"Kak, dia pup..." pekik Fiya sambil menutup hidungnya dengan meletakkan jari telunjuk membentuk vertikal tepat di bawah lubang hidungnya.
"Kak...." pekiknya lagi. Sedangkan Arion sibuk di dapur membuatkan susu untuk baby Nawal.
Rumah sederhana yang mereka tempati, dengan dua kamar, dapur minimalis, satu kamar mandi, tak jadi penghalang indera pendengar Arion menangkap jeritan Fiya. Namun apa, dia malah tersenyum dengan tingkah istrinya.
Yang katanya dia ingin sekali punya anak, tapi menjaga bayi itu saja dia tidak mau. Apa mungkin karena baby Nawal adalah bukan anak kandungnya sendiri? Bukan anak dari rahimnya sendiri. Entahlah, Arion pun bukan cenayang yang bisa menebak isi hati dan pikiran istrinya itu.
Entah Fiya berpura-pura tak menerima baby Nawal karena masih kesal atau memang karena dia belum siap merawat bayi. Hanya Fiya lah yang tau.
"Kak, denger nggak sih aku manggil. Awal pup nih," ujarnya lagi karena tak mendapat respon dari sang suami.
"Ya kalau pup, bersihkan dong, ma," ucap Arion sambil tersenyum. Ia berjalan menghampiri Fiya sembari menggoyangkan botol susu baby Nawal.
"Mama?" batin Fiya. "Kak Arion panggil aku mama?" batinnya lagi. "Apa aku sanggup menyandang status sebagai mama dari anak yang tidak aku kandung?":imbuhnya di dalam batinnya.
"Iu nggak mau ah. Jorok. Jijik aku," sela Fiya. Ia masih menutup lubang hidungnya masih dengan gaya yang sama sebelumnya.
Huhhhh
Arion menghela napas dengan cepat.
"Pup bayi belum bau kali. Kenapa harus ditutup sih hidungnya?" goda Arion.
"Siapa bilang nggak bau? Bau tau," sahut Fiya.
"Coba kita buktikan bau atau tidak. Sekarang buka tangannya, jangan ditutup hidungnya."
"Enggak ah. Jijik."
"Coba dulu. Jangan langsung bilang jijik padahal belum lagi dicoba "
Sementara Fiya masih saja menolak apa yang diucapkan suaminya itu. Ia tetap dengan pendiriannya.
Akhirnya Arion mengalah. Daripada berdebat yang tak ada ujungnya, lebih baik lah dia yang mengalah. Arion yakin perlahan, Fiya pasti akan bisa menerima baby Nawal dengan tulus. Cepat atau lambat, ia yakin Fiya akan bisa berdamai dengan keadaan.
Tiba-tiba...
"Aaw...." pekik Fiya.
"Huh, bau. Jorok!" serunya. Spontan ia menutup hidungnya dengan kedua telapak tangannya karena Arion meletakkan langsung di depan Fiya popok baby Nawal.
"Kakak tega banget sih. Udah tau aku jijik," pekiknya lagi.
Weak
Ia sampai hampir mual karena melihat isi popok baby Nawal yang berwarna kuning cerah itu.
Fiya bahkan berlari sampai ia keluar dari kamar itu.
Arion hanya bisa tersenyum dengan ulah sang suami sambil membersihkan pup baby Nawal. Seiring berjalannya waktu, karena terbiasa, ia telah mahir menjaga dan merawat baby Nawal.
Ibarat pepatah, bisa karena biasa. Kalimat itu sangat tepat bagi Arion sekarang. Minggu ini, untuk pertama kalinya ia sudah bisa memandikan baby Nawal dengan telaten.
Selama ini bidan lah yang mereka panggil untuk memandikan baby Nawal. Sementara Fiya, sama sekali tak mau belajar memandikan baby Nawal. Alasannya takut.
Usai membersihkan baby Nawal, Arion memberikan susu kepada bayi itu. Setelah susunya habis, ia menidurkan kembali baby Nawal di tempat tidur.
"Sayang..." Arion memanggil sang istri.
"Ya..." sahut Fiya dari jauh.
"Jagain baby Nawal dong, kakak mau mandi!"
"Aduh, aku mau masak. Udah biarkan saja dia disana."
"Jangan begitu, Fi. Dia masih kecil banget. Masa ditinggal-tinggal sih?"
"Ntar manja, kak. Udah biarkan saja. Kalau aku jagain dia, terus siapa yang mau masak sarapan?" alibi Fiya lagi.
"Makanya cepat bangun. Kalau kamu cepat bangun, nggak perlu kita berdebat kayak gini."
"Kakak nyalahin aku? Iya?" Suara Fiya sudah meninggi.
"Dulu juga aku bangun siang, kakak nggak marah. Kita malah dulu lebih sering beli sarapan di luar kakak nggak protes. Kenapa sekarang jadi nyalahin aku?"
"Maksud kakak bukan itu, tapi ..."
"Udahlah, aku cukup tau. Kakak memang lebih sayang dia dari aku," ucapnya merenggut. Tadinya ia ingin melangkah ke dapur jadi ia urungkan.
"Fiya, bisa pelankan suaranya? Kasian Nawal, nanti bangun."
"Kan kakak yang mulai? Siapa yang nggak marah coba? Dulu juga kakak sering masak sarapan untuk kita, sekarang apa? Sikit sikit Nawal, sikit sikit Nawal. Kakak anggap aku apa?" Kakak nggak sayang aku lagi kan?"
"Fi, tolonglah. Jangan kekanakan. Kakak mohon mengertilah. Sekarang keadaan kita sudah berbeda, sayang."
"Beda gimana?" masih dengan suara yang tinggi.
"Dulu kan kita belum ada baby Nawal. Sekarang kan sudah ada. Itu artinya kita harus belajar...."
"Ah, sudahlah. Semuanya nggak ada yang ngertiin aku. Aku capek," ucapnya seraya menghentakkan kakinya. Fiya keluar dari rumah. Bahkan pintu ia hempaskan begitu kuat, membuat baby Nawal terkejut dan akhirnya menangis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments