumah Tuan De Haas sampai banyaknya tamu yang hadir mulai dari pejabat tinggi Belanda hingga para bangsawan pribumi turut hadir dalam acara sakral ini.

Karena memiliki halaman belakang yang sangat luas lagi asri, Tuan De Haas memilih untuk melangsungkan prosesi pemberkatan pernikahan mereka di halaman belakang rumah mewahnya.

Para tamu undangan yang sudah menduduki tempatnya masing-masing agaknya tidak menyangka kalau Tuan De Haas akan benar-benar menikahi sang Nyai ketimbang memilih untuk menikah dengan wanita Eropa yang setara dengan dirinya.

Alunan musik terdengar mengalun lembut, seiring dengan masuknya sang mempelai wanita di dampingi oleh Bapaknya ke dalam lokasi acara.

Sarinah menggunakan gaun putih yang sangat cantik dan mewah hasil karya toko pakaian Nyonya Diana. Gaun pengantin itu dibuat dengan sangat anggun serta teliti dalam setiap detailnya hingga berhasil menutupi perut buncit Sarinah amat baik.

Langkah Sarinah menuju altar yang begitu anggun membuat orang-orang terbius akan kecantikan wajahnya yang sangat khas meski pun tadi orang-orang sibuk menggunjingkan hal-hal jelek tentang dirinya.

Sementara di altar, Adolf De Haas sudah menantinya dengan seulas senyum bangga bersama seorang pendeta Belanda yang akan menikahkan mereka berdua.

"Kalian berdua sudah siap?" tanya sang pendeta setibanya Sarinah di altar.

Kedua mempelai mengangguk yakin, membuat prosesi pemberkatan pernikahan lantas dimulai dengan begitu khidmat.

Beberapa orang bahkan nampak menangis terharu setelah menyaksikan sepasang anak manusia yang berbeda ras dan kasta itu menjadi satu dalam ikatan pernikahan yang suci.

Setelah prosesi pemberkatan pernikahan selesai, para tamu undangan secara bergantian mulai datang mendekat kepada Tuan De Haas dan Sarinah untuk memberikan ucapan selamat meski beberapa pejabat tinggi Belanda enggan melakukannya karena merasa pernikahan ini melukai mereka sebagai bangsa yang superior.

Para pejabat tinggi itu merasa bahwa menikah dengan seorang wanita pribumi itu sama halnya dengan menikahi seekor anjing.

"Selamat atas pernikahan kalian, Tuan dan Nyonya. Semoga bahagia selalu," ucap salah seorang bangsawan pribumi dengan santun sambil menjabat tangan Tuan De Haas dan Sarinah bergantian.

"Terima kasih," sahut Tuan De Haas.

Seorang pria Belanda yang berani menikahi wanita pribumi apalagi yang berasal dari golongan status sosial rendah merupakan sebuah gebrakan yang menghebohkan media pada saat itu.

Pernikahan Adolf De Haas dan Sarinah sangat menarik bagi para awak media dari segala penjuru Nusantara, nampak banyak wartawan hadir di sana untuk menjadikan pernikahan ini sebagai berita panas di koran.

Beberapa dari mereka juga nampak mewawancarai tamu undangan yang hadir, sekedar menanyakan opini mereka mengenai pernikahan ini dengan berbagai macam jenis pertanyaan.

"Tuan, apa saya perlu mengusir orang-orang itu?" tanya Darijo sambil melirik tajam ke arah para wartawan yang menanyakan pertanyaan yang menyudutkan sang Nyonya De Haas.

Tuan De Haas menggeleng pelan. "tidak perlu, Darijo. biarkan saja mereka menikmati pestanya aku hanya perlu menyingkirkan media cetak yang merusak nama baik istriku nantinya."

Darijo menelan ludahnya takut, ia tahu bahwa sang Tuan tak akan pernah main-main dengan ucapannya dan lagi pengaruh Tuan De Haas memang sangat luar biasa.

"Baik, Tuan. Saya akan membeli masing-masing koran yang menerbitkan berita anda hari ini dan menyerahkannya kepada Tuan."

"Bagus. Lakukanlah pekerjaanmu dengan baik seperti biasanya."

Terpopuler

Comments

Defi

Defi

Selamat Sarinah, akhirnya penantian panjang dan kesbaranmu berbuah manis

2023-06-08

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 : Terperosok Dalam Lumpur Dosa
2 Bab 2 : Hidup Baru sang Nona Manis
3 Bab 3 : Hari Pertama Sebagai Nyai
4 Bab 4 : Kemurahan Hati sang Tuan
5 Bab 5 : Bertemu Ibu dan Bapak
6 Bab 6 : Hari Yang Tidak Disangka-sangka
7 Bab 7 : Kehidupan Setelah Pernikahan
8 Bab 8 : Lahirnya Sang Malaikat
9 Bab 9 : Pesta Bersama Para Londo
10 Bab 10 : Keputusan Besar
11 Bab 11 : Langkah Baru
12 Bab 12 : Menyongsong Kehidupan Baru
13 Bab 13 : Batavia
14 Bab 14 : Pertumbuhan Mawar
15 Bab 15 : Hari Pertama Bertemu Dengannya
16 Bab 16 : Berkenalan Lebih Dekat
17 Bab 17 : Rasa Ingin Melindungi?
18 Bab 18 : Ksatria Tanpa Kuda Putih
19 Bab 19 : Vader en Dochter Strijden
20 Bab 20 : Khawatir
21 Bab 21 : Percikan Api Kedua Keluarga
22 Bab 22 : Keluarga Van Der Linen
23 Bab 23 : Taktik Cecilion
24 Bab 24 : Cinta Dua Sejoli
25 Bab 25 : Voogd Ridder
26 Bab 26 : Langit Biru Batavia
27 Bab 27 : Pure Love en Cecilion
28 Bab 28 : Pesta
29 Bab 29 : Dappere Bekentenis
30 Bab 30 : Balada sang Bunga
31 Bab 31 : Persimpangan
32 Bab 32 : Menyebrangi Rintangan
33 Bab 33 : Beledigd
34 Bab 34 : Perjalanan Jauh
35 Bab 35 : Kekacauan Dua Keluarga
36 Bab 36 : Familie Discussie
37 Bab 37 : Percikan Api Dua Kubu
38 Bab 38 : Melodi Indah Menuju Altar
39 Bab 39 : Cecilion, sang Kumbang di Perkebunan
40 Bab 40 : Pebisnis Handal
41 Bab 41 : Langit Biru di Tanah Sumatera
42 Bab 42 : Munajat Sepasang Kekasih
43 Bab 43 : Een wijze Leider
44 Bab 44 : Perjalanan Kebahagiaan Adam dan Hawa
45 Bab 45 : Terkuaknya Aroma Mesiu
46 Bab 46 : Vreselijk Voorval
47 Bab 47 : Putihnya Kebaikan
48 Bab 48 : Pelarian
49 Bab 49 : Hujan Darah di Bumi Sriwijaya
50 Bab 50 : Langkah Mawar
51 Bab 51 : Kehidupan di Desa
52 Bab 52 : Anugerah yang Dinantikan
53 Bab 53 : Malaikat Kecil, sang Lentera Hati
54 Bab 54 : Dokter Nathan
55 Bab 55 : Pelipur Lara Sang Dewi
56 Bab 56 : Jatuhnya Hati sang Dokter
Episodes

Updated 56 Episodes

1
Bab 1 : Terperosok Dalam Lumpur Dosa
2
Bab 2 : Hidup Baru sang Nona Manis
3
Bab 3 : Hari Pertama Sebagai Nyai
4
Bab 4 : Kemurahan Hati sang Tuan
5
Bab 5 : Bertemu Ibu dan Bapak
6
Bab 6 : Hari Yang Tidak Disangka-sangka
7
Bab 7 : Kehidupan Setelah Pernikahan
8
Bab 8 : Lahirnya Sang Malaikat
9
Bab 9 : Pesta Bersama Para Londo
10
Bab 10 : Keputusan Besar
11
Bab 11 : Langkah Baru
12
Bab 12 : Menyongsong Kehidupan Baru
13
Bab 13 : Batavia
14
Bab 14 : Pertumbuhan Mawar
15
Bab 15 : Hari Pertama Bertemu Dengannya
16
Bab 16 : Berkenalan Lebih Dekat
17
Bab 17 : Rasa Ingin Melindungi?
18
Bab 18 : Ksatria Tanpa Kuda Putih
19
Bab 19 : Vader en Dochter Strijden
20
Bab 20 : Khawatir
21
Bab 21 : Percikan Api Kedua Keluarga
22
Bab 22 : Keluarga Van Der Linen
23
Bab 23 : Taktik Cecilion
24
Bab 24 : Cinta Dua Sejoli
25
Bab 25 : Voogd Ridder
26
Bab 26 : Langit Biru Batavia
27
Bab 27 : Pure Love en Cecilion
28
Bab 28 : Pesta
29
Bab 29 : Dappere Bekentenis
30
Bab 30 : Balada sang Bunga
31
Bab 31 : Persimpangan
32
Bab 32 : Menyebrangi Rintangan
33
Bab 33 : Beledigd
34
Bab 34 : Perjalanan Jauh
35
Bab 35 : Kekacauan Dua Keluarga
36
Bab 36 : Familie Discussie
37
Bab 37 : Percikan Api Dua Kubu
38
Bab 38 : Melodi Indah Menuju Altar
39
Bab 39 : Cecilion, sang Kumbang di Perkebunan
40
Bab 40 : Pebisnis Handal
41
Bab 41 : Langit Biru di Tanah Sumatera
42
Bab 42 : Munajat Sepasang Kekasih
43
Bab 43 : Een wijze Leider
44
Bab 44 : Perjalanan Kebahagiaan Adam dan Hawa
45
Bab 45 : Terkuaknya Aroma Mesiu
46
Bab 46 : Vreselijk Voorval
47
Bab 47 : Putihnya Kebaikan
48
Bab 48 : Pelarian
49
Bab 49 : Hujan Darah di Bumi Sriwijaya
50
Bab 50 : Langkah Mawar
51
Bab 51 : Kehidupan di Desa
52
Bab 52 : Anugerah yang Dinantikan
53
Bab 53 : Malaikat Kecil, sang Lentera Hati
54
Bab 54 : Dokter Nathan
55
Bab 55 : Pelipur Lara Sang Dewi
56
Bab 56 : Jatuhnya Hati sang Dokter

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!