Oek oek oek
Suara tangisan bayi itu menggema di dalam kamar pasangan yang sudah menikah kurang lebih selama lima tahun itu. Membangunkan Fiya dari tidurnya. Tetapi tidak dengan Arion, suaminya.
"Iih, ribut banget sih. Nggak pagi, nggak siang, nggak malam, selalu aja nangis?" cerocos Fiya panjang lebar.
Sementara baby Nawal masih saja menangis.
"Ihhh, nggak dengar apa aku bilang apa? Diam kau... Diam kau.....!" pekik Fiya.
Oek oek oek
"Diam kau!" sentaknya lagi
Bukannya berhenti menangis, bayi mungil itu malah semakin kencang menangisinya.
Lagi dan lagi ia memekik dengan kemarahannya. Ia sangat sangat merasa terganggu dengan tangisan bayi mungil polos yang tak tau apa-apa itu. Sehingga jeritan kemarahan Fiya, sukses membangunkan Arion yang sedang tidur dengan lelap nya.
Perlahan Arion membuka mata, meluruskan tangannya. Kemudian duduk.
"Jam berapa ini?" tanyanya dengan suara serak, khas bangun dari tidur.
Fiya bahkan tak menjawab tanya dari pria itu. Ia masih uring-uringan dengan tampang wajah sewot, dahi berkerut, masih jelas tampak kemarahan itu.
"Kenapa sih harus meninggikan suara masih pagi begini?" ucapnya lagi karena tak disahut oleh istrinya itu.
"Biasakan kalau sebelum mata hari terbit, tersenyum lah. Sambut pagi dengan sukacita, bukan dengan suara meninggi. Amarah yang tidak jelas."
Fiya masih diam mendengarkan penuturan suaminya. Ia sangat tahu betul bahwa apa yang dikatakan suaminya benar adanya. Fiya masih ingat dulu kala, pesan papanya. "Hendaknya sambut pagi dengan senyuman dan janganlah kiranya engkau merenggut setelah matahari terbenam,"
"Mungkin dia haus, lapar, makanya dia menangis. Atau mungkin popoknya basah. Kamu tau istriku, begitulah cara bayi berkomunikasi. Berbicara. Dengan menangis, ia berharap orang terdekatnya, orang sekitarnya memperhatikan dia."
Lagi-lagi Fiya membenarkan ucapan suaminya. Tak ubahnya dia dulu begitu semasa bayi. Bahkan bukan hanya dia saja, semua manusia saat bayi menangis lah bahasanya kepada orang dewasa.
"Coba kamu periksa gih, siapa tau popoknya basah. Aku mau bikinin susu untuknya," titah Arion pada akhirnya.
"Kakak sajalah yang meriksa. Biar aku bikinin. susu untuknya. Aku jijik ganti popoknya. Gimana nanti kalau dia pup?" tolak Fiya.
"Memangnya kamu bisa? Biasanya kan kakak yang bikin susu untuk Nawal. Memang kamu tau seberapa takaran air dan susunya? Kamu tau seberapa hangat airnya?"
Bukannya Arion tak percaya dengan Fiya. Tapi pada kenyataannya memang, sudah sebulan lebih semenjak mereka membawa Nawal dari ibunya, Arion lah hampir sepenuhnya merawat dan menjaga baby Nawal. Sementara Fiya? Alasannya kerja kerja dan kerja.
"Aku capek, aku sibuk. Aku nanti telat."
Itulah selalu alasannya agar tak menyentuh baby Nawal.
Tapi pagi ini, pagi yang cerah ini. Pagi yang telah meninggalkan pekatnya malam yang kelabu bagi Fiya kemarin. Ia merasa hari-harinya kini tak sebebas dulu.
Hari ini adalah hari libur. Ia tak ada jadwal berangkat ke kantor. Karena memang di kalender tanggal merah. Jadi tak ada lagi alasan Fiya untuk menolak titah suaminya atau membantu suaminya merawat dan menjaga baby Nawal.
Ketika ia ingin bepergian berdua bersama suaminya, sering sekali tak terwujud selama kurang lebih sebulan ini. Arion lebih memilih tidak ikut daripada meninggalkan baby Nawal sendirian di rumah.
Fiya merasa quality time bersama sang suami telah direnggut oleh bayi itu. Bayi yang kini berstatus sebagai anaknya diatas kertas. Yang biasanya mereka suka share setelah ia pulang, kini sudah hampir tak ada.
Perhatian yang sering ditunjukkan Arion padanya bahkan semakin hari semakin terkikis. Ia merasa disingkirkan sekarang. Ia merasa diabaikan. Tak jarang mereka cekcok hanya karena Arion lebih banyak waktu untuk Nawal daripada dirinya.
"Sana, cek dulu. Popoknya sudah penuh atau belum!" masih titah Arion. Suaranya masih saja tenang dan lembut. Ia sadar betul apa yang dirasakan Fiya sekarang. Arion juga merasakan hal yang sama. Bedanya, ia bisa memendam semua dalam hati. Ia tau gak ada yang perlu disalahkan lagi dalam hal ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments