Daniela menitikkan air mata. Lagi dan lagi entah yang ke berapa kalinya. Ditatapnya lekat wajah merah baby Awal dengan nama lengkap Nawal Kahla itu.
"Akan ku simpan di memori ini sampai selamanya. Kita akan bertemu kembali, nak," lirihnya.
"Sudah kubilang jangan bicara yang tidak-tidak!" sergah Fiya.
"Enak aja mau kembali. Maksudmu apa? Mau ambil dia kembali? Kamu masih ingat kan perjanjian itu? Yang sudah kamu bubuhkan tanda tangan, bahkan bermaterai. Kamu tau kan apa yang kamu alami bila kamu langgar itu perjanjian?"
Daniela membisu. Ia menganggap semua perkataan Kaifiya masuk telinga kiri dan keluar telinga kiri juga. Ia masih asyik memandang wajah baby yang menggemaskan itu.
"Maafin mama ya, nak. Bukannya mama tak sayang. Mama sayang sama kamu melebihi nyawa mama. Tapi, mama nggak bisa berbuat apa-apa sekarang. Mama terpojok. Mama nggak ada pilihan lain."
"Baik-baik ya sama Onty. Harus nurut nanti dan jangan rewel."
"Apa? Onty? Enak saja Onty. Dia sudah menjadi anakku sejak surat itu kamu tanda tangan. Aku bukan ontynya lagi, tapi mamanya. Ku ingatkan kalau kamu lupa."
Kaifiya menekankan kata-katanya.
"Fiya, tolong mengerti sedikit. Sebagai ibu aku tentu berat berpisah dengan anakku, darah daging ku. Wajar kalau kamu nggak ngerti. Kamu kan belum punya anak," lirih Ela.
Mendengar perkataan Ela, tersulut sudah emosi jiwa Fiya. Ia merasa kakaknya sudah keterlaluan. Seolah ia sedang diejek, wanita yang tak sempurna.
Fiya langsung mengambil baby Nawal dari gendongan Eka. Bukan ia tak iba dengan Ela, tapi jika dibiarkan lama-lama Ela akan berubah pikiran. Bahkan ia sakit hati mendengar kalimat Ela barusan.
Sungguh menyayat hatinya. Ia merasa hidup ini aneh, tidak adil. Dimana ia berjuang memiliki anak, berobat kesana-kemari, ini itu, tapi tak membutuhkan hasil. Sementara si kakak yang belum menginginkan momongan, malah dengan mudah mendapatkannya.
Fiya tau, Ela sangat terluka. Walau ia belum pernah merasakan jadi seorang ibu tapi ia tau betul. Betapa sakitnya berpisah dari anak, darah daging kita sendiri.
Apalagi baby Nawal yang usianya baru sehari. Tentu masih sangat membutuhkan kasih sayang dari ibunya, pelukan dan belaian dari ibunya. Sangat membutuhkan air susu ibu yang telah mengandung dan melahirkannya.
Ela yang merasa direnggut hak darinya sangat terluka. Ia berlari menuju kamarnya. Ia menangis sejadi-jadinya di sana, di atas ranjangnya. Bahkan telepon genggam yang sedari tadi berbunyi ia abaikan.
"Tuhan, aku sangat tidak sanggup berpisah dari anakku. Kuatkan aku, Tuhan," rintihnya sambil menangis tergugu.
Satu-satunya tempat pengaduan Ela saat ini adalah sang khalik, sang pembolak - balik hati manusia. Hanya dia yang mengerti Ela. Ia berlutut di lantai keramik dingin itu, ia memanjatkan doa agar ia sanggup menghadapi perpisahan ini.
Sementara di ruang tamu, mama Gita menenangkan Fiya. Ia tak bisa membela siapa pun disini. Fiya marah pada kakaknya dengan aib ini. Sama, Gita juga marah. Tapi ia bisa apa?
"Sebaiknya kita simpan rapat-rapat aib ini, jangan sampai ada yang tau. Cukup kita. Dan kalau bisa jangan dibahas lagi," lirih sang mama.
"Saran mama, sekarang saja bawa baby Nawal nak. Mama takut tercium ke tetangga yang malah akan menyebar ke calon mertua Ela. Kamu taulah gimana tetangga sekarang," terang mama Gita.
"Tapi, ma gimana dengan Ela? Rasanya aku nggak tega, ma. Dia masih terpukul banget. Aku ingin memberi waktu pada mereka - Ela dan baby Awal untuk bersama sebentar saja."
"Memberi waktu gimana?" tanya Arion tiba-tiba. Ia membuka suara juga akhirnya.
"Tadi saja langsung kamu ambil tuh Awal dari gendongannya," imbuhnya lagi.
"Habis aku nggak tega, kak. Aku kasihan sama baby Awal, kalau sampai ia terkena air mata ibunya. Kata orang kan jangan sampai menetes air mata di pipi si bayi," sela Fiya pada suaminya itu.
"Beri mereka waktu sedikit saja, kakak mohon. Biar bagaimanapun Ela adalah ibu kandung baby Awal Ibu dan anak tak seharusnya dipisahkan seperti ini. Mereka berdua akan terluka. Kita masih bisa mencoba pengobatan lain agar diberi momongan," ucap Arion hati-hati. Ia takut menyakiti sang istri.
"Tapi, kak aku nggak sanggup. Aku nggak ada pilihan lain. Bukan aku egois, tapi ...." Fiya menghela nafasnya kasar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Noel Perianto Gurning
mantap
2024-11-20
0